SATU

483 30 3
                                    

Suasana Bandara Soekarno Hatta cukup ramai pagi ini. Beberapa petugas kemanan terlihat berjaga di Terminal tiga keberangkatan internasional. Entah siapa yang akan terbang kali ini, sehingga pengamanan yang disediakan cukup rapat. Seorang gadis dengan setelan gamis dan kerudung hitam terlihat berjalan santai menarik koper dua puluh empat inch nya. Mengikuti beberapa prosedur keamanan lalu berjalan menuju counter check-in untuk mengurus keberangkatannya.

"Farah Nadila" ucap petugas di counter checkin ketika mengecek tiket dan paspornya yang diiyakan dengan gadis itu.

"Bagasinya hanya satu?" Lanjut petugas tersebut.

"Iya kak satu aja."

Farah menununggu proses bagasinya sambil mengedarkan pandangannya. Melihat kerumunan yang tiba-tiba memenuhi pintu masuk. Beberapa wartawa, penumpang lain dan rombongan lain memenuhi pandangan Farah dalam waktu kilat.

"Siapa sih kak? Kok langsung rame banget?" Tanya Farah pada petugas counter.

Petugas itu melongokkan kepala, lalu tersenyum. "Rombongan Timnas Sepakbola kak. Kan mereka mau ke Jeddah juga. Mana tahu nanti satu pesawat sama kakak."

Farah masih melihat rombongan tersebut lalu mengabaikannya ketika urusan check-in sudah selesai. Berterima kasih gadis itu meninggalkan counter dengan membawa paspor dan boardingpass nya.

--

"Lae, ini ransel mau kau bawa ke kabin apa bagasi?" Tanya seorang staf pada Sananta ketika mereka mulai menyiapkan bagasi dihadapan counter checkin.

Sananta menyimpan ponselnya di saku jaket, lalu menghampiri Mas Budi. "Aku bawa aja Mas Bud. Makasi ya."

Pagi ini adalah pagi dimana akhirnya rombongan Timnas akan bertolak ke Jeddah untuk melanjutkan kualifikasi piala dunia. Hari dimana tidak akan ada warga negara yang melewatkan euforianya. Termasuk Ramadhan Sananta yang akhirnya kembali dipanggil Coach Shin Tae Yong untuk mengisi posisi nomor Sembilan.

Mempersiapkan segala yang diperlukan termasuk mental dan fisik sudah dia lakukan karena pada kualifikasi sebelumnya, nama lelaki itu tidak masuk pada pemain yang mendapat undangan Garuda Calling. Dan ketika ponselnya bergetar hari itu mendapat pesan masuk dari Garuda Calling, jantung Sananta nyaris meledak rasanya karena terlalu bahagia.

"Silahkan masuk menuju imigrasi ayo sebelum semakin ramai bercampur dengan penumpang lainnya." Seru salah satu anggota manajemen Timnas menghalau para rombongan berjalan menuju area imigrasi.

Satu persatu pemain antre melalu pengecekan dan dilanjutkan ke auto gate, menscan paspor mereka dan merekam foto mereka di kamera yang tersedia. Berjalan cukup jauh sebelum akhir duduk tenang di Lounge keberangkatan menunggu pesawat mereka siap.

--

Ujian umroh Farah sepertinya dimulai saat ini. Dia sudah berdiri di lorong pesawat kelas ekonominya ketika seseorang sudah duduk di kursinya. Mereka berdua memiliki nomor kursi yang sama!

"Bu maaf ibu yakin pesawatnya dan kursinya ini?" Tanya Farah sesopan mungkin pada seorang ibu yang meresponnya menyebalkan.

"Nih lihat boarding pass saya! Lihat! Benerkan?" Semprot ibu itu.

Farah mengangguk, lalu menghampiri pramugari yang bertugas. Menyampaikan keluhannya. Pramugari tersebut memintanya berdiri dibagian belakang pesawat sementara pramugari tersebut mengkonfirmasi permasalahan dihadapan Farah.

Melihat kursi ekonomi sudah nyaris terisi penuh Farah hampir menangis rasanya. Apakah dia gagal terbang untuk melaksanakan umroh?

Dari bagian belakang terlihat ada dua kursi yang masih kosong. Farah berdoa semoga salah satu kursi tersebut akan menjadi miliknya. Namun harapannya buyar ketika sepasang suami istri duduk di kursi tersebut. Sungguh air mata Farah rasanya sudah ingin tumpah saat itu juga.

"Kakak Farah?" Seorang pramugari yang terlihat lebih senior menghampirinya.

Farah menoleh dengan matanya yang sudah mulai basah, membuat pramugari tersenyum memaklumi. "Kami meminta maaf karena ternyata ada double booking kak saat checkin atau mungkin saat pemesanan. Sepertinya kesalahan sistem kami."

Air mata Farah menetes tanpa dapat ditahan, "Saya gagal terbang ya kak?"

Pramugari itu menggeleng, "Tidak kak, kakak tetap dapat kursi. Special upgrade sebagai permintaan maaf kami. Di First class, hanya saja tidak bisa memilih kursi ya kak. Karena hanya ada satu kursi kosong."

Farah terdiam, First Class? "Maksudnya?"

"Mari ikut saya kak." Pramugari tersebut memimpin langkah Farah keluar dari kelas ekonomi, memasuki ruangan lain dengan jumlah kursi lebih sedikit, lebih lega dan lebih mewah.

Mengedarkan pandangannya Farah berdecak membayangkan betapa nyamannya berada di kelas ini sembilan jam kedepan. Tapi sama dengan kelas ekonomi, kelas ini juga sudah penuh oleh rombongan lelaki dengan seragam merah dan sebagian lain berseragam hitam. Lalu Farah duduk dimana?

Pramugari yang memimpin jalannya berhenti di salah satu barisan kursi. Dia tersenyum pada Farah. "Silahkan anda menikmati fasilitas First Class ya kak."

"Maaf ini saya harus bayar lagi? Kalau bayar lagi saya ga mampu kak di First Class." Bisik Farah.

Menggeleng perlahan pramugari tersebut mempersilahkan Farah duduk, "Tidak ini gratis, kompensasi atas kesalahan sistem kami kak. Silahkan segera duduk ya karena sudah mendekati waktu take off. Saya permisi."

Pramugari tersebut meninggalkan Farah yang sedikit bingung. Gadis itu mengedarkan pandangannya dan tidak menemukan penumpang wanita. Semua penumpang kelas satu hari itu adalah laki-laki!

"Permisi saya mau duduk." Suara seorang lelaki membuat Farah tersadar dari pikirannya. Gadis itu bergeser ketika salah seorang lelaki dengan seragam merah meminta jalan untuk masuk ke baris kursi dihadapan Farah.

Oke Farah, lelaki itu teman sebangku-mu sembilan jam kedepan.

Menarik nafas akhirnya Farah memberanikan diri duduk di kursi kosong tersebut. Meletakkan tubuhnya di kursi kelas satu yang begitu nyaman dan lega, ternyata bukan ujian umroh, tapi hadiah umroh pertama yang Farah terima.

Sembilan jam di kursi First Class disamping lelaki yang cukup tampan diantara beberapa lelaki lain di kelas ini disebut ujian atau hadiah ya? Farah mengabaikannya dengan memasang seat belt dan mengatur posisi duduk nyamannya.

Ramadhan Sananta - DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang