Chapter 6

1K 129 17
                                    

HAPPY READING DAN JANGAN LUPA VOTE SAMA KOMENTARNYA.



_____

Setelah pertemuannya dengan Lynne di taman beberapa hari lalu. Feraya belum bertemu dengan Lynne lagi selama lebih dari tiga hari. Ia sempat menanyakan pada Patricia apakah Lynne baik-baik saja dan jawaban Patricia akan selalu sama, Lynne selalu baik-baik saja dalam pengawasannya. Hari-hari yang dilalui oleh Feraya tanpa kehadiran Lynne sedikit membosankan. Wajah cantik dari perempuan itu selalu saja hadir di dalam pikirannya, terlebih ketika pertemuannya dengan Earn kemarin, lengkap sudah penderitaan Feraya.

Feraya yang sedari tadi duduk di kursi kasir, kini ia mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang sudah dinantikannya sedari beberapa hari lalu. Namun, sialnya Feraya tidak menemukan keberadaan Lynne di sana. Feraya menarik napas panjang kemudian mengambil benda padat dari saku blazernya kemudian menghubungi Patricia untuk segera datang ke Bitter Brew. Namun, sayangnya Patricia tidak bisa menemuinya untuk saat ini, ia sudah berbuat janji dengan salah satu temannya untuk membahas tentang bukunya yang keempat.

Napas kasar tiba-tiba keluar dari kerongkongannya, ia mondar mandir di area kasir hingga pada akhirnya tingkah anehnya itu diketahui oleh salah satu karyawannya, karyawan tersebut mematung begitu mendapati wajah bosnya yang nampak sangat risau. Feraya menggigit jari telunjuknya untuk beberapa saat lalu tangan kanannya mengetuk-ngetuk meja kasir beberapa kali.

"Frau Feraya, are you okay?" Mendengar tiba-tiba ada seseorang di sampingnya. Feraya terperanjat, jantungnya bergetar hebat, ia menggertakkan giginya memberikan tatapan amarah kepada karyawannya.

"Apa yang kamu lakukan di sini? aku tidak pernah memintamu untuk menemuiku." Feraya berkata dengan penuh penekanan, urat di area lehernya bisa dilihat dengan jelas oleh karyawan tersebut. Karyawan itu mengerutkan kening melihat tingkah laku Feraya yang tidak biasa.

"Telfon di sampingmu dari tadi bunyi, Bos. Tetapi aku lihat-lihat kamu sangat sibuk dengan ponselmu, maka dari itu aku datang menemuimu. Maafkan aku jika aku sudah lancang." Setelah berhasil mengatakan hal tersebut karyawan itu pun bergegas pergi dari hadapan Feraya. Sepertinya saat ini Feraya tidak sedang ingin diganggu.

Feraya berdecak, ia menompakan kedua telapak tangannya di atas meja dengan pandangan lurus ke depan, pandangannya menyapu setiap manusia yang berlalu lalang di luar kafe. Ia mengeluarkan napas kasarnya lagi.

"Ya Tuhan, kenapa aku selalu memikirkan gadis itu? kenapa aku merasakan hal serupa ketika aku mengkhawatirkan Averiella." Feraya bermonolog sembari kedua mata yang kian memanas. Ia menundukkan kepalanya berusaha menetralkan kembali pikirannya, sebelum akhirnya suara derit pintu kaca yang terbuka membuyarkan segalanya. Ia mengangkat wajah pelan-pelan dan berharap seseorang yang saat ini berdiri di hadapannya adalah, Lynne. Ternyata harapan Feraya musnah begitu saja ketika kedua matanya tidak menemukan Lynne di sana. Namun, dengan cekatan Feraya tetap menonjolkan sikap profesionalnya.

Pelanggan yang saat ini ada di hadapannya memesan beberapa menu favorite yang ada di Bitter Brew. Hingga pada akhirnya Feraya mematung ketika pelanggan tersebut memesan juga menu yang biasa di pesan oleh Lynne. Feraya menghentikan sejenak aktivitasnya sebelum ia berkata.

"Maaf, apa kamu datang tidak sendiri?" tanya Feraya dengan senyuman manis dari bibirnya. Perempuan yang memiliki tinggi sama dengannya itu pun mengangguk."Benar, aku datang dengan teman kerjaku, dia yang merekomendasikan tempat ini padaku." Senyuman perempuan itu terlihat sangat tulus, setelah berhasil memesan makanan ia pun berjalan menuju meja paling pojok yang terletak di deket jendela. Sebuah harapan tiba-tiba saja menghampiri Feraya yang hampir saja frustasi karena merindukan Lynne.

Bitter Brew (Fayo21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang