BAB 41: Akhir dari Harapan

1.5K 75 45
                                    

Jena yang tengah tertidur di kelas karena jam kosong merasa terganggu saat ponselnya berdering, menandakan ada pesan masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jena yang tengah tertidur di kelas karena jam kosong merasa terganggu saat ponselnya berdering, menandakan ada pesan masuk.

Mama:

Kak, Pak Cecep udah di jalan buat jemput kamu sama Ace. Mama sudah izinin ke gurumu.

Jena mengernyit saat membaca pesan yang Naya kirimkan beberapa menit lalu padanya. Ini masih jam sekolah, tidak biasanya Naya meminta ia dan Archer pulang saat jam pelajaran.

Jena, Archer, dan Jevas sudah satu sekolah sekarang, sehingga saat Naya memberi pesan bahwa sopirnya sedang dalam perjalanan menjemput mereka, Jena langsung bersiap dan menarik perhatian Jevas yang duduk di sebelahnya.

"Mau ke mana, Nat? Masih ada dua mata pelajaran lagi baru balik," ujar Jevas. 

"Mama nyuruh pulang sekarang." Jena tampak tergesa-gesa membereskan buku di mejanya.

"Loh, tumben, ada apa emangnya?" tanya Jevas lagi.

Jena menghela napas, kemudian menjawab, "Gue juga ga tau Jev, ga nanya sama Mama, tapi perasaan gue ga enak."

Jevas menegang sejenak saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Jena. "Gue iku, Nat!" serunya.

Jena yang sudah selesai membereskan barang-barangnya pun beranjak pergi lebih dulu. "Gue ke kelas Archer dulu, entar lo langsung ke parkiran aja. Surat izinnya udah disiapin sama Mama."

Jantung Jena berdetak cepat saat nada dering yang menandakan aa telepon masuk mengganggu perjalanannya menuju kelas Archer. "Halo, Ma?" sapa Jena saat telepon telah terhubung.

"Pak Cecep udah di depan, Ka." Jena menarik napas dalam saat suara serak Naya memasuki gendang telinganya.

"Mama abis nangis? Sebenernya ada apa, Ma?" tanya Jena dengan panik.

"Pulang, ya, Kak. Kita anterin Navy ke rumah barunya sama-sama."

Jena yang tadinya sedang berlari menuruni tangga seketika menghentikan gerakannya. "Ma? Maksud Mama apa? Navy pindah ke mana? Kita pindah sama-sama, kan, Ma? Kakak bakal tetep bisa ketemu Navy, kan?"

"Kak, kamu ngerti maksud Mama, kan? Mama mohon yang kuat, ya, Kak? Tolong tenangin Ace sama Naka, ya?"

Jena tidak sekuat itu, nyatanya bayang-bayang di saat ia mengetahui keadaan Navy menurun dua hari lalu bahkan masih menjadi berita paling menyakitkan. Lalu, sekarang, Jena harus kehilangan Navy di saat ia bahkan belum bisa menebus semua kesalahannya?

Bukankah takdir begitu kejam?

"Nat, ayo!" tegur Jevas yang menemui Jena tengah berdiri mematung dengan ponsel yang sudah terputus sambungan teleponnya.

Jena tampak menatap Jevas dengan mata berkaca-kaca, membuat perasaan Jevas semakin tak karuan. "Ayo, Nat, Bunda Naya pasti udah nungguin kita." Jevas merangkul bahu Jena menuju lantai paling bawah agar dapat segera bertemu dengan Archer.

Hiraeth [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang