"I wanna be your end game."
—
Aku menghabiskan sisa hari itu main basket di Maple Grove.
Aku bersama Clarence, berkeringat dan tertawa lepas, seolah tidak pernah berbuat kriminal dengan menghapus alis temanku dan menangis tersedu-sedu karena ban mobilku dijadikan objek vandalisme. Clarence dan aku berjalan-jalan di sekitar resor yang terbengkalai setelah capek main dan sebagai penutup, Clarence membawaku ke kedai es krim yang baru saja buka untuk makan es krim di atas stroopwafel.
Kami tiba di rumah saat matahari terbenam. Cepat-cepat aku mandi dan segera bertamu ke kamar adikku yang menyenangkan, menjadi otak kedua saat Clarence meng-edit video untuk channel YouTube-nya. Lalu, setelah video Clarence beres dan dia memulai livestream di Twitch, akhirnya aku ingat untuk memeriksa ponsel. Ada pesan yang menumpuk dan membuatku penasaran siapa pengirimnya. Biasanya tidak ada yang mengirimkanku pesan.
11desjardins: marki
11desjardins: kamu di mana?
11desjardins: fuck aku lupa kamu gak ada di penthouse
11desjardins: gimana nih..
11desjardins: where r u?
11desjardins: sebenernya hp mu itu buat apa sih??
11desjardins: mark??????
11desjardins: cantik......
11desjardins: aku otw pyxis skrg, pls jangan pergi dulu"HAAAAAAAAAHHHHH?!?!"
Clarence terjungkal dari kursi alien-nya. Adikku itu kelihatan panik dan langsung memasang wajah dongkol begitu tahu aku cuma sedang menatap layar ponsel. "Kenapa, sih, pakai teriak-teriak segala?" Clarence mencabut headphone-nya dan mulai mengomel. "Aku kira ada buaya!"
"Memang ada buaya!" jeritku, kesal. "Buayanya lagi otewe ke sini, lagi! Apes, apes... nyesel aku ngasih tahu alamatku di Pyxis."
Berani-beraninya Daniel mengusik malam Senin-ku. Cowok itu akan membuat rumah ini terasa panas, sumpek, dan tidak menyenangkan. Aku tidak bisa menggelayuti Clarence terus-menerus selama Daniel mampir. Clarence pasti keberatan, dan malam ini dia harus online karena ada liga mingguan. Dan aku mengerti. Dan sekarang, Daniel bakal datang. Dan, ya Tuhan, betapa aku ingin mengusirnya. Aku tidak bisa melihat wajah tampan itu lagi karena aku ingin melupakan setiap incinya seperti aku melupakan setiap khotbah dosen-dosenku.
"Hmm..." aku bergumam, "... aku harus alesan..."
"Apaan, sih?" Clarence menggaruk-garuk rambutnya. "Siapa yang mau ke sini? Hah?"
Segera aku menarik lengan Clarence dan menempatkan adikku tepat di sebelahku, menghadap cermin. "Kamu lagi ngapain, Mark?" Aku memegangi dagu Clarence dengan satu tangan dan memaksanya untuk tetap memandang lurus ke arah cermin sementara aku menilai seberapa besar persentase kemiripan kami.
Aku terkesiap, lalu menyentuh wajahku sendiri.
Mon dieu! Apakah kami semirip itu?
Lalu, semirip apa aku dengan kembaranku sendiri: Zeo?
Oke. Cukup. Aku tidak bisa berbohong pada si kapten Instinct itu kalau Clarence adalah pacarku. Siapapun yang melihat aku dan Clarence jalan bareng bakal segera tahu kalau kami berbagi DNA yang sama. Kalau saja Clarence tidak mewarisi fitur-fitur penting yang membuat struktur wajah kami terlihat identik, sudah kusuruh dia turun dengan piama dan bertelanjang dada. Tunggu. Daniel tahu siapa Clarence. Clarence juga pemain basket saat SMA. Aku mesti mencari cara lain...
... dan tidak juga menemukannya hingga kembali terdengar bunyi pesan masuk dari ponselku.
11desjardins: aku di lobby
11desjardins: rumahmu gede bgtMotherfucker.
☆
Clarence dan aku jarang kedatangan tamu atau mengundang teman karena kontroversi mansion ini, tapi masih ada saja yang tidak tahu diri dengan tiba-tiba bilang mereka sudah di lobi. Daniel, contohnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss & Tell
RomanceSemua orang tahu Daniel Desjardins, eye candy Basalt yang bikin cewek-cewek mendadak suka nonton basket. Cowok itu bintang di By the Beach; apa saja yang cowok itu inginkan, bisa cowok itu dapatkan. Kecuali satu hal. Namaku Marki del Rosario, usiaku...