SEPULUH

237 27 6
                                    

Hari sudah mendekati petang ketika semua orang bersiap untuk kembali ke rumah masing-masing. Hal yang sama dilakukan oleh tim CSR dan Sananta. Mereka akan bermalam di rumah mewah milik salah satu warga yang mereka sewa selama program CSR dilaksanakan.

Sananta berdiri dengan handbag nya. Menatap Farah yang sedang mengobrol dengan lelaki motor matic. Sananta tahu pasti mereka akan pulang bersama dan dia harus menggagalkannya tentu saja. Farah tidak boleh bersama dengan lelaki lain.

"Dek, pulang sama Abang." Ucap Sananta menghampiri mereka berdua.

Farah hanya melirik singkat, mengabaikan Sananta dan berjalan lebih dahulu menuju motor mereka.

"Farah dengerin Abang." Panggilan Sananta.

Mendengus kesal Farah berbalik. "Apa sih? Ngga usah sok imut deh abang-abang. Lagian jangan sok akrab ya."

Jawaban Farah menarik perhatian orang-orang disana. Membuat mereka semua yakin ada hubungan tersembunyi diantara brand ambassador kita dan ibu guru manis ini.

Menghampiri Farah yang tengah memakai helm, Sananta merampas helmnya dan mendorongnya kasar ke tangan lelaki bername tag Aryo yang duduk diatas motor matic. Membuat Farah melongo atas tindakan nekat Sananta.

"Balik sama abang. Kita perlu bicara." Paksa Sananta menarik lengan Farah, hal yang pernah dia lakukan dulu saat didepan ka'bah, bedanya kali ini perasaan mereka sedang penuh emosi.

"Abang engga ya!" Farah spontan menyebut panggilan itu lagi, membuat jantungnya berdebar tanpa bisa dia kontrol, receh sekali hati ini ya Allah!

Aryo berdiri, menghadang jalan Sananta yang menggenggam lengan Farah. Memaksa lelaki itu berhenti dan menatapnya. "Saya ngga tau apa urusan anda sama Farah, tapi Farah bilang tidak. Jadi anda bisa melepaskannya."

Berdecak kesal Sananta menatap Aryo, "Lae, justru kalo kau ngga tau, ngga usah ikut campur ya lae. Ini penting soal masa depan dan hati ya. Jadi tolong lah sangat jangan ikut campur." Jawab Sananta ketus, lalu menerobos tubuh Aryo sambil menarik Farah untuk masuk ke Shuttle bersamanya.

--

Farah menekuk wajahnya, disampingnya Sananta duduk melipat kedua lengannya. Menatap televisi yang menampilkan acara entah apa lelaki itu tidak menyimaknya. Mereka sedang berada di rumah tinggal sementara tim CSR dan Farah terjebak karena Sananta membawanya tadi.

"Kenapa Farah blokir nomor abang?" Pertanyaan pertama.

"Aku ngga mau berurusan sama lelaki pembohong dan pacar orang." Bagus Farah. Cerdas. Sananta terlihat gelagapan mendengar jawaban Farah yang begitu menamparnya.

Lelaki itu berdeham lalu menatap Farah. "Dengar, abang.."

"Bisa ngga sih ngga usah abang-abang geli tahu. Ngga usah sok special." Semprot Farah memotong kalimat Sananta yang baru akan dia mulai.

"Oke. Dengar. Aku ngga cinta sama Zahra. Aku masih tetap sama Zahra karena keluarga Zahra lah yang membuat aku jadi bisa bermain bola seperti sekarang." Jelas Sananta. "Aku tertariknya sama kamu, dari pertama ketemu di pesawat sampai sekarang. Bahkan setelah setahun kita ngga ketemu perasaanku ke kamu masih sama."

Kembali ada debaran yang Farah rasakan, dia juga masih ingat semuanya. Detik dimana mereka menghabiskan waktu untuk mengobrol di pesawat, bertemu di ka'bah. Bohong jika Farah bilang dia tidak memiliki perasaan. Bahkan gadis itu merasa patah saat tahu Sananta memiliki Zahra.

"Bagus lah kalo kamu sadar Zahra dan keluarganya bisa bikin kamu jadi tenar. Balas budinya dengan menjadi kekasih yang baik. Bukan jadi buaya." Terus Farah serang Sananta sampai lelaki itu nyaris gila.

"Farah, kasih aku kesempatan."

"Untuk?" Tanya Farah menatap dalam mata Sananta.

Menghela nafasnya dalam Sananta merubah posisi duduknya menatap gadis itu. "Untuk menyelesaikan yang terjadi diantara aku dan Zahra lalu kasih kamu lihat kalau aku benar-benar punya perasaan tulus sama kamu."

Farah tertawa ringan, lalu menatap Sananta. "Sinting ya kamu. Sakit jiwa. Jangan harap ya aku mau sama kamu dengan mengorbankan perasaan perempuan lain. Makanya dulu sekolah biar pinter, jangan main bola melulu." Seru Farah bangkit dari kursi, memakai Tasnya bersiap pergi.

"Kamu mau kemana?" Tanya Sananta.

"Pulang, takut ketularan gila aku kelamaan disini."

Sananta mengambil kunci mobil, "Aku antar."

"Ga usah! Nanti kamu diculik kuntilanak bikin repot warga se Indonesia." Jawab Farah kesal meninggalkan ruang duduk rumah tersebut. Berjalan menembus heningnya malam yang berdelimut cahaya bulan diiringi suara serangga.

Lelaki itu menghela nafas, gila Farah mengulitinya sampai kedalam daging.

Ramadhan Sananta - DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang