7th of April, 2019
Terkadang ia tidak tahu, apa tujuannya untuk tetap hidup. Dunia ini terlalu luas untuknya. Beban ini juga terlalu berat jika harus ada di pundaknya.
Jennie sama sekali tidak menginginkan hidup yang seperti ini. Tidak bisa memilih apa yang dia sukai. Tidak juga pernah mendapatkan peran ayah dan ibu selayaknya orang lain mendapatkan itu.
Mereka selalu mengabaikan Jennie. Tapi di sisi lain, mereka selalu memaksakan sesuatu yang Jennie tak sukai. Walaupun kelahirannya di dunia ini tidak terlalu berarti untuk mereka, tak bisakah jika Jennie menjalani hidup yang ia inginkan?
Hari ini, Jennie sudah menangis terlalu banyak. Semua project yang sudah Jennie rencanakan dibatalkan begitu saja karena ulah ayahnya yang menyabotase semua itu. Padahal semua pekerjaan yang Jennie hendak ambil adalah kesempatan emas untuk Jennie agar melambung lebih tinggi menuju impiannya.
Dia sudah melayangkan protes pada Geunsuk. Namun yang didapat hanyalah bentakan dan tamparan di wajah gadis itu. Padahal Jennie hanya membela impiannya yang hendak terenggut.
Menghela napas sesak, Jennie mendongak hingga langit cerah siang ini terlihat. Apakah sedikit saja dia memang tidak bisa mendapatkan hak mengenai dirinya? Apakah ia harus selalu menuruti keinginan ayahnya?
Sibuk bergelut dengan pemikirannya, Jennie tersentak kaget ketika tiba-tiba sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Jennie meninggalkan pandangannya ke arah langit dan beralih pada sosok yang kini tersenyum hangat.
"Igeo. Unnie harus menghabiskan cokelat ini agar tidak merasa sedih lagi." Sesuatu yang menempel di pipinya itu adalah satu batang cokelat kesukaan Lisa.
Sesungguhnya sang adik memang penggila cokelat. Lisa selalu bilang jika memakan cokelat bisa meredakan sedihnya. Dibandingkan menangis, Lisa memilih menghabiskan waktu untuk menikmati berbagai macam olahan cokelat.
Melihat sang kakak yang tidak bergeming, Lisa mulai bergerak membuka cokelat itu dan menyuapkannya untuk Jennie.
Saat satu gigit makanan manis itu mulai memenuhi mulutnya, kening Jennie mengerut sebentar karena rasa manis bercampur pahit menjadi satu. Namun lama-kelamaan, makanan itu terasa enak dan Jennie meraih batang cokelat di tangan Lisa untuk menggigitnya kembali.
"Sepertinya mulai sekarang Unnie akan menyukai cokelat. Seperti Lisa."
Lisa mengangguk. Diam-diam memandang Jennie dengan sendu. Seandainya dia bisa mengubah perasaan seseorang, dia akan membuat ayahnya menyayangi Jennie dan Chaeyoung secara tulus.
Tapi Lisa tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah pemikiran sang ayah. Bahkan ketika Jisoo yang meminta untuk tak menyulitkan adik-adiknya, Geunsuk seakan tidak mendengar.
"Unnie, jangan khawatir. Jalan menuju impian itu pasti datang kembali. Mungkin saja ini adalah jalan yang Tuhan berikan agar Unnie fokus terdapat ujian kelulusan nanti." Lisa mengusap bahu Jennie dengan lembut.
Dia tahu pertengkaran yang terjadi antara kakaknya dengan sang ayah yang lagi-lagi harus membahas tentang impian Jennie. Tidak hanya dengan kata-kata, sekarang ayah mereka menentang impian Jennie dengan kekuasaannya. Menggagalkan jalan yang hendak Jennie ambil untuk masa depannya kelak.
"Sekarang, lupakan tentang itu sejenak. Kau harus ikut aku ke suatu tempat." Lisa meraih tangan Jennie.
Dengan masih mengenakan seragam sekolah, kedua anak remaja itu menaiki mobil yang sudah dikemudikan seorang sopir. Lisa terdengar menyebutkan suatu tempat tujuan mereka.
Wajah adiknya sangat antusias. Jennie tidak bisa menahan senyumannya ketika melihat itu. Bukankah Lisa mengajak Jennie pergi karena hendak menghiburnya? Tapi mengapa saat ini justru Lisa yang terlihat lebih senang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow
FanfictionBayangannya tidak bisa digapai, sekalipun dikejar. Tapi bayangan itu selalu mengikuti, kemana pun langkahnya pergi. Seandainya, bayangan itu bisa digenggam akan terasa lebih baik.