DUA

286 30 3
                                    

Satu jam pertama penerbangan, Sananta tengah menikmati film yang dia tonton, sesekali dia mengobrol dengan Dimas yang duduk di sisi kirinya, Adi yang duduk didepannya bersama Nadeo, dan Ricky yang duduk dibelakangnya bersama dengan Ernando.

Lelaki itu masih belum membuka obrolan dengan gadis yang tiba-tiba duduk disampingnya. Belum ada momen pas untuk membuka obrolan karena gadis itu juga terlihat menikmati kegiatannya membaca buku.

Dua orang pramugari melintas, menawarkan menu makanan yang akan disajikan. Ada beberapa menu yang bisa dipilih untuk mereka nikmati sebagai bruch di pesawat. Sananta yang tengah fokus menonton film tidak memperhatikan ketika pramugari menyapanya untuk menanyakan menu.

Sananta terkejut ketika kepala gadis disampingnya melewati pembatas kursi mereka, gadis itu mengintip untuk memastikan Sananta mendengar sapaan dari pramugari.

"Astaghfirullah!" Seru Sananta sambil melepas earphone yang dia gunakan.

"Maaf Mas, ditawarin makan sama pramugarinya. Mas ngga denger." Ucap gadis disampingnya, yang kembali menyiapkan menu makanan yang sudah tersaji terlebih dahulu di mejanya.

Mengangguk ringan, Sananta kemudian mulai menyebutkan menu makanan yang dia inginkan dan kemudian disajikan di meja-nya. Lelaki itu masih mengamati gadis disampingnya begitu asik menikmati potongan buah sambil terus membaca bukunya.

"Itu ga takut nanti yang dimakan bukannya buah malah jeruk nipis?" Ucap Sananta membuka obrolan pada gadis disampingnya.

Gadis itu tak menggubris masih menikmati buah potong dan membaca bukunya, membuat Sananta akhirnya mendekat, memangkas jarak diantara mereka. "Aku ngajak ngomong kamu lho barusan."

"Hah? Oh maaf aku ga ngeh Mas. Lagi baca aja ini tadi." Jawab Gadis itu menutup bukunya. "Ada apa Mas?"

Sanatan tersenyum sambil menggeleng ringan, lalu menikmati buah potong miliknya. "Ngga papa, cuma ngeri aja kamu salah ambil buah sama jeruk nipis."

"Oh, insyallah ngga Mas." Jawab Gadis itu sambil tersenyum manis.

"Mau umroh? Sendirian banget kok kayaknya ngga ada rombongan?" Masih mencoba melanjutkan obrolan, Sananta kembali bertanya.

Mengangguk ringan gadis itu menjawab, "Iya insyallah Mas. Mau mandiri aja umrohnya." Meneguk jusnya gadis itu menatap Sananta. "Mas rombongan dari mana kok sama sekali ngga ada ceweknya?"

Tertawa kecil Sananta melongok dan mengedarkan pandangannya, benar juga semua penumpang kelas satu adalah rombongan mereka dan tidak ada satu pun perempuan disini kecuali gadis disampingnya. "Kami rombongan Timnas, mau ada pertandingan ke Jeddah dek. Ngga ada yang familiar kah dengan wajah kami?"

Menggeleng ringan, "Masyallah, idola murid-murid saya semua dong berati Mas. Nanti boleh minta video untuk menyemangati murid-murid saya?"

"Oh tentu. Boleh nanti saya buatkan videonya. Guru ya? Ngajar kelas berapa? By the way, panggil Abang aja ya. Saya lebih familiar dipanggil Abang dari pada Mas." Gurau Sananta.

"Ah iya, Abang siapa maaf?"

"Abang Ramadhan Sananta. Adek siapakah?"

Melipat bibirnya menahan senyum, "Aku Farah."

Senyum keduanya terukir di bibir masing-masing. Menjadi awal perkenalan keduanya.

--

Penerbangan jam ketiga..

Sananta mematikan layar multimedia dihadapannya. Mulai bosan tentu saja. Lelaki itu mengatur posisi untuk tidur dan justru menemukan pantulan dari layar multimedia sosok Farah tertidur disampingnya. Gadis itu tidur dengan posisi miring menghadap ke kursinya, membuat Sananta iseng mengintip dari pembatas kursi mereka.

Gadis berkulit kuning langsat yang menggemaskan dan sederhana. Dari percakapan yang baru saja mereka lakukan, Sananta bisa menilai seperti apa Farah. Seorang guru muda di kota yang tidak jauh dari klub lokal Sananta bergabung yang dia bilang sekolahnya kekurangan pengajar karena beberapa guru mendekati masa pensiun.

"Abang umroh juga nanti?" Tanya Farah saat mereka masih mengobrol selepas makan.

"Tidak sepertinya, waktu kami terlalu mepet. Boleh abang titip doa?" Ucap Sananta.

Farah mengangguk mempersilahkan, mengeluarkan sebuah buku catatan dan pena hitam. "Tulis hajat abang disini. Hajat untuk timnas kita pun boleh. Insyallah aku nanti bacakan doa-doa abang."

Mengambil alih buku catatan dan pena milih Farah, Sananta menulis beberapa doa, termasuk harapannya untuk bisa umroh dan timnas meraih point di pertandingan kali ini.

"Terima kasih ya, maaf tulisan abang berantakan. Semoga umrohnya mabrurah ya dek." Ucap Sananta menyerahkan kembali buku catatan yang diterima Farah dengan senyum manisnya.

Ramadhan Sananta - DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang