18. Off to the Court

414 37 51
                                    

"You've been calling my bluff on all my usual tricks, so here's the truth from my red lips:
I wanna be your end game."

ziesselshadrach
| packing my things now

markydelrosario
aku nggak mau ketemu barangmu |
maunya ketemu kamu |

ziesselshadrach
| give me a few months
| i got plans ahead

markydelrosario
MONTHS???? |
keburu aku dikutuk jd arca sm bandung bondowoso |

ziesselshadrach
| who tf is that

Adikku yang lucu itu sudah mengembara terlalu jauh dan terlalu lama hingga lupa kisah-kisah yang pernah kami baca di kios buku pinggir jalan. Aku keluar dari Instagram tanpa menjelaskan kepada Zeo siapa itu Bandung Bondowoso. Betapa inspiratifnya cerita itu. Ketika di cerita lain protagonis yang menang, di sini protagonisnya yang berubah jadi batu. Tapi aku bisa bayangkan aku itu Roro Jonggrang yang tidak tahu diri dan Daniel itu Bandung Bondowoso yang serius ingin mempersuntingku. Untungnya kami tidak hidup di zaman mitos dan sihir. Bahaya kalau Daniel kenal santet, bisa-bisa aku sudah jadi tugu.

Masih pagi hari itu di apartemenku, aku sudah pulang setelah kejadian di Dooms-Day beberapa hari lalu. Aku harus meninggali tempat ini sesuai janjiku pada Zeo, bagaimanapun. Sebentar lagi Zeo mungkin akan datang lalu mengambilnya lagi, siapa yang tahu, kan? Lagi pula, besok Senin. Aku punya kelas dan hampir semua pakaianku yang bagus-bagus ada di sini. Aku tidak bisa ke kampus cuma dengan t-shirt bolong dan celana jins. Ini semester terakhirku dan aku ingin dikenang sebagai mahasiswa yang misterius dan keren, bukan Marki yang patah hati gara-gara ditinggal Daniel.

Lalu terdengar suara ketukan di pintu, dan aku meninggalkan ruang tamuku setelah menyelipkan pembatas ke halaman komik yang sedang kubaca. Aku melihat kepala Tobias di layar, dan aku agak terkejut. Kalau tidak salah ingat, cowok itu bilang dia tidak tinggal terlalu lama di sini, tapi ini sudah hampir... tiga minggu sejak cowok itu seharusnya pulang, kan? Tidak mau ambil pusing, aku membuka pintu dan mengernyitkan dahi.

"Yo," kataku. "Kamu masih di sini."

"Nggak ada salahnya," sahut Tobias sambil mengedik. "Aku juga nganggur."

"Kamu nggak kerja?" tanyaku, kaget cowok sepintar dia memilih untuk menganggur.

"Mau lanjut kuliah lagi," cowok itu menjawab dengan senyum setengah. "Tumben kamu di apartemen?"

"Besok ada kelas," aku membalas sekenanya, lalu melihat cowok itu ternyata membawa sebuah koper kecil. "Ha," kataku. "Mau ke mana kamu sekarang?"

"Pulang sebentar," kata Tobias. "Aku mau pamit ke kamu."

"Well, you have my blessing now," aku mendengus. "Have a safe flight."

Tobias berjinjit, memandang ke belakang kepalaku, sepertinya ingin masuk. "Kamu sendirian?" Lalu cowok itu menunduk lagi, seperti aku jauh lebih pendek darinya saja. Aku menggeram. "Mana Daniel?" Aku menggeram lagi. Tobias berjengit. "Kalian masih jalan bareng?" Pertanyaan memberondongku, membuatku kesal.

Dasar cowok nggak peka. Tidakkah dia lihat wajahku sekarang? Kalau saja ada objek yang bisa kuambil di sekitarku, aku pasti sudah mengayunkan benda itu ke kepalanya. "We called it quit," aku berkata dengan tenang, mengamati kuku-kukuku sendiri daripada ekspresi bertanya-tanya Tobias. "Not that we were dating, but... you know... kita cuma hang out bareng, jalan bareng, nothing serious—yeah, we liked each other, tapi nggak lebih."

Kiss & TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang