2

139 36 1
                                    

Nuwan sudah melangkah lebih cepat dan agak terburu-buru saat dia mendengar suara binatang malam yang agak menakutkan. Kegelapan menyelimuti tempat ini lebih pekat dari tempat lain. Itu membuat dia tidak bisa berbuat banyak. Meraba arah, Nuwan tidak menatap dengan jelas sampai dia menyenggol seseorang.

Jatuh dengan mengenaskan ke atas tubuh sosok itu, Nuwan berteriak. Dia pikir akan mendapatkan serangan saat dia meraba dan menemukan sosok itu malah tidak bergerak. Dia coba menatap wajah itu, tapi kegelapan sungguh tidak membantu.

Saat Nuwan berada dalam kebimbangan hendak menolong atau melangkah pergi mengabaikan, sesuatu datang mendekat. Nuwan mengambil ranting terdekat dan mengarahkannya ke sosok tersebut.

"Nona?" sebut sebuah suara yang dikenalnya.

"Loyta?"

"Nona, ini saya." Loyta datang mendekat.

"Berhenti di sana!" seru Nuwan menghentikan langkah pelayan pribadinya. "Kau akan menginjaknya."

"Anda bersama seseorang?" Loyta coba menerangi tempat itu dengan lampu minyak yang dibawanya. "Seorang pria?"

Nuwan mendekatkan wajahnya, sedikit menundukkan pandangannya melihat pria itu berbaring terlentang dengan wajah tenang. Pelan mengecek nadi pria itu, Nuwan mendesah dengan lega. "Masih hidup. Dan masih hangat. Jelas tidak sekarat. Hanya pingsan."

"Apa yang harus dilakukan? Menyelamatkannya?" Loyta coba memberikan pandangan.

"Dan membuat aku mendapatkan lebih banyak masalah?"

Loyta mengangguk kecil mengerti. "Lalu kita meninggalkannya?"

"Ya. Dia akan bangun sebentar lagi. Tidak perlu menunggunya."

Loyta mengikuti apa yang dikatakan nona mudanya. Loyta satu-satunya pelayan yang begitu setia pada Nuwan. Kadang itu membuat Loyta mendapatkan banyak masalah, tapi dia tidak pernah mengkhianati nonanya. Karena dulu Loyta sempat hampir mati di perbatasan kota. Dan Nuwan menyelamatkannya. Itu membuat dia harus membalas budi dan dia menyerahkan diri pada Nuwan.

Nuwan membawanya kembali dan membuatnya menjadi pelayan pribadi. Wanita ningrat itu tidak setuju tapi ayahnya yang kebetulan kembali dari medan perang saat itu tahu keinginan putrinya, dan mengabulkannya dan setelah suaminya bicara maka wanita itu tidak lagi memiliki cara membatalkannya.

Ayahnya satu-satunya yang tidak percaya pada bintang bencana. Sayangnya, ayahnya sibuk di perbatasan hingga jarang pulang dan melihat apa saja yang terjadi pada putrinya.

Ayahnya jelas tahu kelakukan istrinya. Tapi ayahnya juga tidak mendapatkan cara melindunginya dari ibunya sendiri. Mungkin kalau orang lain, akan mudah bagi ayahnya menyingkirkannya. Tapi yang menjadi masalahnya adalah istrinya dan ibu dari putrinya. Ayahnya hanya bisa meminta Nuwan bersabar sampai ayahnya mendapatkan kedudukan yang lebih bagus di mata kaisar. Dan membuat permohonan pernikahan untuk Nuwan bersama dengan pria yang bisa menghargainya kelak.

Saat Loyta sudah hendak pergi, Nuwan menghentikannya.

"Tunggu, arahkan lampunya ke pinggangnya."

Loyta bingung tapi tidak mengatakan apa pun. Dia mengarahkan lampu minyak itu ke pinggang.

Nuwan mengambil benda yang tergantung di sana. Diselipkan di pinggang celana. Berbentuk bulat dengan nama yang tertera di atas lempengannya. Itu jelas emas dengan nama yang membuat siapa pun akan gemetar.

Bahkan Loyta yang tahu sedikit soal huruf segera menjatuhkan lampu minyaknya.

Nuwan memandangnya.

Loyta mengambil lampu dan menunjuk dengan gemetar. "Dia ... pangeran ketiga. Jenderal perang. Raza Asena." Loyta membekap mulutnya sendiri dengan satu tangan. Menyebut nama sang pangeran dengan mulut kotornya, sepertinya dia bosan hidup.

Nuwan mengangguk santai. Tidak seperti reaksi Loyta, Nuwan malah tampak tidak terlalu ambil peduli. Dia memandang wajah tampan tanpa cacat cela itu. Garis aristokrat di wajahnya begitu kentara. Dengan garis dingin nan lurus. Pria ini bahkan menunjukkan wibawa saat berada di titik terlemahnya.

Beberapa kali Nuwan mendengar soal kehebatan pangeran ketiga sebagai jenderal perang. Dia membunuh dalam satu gerakan, membantai tanpa ampunan. Dan membuat siapa pun yang berhadapan dengannya akan berada dalam kumbangan darah. Senjatanya yang paling mematikan adalah tombak naga yang dia buat sendiri dengan bagian ujungnya berbalutkan emas.

Tapi dia juga pandai dalam berpedang, dia memiliki pedang kecil yang begitu lembut gesturnya tapi jika pedang itu bergerak ke arah leher lawannya, maka si lawan tidak akan sadar kalau dia sudah berpindah alam.

Soal memanah, jangan meragukannya. Dia bisa membuat tiga anak panah menyasar tiga tempat berbeda. Bahkan dia pernah memanah dengan mengikuti arah angin. Membuat pasukan lawan lari tunggang-langgang.

Kehebatan dan kekejamannya berada pada arus yang sama. Banyak yang mengidolakannya tapi lebih banyak juga yang takut padanya.

Pangeran ketiga tidak pernah mengejar tahta. Dia lebih suka bertarung dan berperang. Membuat Baracin berada dalam puncak kejayaannya. Hingga tidak ada negeri lain yang berani mengusiknya. Nama sang pangeran melegenda di hampir seluruh dunia. Kehebatannya menjadi dongeng yang begitu dinantikan. Dan pencerita bahkan mengagumi mahakarya sang pangeran ketiga.

"Jika pria sehebat ini membantuku melawan Araya, bagaimana menurutmu?" tanya Nuwan. Lebih mengarahkan pertanyaan pada dirinya dibandingkan Loyta yang segera gemetaran.

"Apa yang anda katakan, Nona? Dia pangeran ketiga!"

"Aku tahu. Kau tidak perlu histeris seperti itu."

"Menjadikan dia sebagai bantuan adalah sebuah kesalahan."

"Aku juga tahu. Tapi bukankah dia begitu cantik menjadi perisai sekaligus pedang?" Nuwan menyentuh wajah indah itu. Begitu kagum pada bagaimana pahatan sempurna Tuhan yang diberikan padanya. Pria ini terlalu sempurna, jika dia sampai baik hati juga, maka dia bukan manusia. Maka dari itu dia dibuat kejam dan bengis. Itu pantas untuknya.

"Nona ...."

"Kecilkan suaramu. Dia bisa mendengarnya."

"Anda sungguh akan terhubung dengannya? Bagaimana kalau dia malah menjadi kesalahan anda?"

"Maka aku menerima kesalahan ini."

Loyta tahu kalau nonanya sudah begitu menderita dan banyak luka di dalam dirinya yang bisa membuat dia bahkan rela terjun ke jurang demi bisa membuat dirinya sendiri bebas dari belenggu keluarga Harmis. Tapi membuat pangeran ketiga terlibat ke dalamnya, jelas tidak hanya musuhmu yang akan hancur melainkan kau sendiri yang terhubung dengannya.

Jadi berjudi dengan pangeran ketiga sama dengan mempertaruhkan iblis apakah dia akan bersikap baik atau malah memperlakukanmu dengan buruk. Dan iblis tidak pernah membuat pemujanya bahagia. Tapi sekarang kebulatan tekad yang ada di diri Nuwan tidak akan tergoyahkan meski gunung sekali pun digoyangkan demi menyadarkannya.

"Pergilah, Loyta. Kau tidak boleh ketahuan di sini."

"Anda akan sendirian bersamanya?"

"Itu akan membuat dia lebih mudah menerimaku. Tanpa ada bantuan, kami dua orang yang berada di posisi yang sama."

"Nona, saya tidak bisa meninggalkan anda."

"Pergi, Loyta. Bawa lampu minyak itu. Selama kau menurut padaku, aku akan mengabulkan apa pun yang kau inginkan. Bantu aku." Nuwan menatap dengan memohon.

Menjerat Sang Pangeran (JUM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang