Naya sengaja datang terlambat ke ruang makan demi menghindari ketiga kakak tirinya yang brengsek. Saat mamanya datang ke kamar, beliau memintanya untuk cepat-cepat turun dan sarapan. Hari ini Jendral dan Nathaniel ada kelas pagi, sementara Mark harus berangkat lebih awal karena lokasi meeting pagi ini cukup jauh dari rumah.
Melihat hanya ada mamanya di meja makan, gadis itu mengembuskan napas penuh kelegaan. Rencananya berhasil. Ketiga kakak tirinya pasti sudah pergi. Kali ini ia selamat dari tangan kurang ajar mereka yang selalu menggerayanginya di bawah meja setiap makan bersama.
"Naya? Kok diem di situ?" pinta Anne yang membuat Naya mengayunkan kaki dan menarik kursi kosong yang biasa Jendral duduki. "Padahal tadi Mama nyuruh kamu cepet-cepet loh, kok baru turun?"
"Maaf, Ma, tadi aku nyari buku dulu jadi lama. Aku lupa naruhnya."
"Tapi sekarang udah ketemu?"
"Udah, Ma."
"Iya udah sekarang kamu sarapan biar nggak telat ke kampusnya."
Naya pun segera mengisi piring kosong dengan secentong nasi goreng lalu menambahkan beberapa irisan mentimun, kerupuk ikan, dan telur mata sapi.
Saat hendak memulai suapan pertama, suara derap langkah mendekat membuat niatnya terurung. Sendok ia letakkan kembali sebelum menoleh ke belakang dengan perasaan cemas. Bukan mereka, kan? tanyanya dalam hati.
Melihat ketiga kakak yang dihindari, ia langsung diserang rasa panik berlebihan. Tangan yang mulai gemetar disembunyikan di bawah meja. Di sana ia meremas kuat ujung blouse yang dikenakan, berharap itu bisa membantu menenangkan diri."Geser." Itu adalah titah mutlak dari Jendral untuk Naya. "Gue mau duduk di situ."
Dengan dagu, Jendral menunjuk kursi yang Naya duduki."Jen," tegur si sulung yang baru saja duduk di kursi yang berseberangan dengan Naya. Mark menjalankan peran yang sudah disusun bersama dua saudaranya dengan sangat baik. "Duduk di kursi lain, kan, bisa. Masih ada yang kosong."
Tidak menggubris ucapan kakaknya, Jendral mengulang perintah. "Geser, Nay."
Tidak ingin ada pertengkaran di pagi hari apalagi hanya karena masalah sepele, Anne pun menghampiri Naya dan meminta putrinya untuk mengalah. "Nay, geser ya," pintanya lembut. Melihat Naya berpindah ke kursi kosong di sampingnya, Anne tersenyum hangat.
"Kalian sarapan yang banyak, Mama mau beres-beres sebentar," kata Anne. Naya terlambat menghentikan, wanita itu sudah keburu pergi meninggalkan ruang makan.
Lagi-lagi Naya terjebak di antara dua pria sebrengsek Jendral dan Nathaniel yang mengusung senyum mesum tanda bahaya. Baru duduk saja, tangan mereka sudah mendarat di pahanya yang dibalut celana jeans ketat. Tidak hanya diam saja, telapak tangan mereka kompak memberi elusan yang membuat tubuh Naya meremang.
Perasaan Naya tidak keruan.
Selera makannya sudah menguap apalagi saat satu tangan Nathaniel berhasil menyusup ke dalam blouse dan mengelus kulit perutnya. Sementara Jendral betah memainkan kaki dengan gerakan naik turun menyusuri betis Naya di saat siku tangan sengaja menyenggol dada gadis itu.Melihat Anne lewat membawa keranjang pakaian kotor, Jendral dan Nathaniel berusaha untuk tidak membuat wanita itu curiga.
"Mark." Panggilan Nathaniel membuat semua yang ada di meja makan memusatkan pandangan padanya, termasuk Naya hingga tidak sengaja melihat kejantanan Nathaniel yang baru saja dikeluarkan.
Keringat dingin muncul.
Pria di sampingnya tidak akan memintanya macam-macam, kan?"Nath, kok manggilnya Mark?" Jeffrey yang baru saja sampai di ruang makan pun menegur.
Melihat papa tiri nya datang, Naya yang panik berusaha meloloskan kejantanan Nathaniel namun tak berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Family
RomanceKetiga kakak tirinya yang bejat dan maniak sex; Mark, Jendral, dan Nathaniel adalah mimpi buruk bagi Naya. Naya hancur. Ketika mengadu meminta perlindungan dari ayah tiri yang disegani oleh ketiga kakak bejat-nya, Naya justru dihadapkan pada masal...