Bitha sampai lebih dulu di tempat janjiannya dengan Raga. Kebetulan ia baru selesai kelas pilates dan lokasinya tak jauh dari cafe yang diberitahukan Raga. Raga sempat menawari untuk menjemputnya, tapi Bitha menolak karena ia membawa mobil dan sedang tidak lagi sendiri. Kebetulan Bitha pilates bersama dengan Salsa. Sesampainya di cafe, Bitha dan Salsa langsung berpisah. Bitha sudah duduk di salah satu meja kosong, sementara Salsa bilang ingin ke toilet untuk berganti baju. Meski tidak mengerti kenapa temannya harus berganti baju, tapi ia tetap tidak banyak bertanya.
Sembari menunggu kedatangan Raga, tatapan mata Bitha mengitari cafe. Lantas ia tersenyum menemukan Salsa yang duduk cukup jauh darinya. Penampilan Salsa terlihat mencolok diantara yang lain. Memakai jaket hitam, kacamata, topi serta rambut dicepol dengan tidak rapi. Bitha hanya geleng-geleng kepala melihat penyamaran temannya yang terlalu mencolok.
Setelah sepuluh menit menunggu, akhirnya orang yang ditunggu datang juga. Bitha langsung berdiri dan menyambut ciuman Raga di pipinya, seperti yang biasa dilakukan laki-laki itu setiap bertemu dengannya.
"Maaf. Kamu nunggu lama ya?"
Bitha menggeleng. "Lapar nggak? Kamu mau makan apa?"
"Apa aja deh, sayang." Raga mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan membalas pesan yang masuk.
Bitha mengangkat tangan, meminta pelayan untuk mendekat padanya. Seorang pelayan memberikan buku menu. Selagi Bitha membalik-balikkan buku menu, ia melirik ke Raga yang tengah sibuk dengan ponsel. Jujur saja Bitha kesal dengan sikap Raga. Setelah beberapa hari tidak bertemu karena Bitha berada di luar negeri, tapi sikap pacarnya malah terkesan cuek padanya.
Akhirnya Bitha memilih menu makanan dan minum secara asal. Ia tidak mau repot-repot memilih menu yang berbeda untuk dirinya dan Raga.
"Udah pesan?" Raga meletakkan ponselnya dan memfokuskan tatapannya pada wajah Bitha.
Bitha memaksakan senyum meski sudah mulai kesal dengan sikap Raga. "Udah aku pesanin."
"Makasih, sayang."
"Tapi aku nggak tau, yang aku pesan enak atau nggak," ucap Bitha. Kemudian tatapan matanya melirik ke arah ponsel. Raga memang sering meletakkan ponsel begitu saja di atas meja saat bersamanya. Mungkin karena tahu ia tidak akan lancang membuka-buka ponsel Raga meski laki-laki itu pernah memberitahu password-nya.
"It's okay, sayang. Aku percaya sama selera kamu."
"Selama aku di Korea, kamu ngapain aja?"
Raga tidak langsung menjawab. Ia terdiam cukup lama, baru setelah itu menarik kedua sudut bibirnya ke atas membentuk senyum. "Selama kamu di Korea aku kerja dong. Kebetulan beberapa hari yang lalu ada kasus perceraian tiktoker terkenal yang ada di Surabaya."
Bitha mengerti kasus yang dibicarakan oleh Raga. Kebetulan ia cukup update soal influencer dari kota kelahirannya. Apalagi kasus perceraian soal pasangan fenomenal yang tinggal di Surabaya itu kini menjadi sorotan publik. "Kasus itu kamu yang pegang?"
Raga mengangguk. "Aku bantu seniorku untuk nanganin kasus itu. Kebetulan mereka rebutan hak asuh anak dan harta."
"Kamu mewakili siapa? Istri atau suaminya?"
"Firma hukumku mewakili suaminya. Karena si suami mau hak asuh anak diambil alih sama dia karena tau istrinya udah selingkuh."
"Iya lho, sampai video-video si istri di aplikasi X trending nomor satu," sahut Bitha yang mendadak antusias menanggapi cerita Raga.
"Makanya itu, aku beberapa hari ini lumayan sibuk dan jarang hubungin kamu." Raga meraih tangan Bitha yang ada di atas meja untuk digenggam.
Seketika Bitha lupa dengan kekesalannya. Inilah yang membuat Bitha memacari Raga. Laki-laki itu mengerti caranya berbicara dengan lembut padanya. Pada dasarnya Bitha selalu dimanja oleh keluarganya, ketika mendapat pacar yang memperlakukannya dengan lembut, membuatnya sangat lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitha for the Beast
ChickLitMenjadi putri dari pasangan pengusaha dan cucu seorang politikus terkenal membuat hidup Tsabitha Alisha Mahawira tidak bisa bebas. Perempuan yang biasa dipanggil dengan nama Bitha selalu memiliki pengawal yang selalu mengikutinya, mencegah dirinya a...