Raza berlutut di depan gadis itu. Menyentuh wajahnya dan mengusap airmatanya. "Sudah, jangan menangis lagi. Aku tidak akan menakutimu lagi. Maafkan aku, ya?"
Nuwan menatap pria itu. Bibir itu berubah keriting hendak menyemburkan tangisannya.
"Jangan menangis. Aku tidak pandai menghadapi anak kecil yang menangis. Nuwan, itu namamu?"
Nuwan mengangguk.
"Aku Raza."
"Raza?"
"Raza Asena. Kau tidak tahu?"
Nuwan memiringkan kepalannya. "Pangeran ketiga?"
"Pintar. Kau tampaknya cukup mampu menarik perhatianku tanpa perlu aku membunuhmu. Jadi, Nuwan, apa yang kau inginkan untuk aku membalas jasa karena menyelamatkanku. Uang? Kekuasaan? Tahta? Menikah ...."
"Maukah menjadi kakak Nuwan?"
"Hah? Kau mau aku menjadi kakakmu?" Raza hampir kehilangan ketenangannya. Ini pertama kalinya ada yang mendekatinya dan mau jadi adiknya. Biasanya mereka yang mendekatinya menginginkan tiga hal yang tadi disebutkan dan pernikahan selalu menjadi jalan keluarnya.
"Nuwan pengen punya kakak. Nuwan tidak punya kakak untuk melindungi Nuwan. Apakah kakak mau?"
Raza mendengus. "Sungguh kakak?" tanyanya masih tidak percaya.
Mengangguk dengan lugu, Raza tidak menemukan celah dalam keraguan itu. Dia akhirnya meraih tubuh Nuwan setelah menyembunyikan belatinya. Membawa Nuwan duduk di depannya dengan mata sibuk memperhatikan wajah Nuwan.
Raza menggerakkan tangan hendak menyentuh pipi Nuwan. Gadis itu mengalihkan pandangannya masih takut Raza akan memberikan cekikan kedua. Bekas tangan pria itu masih ada di sekitar leher lembut gadis itu, patut dia masih gemetar ketakutan. Raza sepertinya terlalu besar dalam mengintimidasinya.
"Luka di pipimu, siapa yang melakukannya? Siapa yang menamparmu?"
Nuwan menyentuh pipinya. "Nuwan salah. Ibu menghukum."
"Apa salahmu?"
"Nuwan bermain dengan kakak sepupu dan kakak sepupu hilang di hutan. Ibu suruh Nuwan menemukan kakak sepupu di sini. Tapi Nuwan tidak menemukannya. Ibu akan semakin marah kalau Nuwan kembali."
"Ibu kandung?"
Nuwan mengangguk.
"Ibu kandung membiarkan anaknya sendiri menjelejah hutan demi mencari seseorang yang bukan anaknya. Aneh."
"Ibu memang sayang kakak sepupu. Tidak sayang Nuwan."
"Apa Nuwan nakal makanya ibumu tidak senang?"
Nuwan diam. Dia menundukkan memainkan kain gaunnya dengan sikap kekanakn yang membuat siapa pun yang melihat akan gemas. Dalam kegelapan seperti ini, dengan minimnya pandangan, Raza sudah dapat menemukan
Raza merendahkan kepalanya demi bisa menengok wajah Nuwan yang tampak tegar dalam setiap luka yang dideritanya. Tapi ada kekecewaan yang dia sembunyikan. "Tidak mau bilang?"
Nuwan mengangkat pandangan, matanya bertemu dengan Raza. Mata gelap menenangkan itu menyedot seluruh perhatian Nuwan. "Nuwan bintang bencana?"
"Hah? Apa itu bintang bencana?"
Nuwan yang mendengarnya terdiam sejenak, berpikir mungkin Raza mempermainkannya. Di dunia ini siapa yang tidak tahu bintang bencana. Sosok yang dulu selalu dikorbankan demi menyelamatkan satu desa. Tradisi itu sudah lama lenyap tapi semua orang tahu kalau bintang bencana akan selalu hadir setiap sepuluh tahun sekali. Dan sayangnya, tujuh belas tahun yang lalu Nuwan lah yang hadir sebagai bintang bencana.
Tapi tatapan Raza benar-benar membuat Nuwan baru sadar kalau tidak semua orang percaya pada tahayul dan tidak semua orang mengingat sesuatu yang memang tidak dia percayai.
"Bintang bencana, perempuan yang lahir dengan tanda merah di bahunya. Seperti tanda bunga yang cantik sekali. Siapa pun yang memiliki tanda itu akan membawa bencana ke dalam rumah dan negerinya."
"Dan kau membawa bencana ke dalam rumahmu?"
Nuwan meremas tangannya, tidak pernah suka membahas soal masalalunya yang menyakitkan. Masalalu di mana dia bahkan tidak terlibat di dalamnya. "Kakek dan nenek mati saat Nuwan lahir. Ibu menyesal melahirkan Nuwan. Ibu pikir, kalau Nuwan tidak lahir, kakek nenek pasti masih hidup."
"Ibumu sangat kolot. Kau tidak boleh mengikutinya."
"Kakak tidak percaya pada bintang bencana?"
"Aku hanya percaya pada diriku sendiri. Jika bintang bencana itu memang ada, maka aku bisa menjadi salah satunya. Aku bisa mengaduk satu negeri dengan pasukanku. Bukankah aku lebih cocok menjadi bintang bencananya?"
Nuwan yang mendengarnya tersenyum. "Kakak bintang bencana?"
"Kenapa? Tidak mau?"
"Mau. Nuwan mau punya kakak." Nuwan mendekat dan sudah akan memeluk Raza saat pria itu malah berdiri menghindarinya. "Kakak?" Nuwan mendongak dengan mata berkaca.
Raza mengulurkan tangannya. "Ayo berdiri. Di sana dingin."
Bibir itu cemberut tapi tak ayal dia mengambil tangan Raza dan satu gerakan sudah ditarik berdiri sampai tubuh mereka bertabrakan. Raza berdehem terus menjaga jarak dari Nuwan. Dia tidak mau mengambil kesempatan pada gadis muda yang tidak tahu apa-apa.
Raza menepuk tangannya dengan pelan. Dia mengedarkan pandangannya. "Seharusnya jalan ke arah sana tidak akan jauh sampai kita menemukan pinggir hutan. Aku akan mengantarmu ke sana dan kau pulang. Malam ini kau harus kembali tanpa kakak sepupumu. Malam sangat menakutkan di tengah hutan, jangan sampai kau terluka."
Nuwan yang mendengarnya menatap tidak percaya. Dia sudah melakukan segalanya dan pria ini masih akan mengirimnya kembali. Dan bahkan bukan kembali bersamanya ke rumah melainkan kembali ke pinggir hutan, mengantarnya sampai di sana dan dia akan pergi tanpa ada yang terjadi.
Seolah dengan mengampuni nyawa Nuwan, itu menjadi kebaikan yang harus diterima lapang dada. Apa hati pria ini memang terbuat dari batu? Nuwan tidak hanis pikir ada yang tidak terugugah sama sekali.
Tangan besar Raza bergerak di depan wajahnya, membuat Nuwan mengerjap.
"Apa yang kau pikirkan, Gadis Kecil?"
Nuwan cemberut. "Nuwan harus mencari sepupu."
"Memaksa mencarinya semalaman tidak akan membuahkan hasil. Kau bisa dimakan binatang buas. Aku akan meminta orangku membantumu mencarinya, besok pasti ditemukan. Katakan itu pada ibumu."
Dan membiarkan wanita itu tetap memukulnya semalaman. Dia lebih suka berkeliling di hutan dan memilih menghadapi binatang buas dari pada wanita ningrat yangtidak akan percaya padanya itu.
Nuwan melangkah pergi, meninggalkan Raza. "Nuwan akan pergi sendiri. Kakak tidak mau bersama Nuwan maka Nuwan juga tidak mau bersama kakak."
"Nuwan, dengarkan aku. Kau ...."
Nuwan melangkah dengan cepat, berlari malah dan Raza yang melihatnya berdecak dengan kesal. Dia tidak bisa mengatakan masa bodoh, seperti yang biasa dia katakan. Dia tidak dapat mengabaikan gadis itu yang menghindarinya dalam pelariannya yang mencari tempat-tempat gelap sebagai pijakannya.
Entah kenapa, sejak awal Nuwan memang mengganggunya. Sekarang terbukti, gadis itu menjadi alasan terkuatnya mengalami sakit kepala.
Raza berlari dengan kencang. Berusaha membaca gerakan Nuwan. Dia menyeringai kemudian setelah menemukan cara mengejarnbya. Dalam gerak cepatnya, Raza mengambil sisi di mana Nuwan akan mengambilnya. Itu membuat tubuh mereka bertemu dan Raza menangkap Nuwan dalam desahan panjang.
Nuwan merengek minta dilepaskan. Dia terus mengatakan tidak mau pulang sampai kepala Raza terasa berdenyut sakit karena suaranya.
***
Ready pdf
35k
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjerat Sang Pangeran (JUM)
Storie d'amoreNuwan Harmis yang tidak pernah dicintai oleh ibu kandungnya sendiri butuh seseorang sebagai tempatnya bersandar, karena kalau tidak, keluarga Harmis akan memperlakukannya dengan buruk dan semena-mena. Satu-satunya yang bisa membuat keluarga besar di...