BAB 27: Untuk Apa Navy Bertahan?

765 66 13
                                    

Jevas memutuskan untuk tidak sekolah hari ini, mengingat hanya dirinya yang bisa menjaga Navy di rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jevas memutuskan untuk tidak sekolah hari ini, mengingat hanya dirinya yang bisa menjaga Navy di rumah sakit. Pemuda yang lebih tua dari Navy itu semalaman tidak bisa tidur karena terus mendengar Navy mengigau memanggil mamanya. Meski sia-sia, Jevas selalu mengusap pelipis dan tangan Navy agar pemuda itu tahu jika ia tidak sendirian. Sejak Navy dipindahkan ke ruang rawat VIP yang Jevas pesan, ia sama sekali tidak beranjak dari tempat duduk di sebelah ranjang Navy.

Pagi harinya, Navy terbangun dalam keadaan ling-lung. Pemuda itu melenguh saat merasakan sakit di kepalanya kembali menyerang, ia menatap sekelilingnya dengan banyak pertanyaan yang singgah di kepala. Saat ia ingin menggerakkan tangan kanannya barulah ia merasakan nyeri di sana karena terpasangnya infus yang sangat mengganggu pergerakan Navy. 

Navy lalu menolehkan kepalanya, menatap lengan sebelah kirinya yang tertimpa kepala seorang pemuda yang dari surainya saja sudah Navy ketahui jika ia adalah Jevas. "Bang," panggil Navy pelan, tetapi Jevas tak menunjukkan pergerakan sama sekali.

Navy menarik lengannya yang tertimpa kepala Jevas, membuat pemuda yang tengah terlelap itu membuka matanya dengan terkejut. "Hah, udah bangun, Nav?" tanya Jevas yang ling-lung.

"Udah, Bang. Abang kalo cape pulang aja, Navy gapapa di sini sendirian." Navy berucap dengan mata yang sudah kembali terpejam, ia merasa dunia seakan berputar saat matanya terbuka.

"Oh, iya, gue ada ulangan hari ini." Tanpa memakan waktu lama, Jevas berdiri dan menyambar jaket yang ia kenakan tadi malam. Merogoh ponsel yang ada di saku jaket tersebut untuk melihat jam. "Udah jam lima, gue bali, deh, Nav. Entar abis sekolah gue ke sini lagi."

Navy mengangkat tangan kirinya, kemudian mengacungkan jari jempol sebagai respons. "Makasih, ya, Bang. Besok biaya rumah sakitnya Navy ganti."

"Gampang kalo itu, Nav. Gue cabut, ya. Istirahat yang bener."

Begitu terdengar suara pintu yang tertutup, Navy menghela napas lega. Ia sebenarnya masih tidak tahu bagaimana caranya ia bisa tiba di ruangan berbau obat ini. Namun, sudah pasti jika yang membawanya ke sini adalah Jevas. Navy berharap dokter yang merawatnya tidak mengatakan apa pun mengenai kondisi tubuhnya pada Jevas.

Navy masih memejamkan mata, berharap rasa sakit di kepalanya lekas menghilang tanpa jejak. Kini bahkan bukan hanya kepalanya saja yang terasa sakit, sejak kesadarannya kembali tadi, Navy merasa seluruh tubuhnya sakit. "Aku ga bisa bayangin gimana sakitnya waktu Mama kecelakaan .... mungkin Allah ambil Mama biar Mama ga usah ngerasain sakit, tapi tetep aja rasanya sulit buat Navy terbiasa jalani hari tanpa Mama," tutur Navy sembari membuka matanya perlahan, melihat ke jendela yang tertutup gorden.

Ah, harusnya Navy menanyakan pada Jevas apakah pemuda itu membawa ponselnya atau tidak. Navy harus menghubungi Raden jika ia berada di rumah sakit dan belum membayar administrasi. Namun, Navy seketika menghela napas saat kembali mengingat pertemuan pertamanya dan Raden kemarin. 

Hiraeth [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang