Extra Part

389 17 0
                                    

Acara resepsi pernikahan belum selesai, bahkan setelah larut. Beberapa orang dari keluarga Shintaro dan keluargaku, memilih untuk melanjutkan malam dengan alasan; saling mengenal besan, yang benar saja?

Anehnya, meskipun sedang ingin berkumpul di dalam aula besar hotel milik Kakek Shintaro, mereka malah menyuruh kami pengantin baru, untuk naik ke kamar lebih dulu. Aku mengernyitkan dahi, tetapi Shintaro malah mengandengku untuk segera pergi.

"Padahal kita yang menikah, tetapi kenapa mereka yang saling mengenal?" gumamku pada Shintaro, tetapi dia hanya tertawa kecil dan terlihat menantikan sesuatu saat menatap indikator lantai pada lift.

Saat bunyi dentingan terdengar dan pintu lift terbuka. Aku langsung mendapati satu pintu besar megah yang menjadi satu dari tiga kamar di lantai ini.

"Ini hadiah tambahan dari Kakek," ucap Shintaro, seolah mengerti mengapa aku menatap ruangan di depanku, "aku sudah bilang aku akan bayar biayanya, tapi beliau memaksa untuk aku mengambil president suit untuk honeymoon kita."

Aku menoleh, melihat Shintaro yang tersenyum setelah mengatakan kata 'honeymoon' dan itu membuatku tersipu.

Benar, setelah pernikahan akan ada ... honeymoon.

Saat aku masih terbayang-bayang kata itu, Shintaro sudah merangkul pinggangku untuk masuk ke dalam salah satu pintu, tangannya yang besar dan jenjang itu mengambil kartu akses di dalam saku jas dan mendekatkannya pada gagang pintu, "Silakan, Tuan Putri," ujar Shintaro saat pintu telah terbuka.

Aku masuk lebih dulu dan Shintaro menutup pintu di belakang kami. Belum ada beberapa langkah untuk masuk ke dalam kamar, bahkan aku tidak sempat melihat interiornya, Shintaro sudah menarik tanganku dan membuat punggungku menyentuh tembok.

"Shin--"

Shintaro langsung membekap bibirku dengan bibirnya, membuatku tidak punya kesempatan untuk bertanya, mengapa dia menarikku seperti itu?

Tangannya yang tadi menarikku, kini dia gemggam. Sedangkan tangan sebelahnya sibuk membuka kancing-kancing dari jas yang dia kenakan.

Untuk beberapa saat, Shintaro melepaskan ciuman kami dan tatapannya menunjukkan banyak emosi. Tanpa kusadari, Shintaro telah membuka jasnya, melempar ke sembarang arah dan kini melonggarkan dasi, "Apa kamu benar-benar tidak tahu apa-apa, atau berpura-pura tidak tahu?" tanya Shintaro, suaranya rendah dengan napas memburu.

Aku terkejut, ketika Shintaro kini sudah membuka bajunya, membuat otot-otot kencang dan terbentuk itu mengkilap di bawah lampu kekuningan pintu masuk kamar.

Aku menggeram dalam hati. Pemandangan ini tidak baik untuk jantungku.

Dalam sekali gerakan, Shintaro mengangkatku yang masih memakai gaun pernikahan ke atas tempat tidur dan meletakkanku di sana dengan lembut, "Kamu selalu cantik," kata Shintaro, sebelum mengelus pipiku, "tapi hari ini terlihat jauh lebih cantik lagi, Fia."

"Apa karena kamu sudah jadi istriku, ya?" tanyanya sebelum tertawa pelan.

Shintaro mendekat kembali untuk menciumku dan perlahan sebelah kakinya naik ke atas tempat tidur, sebelum aku mendorong dadanya pelan.

Ciuman kami terhenti dan raut wajahnya terlihat terluka, "Ada apa?" tanyanya khawatir.

Aku memalingkan wajah sejenak, menahan rasa malu dan berdebar di saat yang sama, "Selama ini, kamu yang membuat aku istimewa," bisikku padanya, nyaris tidak terdengar, tetapi Shintaro langsung duduk di sampingku, seolah tahu aku ingin mengatakan sesuatu, "kali ini, biarkan aku yang melakukannya."

Shintaro terlihat bingung melihat aku mulai berlutut di lantai dan menyandarkan kepalaku di pahanya, "biarkan aku memberimu ini," kataku, yang ingin menyentuh ikat pinggang Shintaro.

COOKIES & HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang