BAB 12: Hilang Arah

808 61 28
                                    

siapin tisu lagi, guys

"Nav, Bang Jevas udah pesenin ojek buat jemput kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nav, Bang Jevas udah pesenin ojek buat jemput kamu. Kamu jangan panik, jangan mikir aneh-aneh, cukup doain Tante Sesil semoga beliau baik-baik aja, ya?"

Tidak bisa, begitu sambungan telepon itu terputus Navy langsung berlari keluar rumah tanpa mengganti pakaian atau bahkan sekadar mencuci wajah pun tak Navy lakukan.

Navy tidak tahu apa yang terjadi hingga saat jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi Jevas sudah menghubunginya untuk segera datang ke rumah sakit. Kini jantung Navy berdetak kencang, ia tak menghiraukan tubuhnya yang sudah lemas dan kepalanya yang sakit. Di pikiran Navy saat ini hanya ada nama Sesilia. 

Navy mohon jangan ada hal buruk yang terjadi lagi. Bohong jika ia tak takut, nyatanya kini setiap langkah yang Navy ambil seolah membawanya ke takdir yang lebih buruk dari pada hari kemarin.

Navy segera berlari menghampiri ojek pesanan Jevas yang sudah ia nanti sejak tadi. Andai Navy bisa menyetir kendaraan sendiri mungkin ia sudah setengah jalan menuju rumah sakit. 

"Pak, tolong lebih cepet, ya," pinta Navy yang sudah dikuasai oleh rasa takut.

Ia benar-benar takut jika terjadi hal buruk pada mamanya karena wanita itu tak menunjukkan progres apa pun meski sudah tujuh hari ruang ICU, dokter bahkan mengatakan jika Navy harus bersiap dengan kemungkinan terburuk. Sayangnya Navy tak akan pernah siap.

Begitu ojek yang ditumpangi Navy memasuki kawasan rumah sakit Navy langsung mengeluarkan selembar uang berwarna biru yang ia bawa dari rumah. Saat motor berhenti di depan rumah sakit, Navy dengan cepat turun dari motor dan memberikan uang tersebut tanpa banyak bicara. 

"Mas, udah dibayar!"

Seruan tersebut tak membuat Navy berbalik. Ia terus berlari menuju ruangan yang sudah tujuh hari ini menjadi tempat Navy menghabiskan waktu bersama mamanya. Saat memasuki area ruang ICU, Navy dapat melihat jika Jevas terduduk di kursi tunggu dengan kepala tertunduk dalam.

"Bang, Mama kenapa?" tanya Navy yang sudah berdiri di depan Jevas dengan napas terengah-engah.

Jevas mendongakkan kepalanya, menatap wajah pucat Navy dengan air mata berderai membuat perasaan Navy semakin tak enak. "Nav, ikhlas, ya?"

Navy menggelengkan kepalanya, memegang bahu Jevas dan menggoyangkan tubuh pemuda yang lebih tua darinya itu. "Mama kenapa, Bang? Abang jangan bikin Navy takut!" Mata Navy berkaca-kaca sudah siap menumpahkan muatannya kapan pun meski tanpa diminta.

Jevas hanya diam, lalu berdiri untuk memeluk tubuh rapuh Navy yang masih dibalut baju kaos dan celana pendek. Rambutnya yang kusut juga wajah bangun tidurnya membuat Jevas tak tega mengatakan hal yang sebenarnya.

Hingga saat Jevas sibuk menenangkan tangisan Navy, Hanum datang menghampiri keduanya setelah menyelesaikan urusannya. Wanita berusia tiga puluh dua tahun itu mengusap bahu Navy, lalu dengan suara bergetarnya ia berkata, "Navy yang kuat, ya? Ikhlasin mamamu, kita doakan supaya mama Navy tenang dan dapat tempat terbaik di sisi Tuhan."

Hiraeth [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang