Chapter 7

1.5K 148 12
                                    

Temen-temen maaf kalau aku updatenya telat ya.
Happy reading dan jangan lupa vote.

Happy reading dan jangan lupa vote

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

______

Feraya memandangi Lynne dari balik meja kasir, senyum tipisnya terukir saat matanya menangkap sehelai kertas yang tergeletak rapi di bawah gelas jus jeruk. Meskipun Feraya belum tahu pasti apa isi balasan Lynne, hatinya sedikit lebih tenang karena Lynne telah membalas surat yang ia tulis beberapa menit lalu. Feraya melepaskan kacamatanya, menyelipkannya ke atas kepala, membuat rambutnya yang sebelumnya tertata rapi kini sedikit berantakan, memberikan kesan santai namun tetap elegan.

Setelah melepas apron cokelat yang setia menemani hari-harinya di Bitter Brew, Feraya menaruhnya dengan rapi di sandaran kursi di belakang kasir. Ia melangkah keluar dengan santai dari area kasir, meski di dalam hatinya, gelombang kegelisahan dan antisipasi semakin membesar. Kakinya membawanya menuju meja favorit Lynne, di sudut café yang sepi dan nyaman. Gadis manis yang diam-diam mencuri tidur malamnya dengan pikiran-pikiran yang tak terhitung banyaknya. Setiap kali Feraya menutup mata, bayangan Lynne selalu hadir, memantul lembut seperti bayangan di permukaan danau yang tenang.

Dengan hati-hati, Feraya menggeser gelas jus jeruk yang masih tersisa beberapa tetes di dasarnya. Ia ingin memastikan tidak ada yang mengotori kertas kecil yang terselip di bawahnya—surat yang selama ini ia tunggu. Jarinya menyapu lembut kertas itu, seakan ingin memastikan keberadaannya adalah nyata, bukan sekadar mimpi yang hadir di bawah sinar matahari Berlin yang mulai hangat. Perlahan, ia membuka lipatan surat tersebut, dan senyum kecil di wajahnya berubah menjadi lengkungan yang lebih lebar. Hanya satu kata yang tertulis di sana, namun kata itu cukup untuk membuat seluruh dunia Feraya bergetar: YA.

Satu kata, begitu sederhana namun memiliki kekuatan yang cukup untuk mengguncang hati Feraya. Rasanya seakan seluruh angin di Berlin berhenti berembus, menyisakan detik-detik yang bergulir perlahan. Dorongan untuk memiliki Lynne, gadis polos yang telah berhasil menembus lapisan dingin hati Feraya, semakin kuat. Feraya menghirup napas panjang, mencoba menenangkan degup jantung yang berdetak tak teratur.

Namun, kebahagiaan kecil itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba, suara Megan, karyawan setianya, membuyarkan momen tersebut. “Frau Feraya, apa kau baik-baik saja?” tanya Megan dengan nada heran. Pandangannya menelisik wajah bosnya yang tampak berbeda pagi ini lebih hidup, lebih cerah, dan jauh dari sikap dingin dan tegas yang biasanya terpampang.

Bitter Brew (Fayo21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang