DELAPAN

177 24 9
                                    

Musim kemarau sudah mendekati penghujungnya. Mendung mulai datang sesekali menggelayuti kota Solo. Beberapa kali gerimis sempat menyapa namun tidak bertahan lama menghilang kembali digeser mentari yang masih enggan untuk pergi.

Sebuah mobil mewah baru saja terparkir di basement sebuah Mall yang menyatu dengan apartement di jantung kota Solo. Didalamnya terdapat siluet seorang lelaki sibuk membereskan barang bawaannya sebelum kembali ke unit apartemennya.

Sudah hampir satu tahun sejak pertemuan terakhir Sananta dan Farah di Jakarta saat itu. Sananta masih tidak bisa menghubungi Farah. Perempuan itu memblokir semua nomor baru yang Sananta beli hingga akhirnya Farah mengganti nomor ponselnya. Namun hampir satu tahun itu pula Sananta tidak bisa begitu saja melupakan Farah meskipun dia masih memiliki Zahra.

Katakan saja Sananta lelaki brengsek sialan yang bisa dengan mudahnya mendekati dan bahkan ngotot untuk tetap bersama dengan Farah meskipun dia memiliki Zahra. Tapi menurut lelaki itu dia punya alasannya sendiri. Farah adalah perempuan yang berhasil mengikat hatinya meskipun pertemuan mereka begitu singkat sedangkan Zahra entahlah Sananta hanya merasa hutang budi karena berkat keluarga Zahra lelaki itu berhasil membuka jalan ke dunia sepak bola dengan gemilang.

"Oh kamu udah beres latihan sayang?" Sebuah suara menyapa Sananta ketika dia memasuki unit apartemennya, Zahra tentu siapa lagi.

Mengangguk ringan, Sananta berjalan lurus menujun dapurnya, mengambil segelas air untuk minum.

"Mama tanya, berapa orang keluargamu yang akan datang ke Jakarta nanti. Untuk acara tunangan kita?" Lanjut Zahra.

Tidak ada jawaban dari Sananta, lelaki itu hanya menatap Zahra dari belakang. Memikirkan sudah benarkah langkahnya untuk bertunangan dengan Zahra, sementara dia masih terus memikirkan Farah yang bahkan tak pernah lagi bisa dia temui dalam satu tahun ini.

"Nanti akan ku tanyakan pada Ibuku. Kita bahas ini setelah program CSR ku bersama adidas berakhir." Jawab Sananta ringan.

Ah benar, Sananta memiliki program CSR besar bersama dengan Adidas selama satu hingga dua bulan kedepan. Lelaki itu akan melakukan kegiatan sosial di beberapa desa terpencil di Wonogiri sebagai bentuk kepedulian sosial dari Adidas dan Pesis Solo tempat Sananta bernaung saat ini.

"Ah benar. Aku sudah menyiapkan baju ganti untuk seminggu ke depan. Haruskah aku ikut? Kamu yakin ngg akan bosan di desa sendirian?"

Menggeleng ringan, Sananta menghampiri Zahra, mengusap puncak kepala gadis itu. "Tidak perlu, aku barengan sama tim lain. Kamu kuliah aja. Aku temuin kamu nanti beres di minggu pertama."

--

Rombongan shuttle yang membawa tim CSR pagi ini berangkat beriringan menuju sebuah desa di Wonogiri yang akan menjadi titik kumpul pertama. Rencana akan ada empat atau lima desa yang akan Sananta kunjungi selama satu bulan kedepan.

Akan ada banyak program CSR yang lelaki itu lakukan, mulai dari pengembangan kebutuhan air bersih, perbaikan dan pembangunan sekolah, pendukung layanan  kesehatan masyarakat dan beberapa program lainnya.

Shuttle yang ditumpangi Sananta melewati jalan sepi diantara tumbuhan yang meranggas akibat kemarau panjang. Sudah hampir dua jam perjalanan dan mereka masih belum tiba di tempat tujuan. Sesekali mengecek ponselnya diantara obrolan, hanya ada pesan masuk dari grup chat timnas dan klub, serta pesan masuk dari Zahra.

"San, bangun Lae. Udah sampe kita." Seseorang mengguncang perlahan bahu Sananta, membangunkan lelaki itu perlahan ketika Shuttle mereka sudah berhenti di halaman sebuah kantor desa.

Mengerjapkan mata beberapa kali, Sananta menatap sekitarnya melalui jendela. Beberapa petugas desa terlihat menyapa rombongan CSR yang telah turun terlebih dahulu. Memakai sepatunya dan membawa handbagnya, Sananta turun dan menyusul para rombongan. Bersalaman dan memasuki gedung serbaguna sederhana dengan iringan musik gamelan yang bersahutan dengan suara serangga musim panas.

"Ini brand ambassador kita Pak. Idolanya Persis Solo dan wakil dari Timnas kita Pak. Sudah kenal ya pasti." Seseorang memperkenalkan Sananta pada beberapa perangkat desa. Mereka sempat berjabat tangan sebelum duduk di kursi masing-masing.

Acara pertama yang Sananta lewati hari ini adalah briefing singkat bersama perangkat desa dan beberapa PIC dari masing-masing bidang. Satu persatu dari mereka mulai menjelaskan program dan tanya jawab untuk pematangan pelaksanaan program CSR.

"Sebentar ya, untuk PIC program pendidikan baru otw dari sekolah, karena hari Sabtu masih harus mengajar. Sambil menunggu silahkan dinikmati sajiannya. Sederhana ya maaf di desa." Ucap salah satu perangkat desa.

Memaikan ponselnya Sananta yang telah menikmati segelas teh dan beberapa makanan lainnya berjalan keluar, menikmati udara sejuk dibawah mentari terik diantara gemerisik dedaunan meranggas dan suara serangga musim panas.

Ketika lelaki itu baru saja menyalakan lagu dari ponselnya yang terhubung ke air pods, sebuah motor matic yang ditumpangi seorang pria dan wanita memasuki halaman kantor desa. Mereka terlihat mengobrol sambil sesekali tertawa ketika akan melepas helmnya.

Sang pengendara lelaki terlihat membantu wanita tersebut melepas helmnya, dan entah kenapa Sananta terus memperhatikan mereka. Ketika helm wanita tersebut berhasil dilepas, jantung Sananta nyaris meledak rasanya. Menemukan kembali wajah gadis yang sudah hampir satu tahun ini menjadi mimpinya, menjadi rindunya, menjadi halusinasinya.

Farah.

Akhirnya aku lihat lagi
Sederhana tanpa banyak celah
Wangimu Berlalu
Akhirnya aku lihat lagi
Jemarimu yang bergerak bebas
Seiring Tawamu

Masih banyak yang belum sempat aku katakan padamu,
Masih banyak yang belum sempat aku sampaikan padamu

Ramadhan Sananta - DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang