Bab 16 - Olla dan Amarahnya

306 20 0
                                    

Sejak hari itu, aku mulai rutin mengunjungi cafe milik Ryu. Selain untuk mulai membangun karir menulisku kembali, aku menggunakan waktu itu untuk menemui Shintarou.

"Kamu sudah menghubungi editor lamamu, kalau kamu mulai menulis lagi?" tanya Kaiden saat kami bersantai di ruang keluarga setelah makan malam.

Untunglah saat ini kami sedang menonton salah satu series di netflix, jadi aku tidak perlu mengalihkan pandangan dari layar televisi. "Sudah. Editor lamaku tampaknya lebih sibuk dari sebelumnya. Jadi ia sedang mencarikan editor lain yang cocok untuk menangani naskahku."

"Fantasi lagi?"

Kuanggukkan kepalaku. "Aku sudah beberapa kali mencoba membuat novel romansa. Namun nampaknya tidak sesukses saat menulis fantasi."

Suara renyah tawa Kaiden terdengar. "Bukankah itu karena saraf percintaanmu terlalu gersang?"

Spontan aku menoleh ke arah Kaiden dengan melayangkan tatapan tidak suka. "Menurutmu, itu salah siapa?"

"Aku dan Kaiden hanya berusaha melindungimu dari pria yang salah," ujar Julian yang mulai bergabung dengan kami.

Lagi-lagi alasan itu yang mereka gunakan.

"Kamu tahu kan, pria zaman sekarang itu.... bagaimana," timpal Kaiden.

"Ah, terserah kalian lah," ucapku yang lelah dengan topik berulang. Mereka selalu menggunakan alasan melindungiku untuk menggantikan sikap mengekang yang tanpa sadar mereka lakukan.

Mungkin benar kata Shin. Aku sudah bukan berada di usia untuk terlalu banyak dilarang hanya karena seseorang beranggapan bahwa itu buruk untukku.

Setidaknya, aku harus siap menerima resiko dari apa yang kuperbuat. Meskipun itu merupakan kesalahan yang membawa pada kesedihan yang mendalam.

***

Hampir setiap hari aku mengunjungi cafe milik Ryu. Entah itu untuk mendiskusikan naskah baruku dengan editor atau sekedar menemui Shintarou.

Semua kulakukan dalam ruang tertutup yang khusus diberikan Ryu. Bahkan saat pria itu tidak ada di tempat, para karyawan cafe langsung sigap mengarahkanku ke ruang pribadi atau terkadang di hari yang sibuk, mereka langsung memberikan kunci ruangan padaku.

Sebuah deringan telepon dari nama yang paling tidak ingin kulihat saat ini muncul begitu saja di layar teleponku.

Shintarou yang mulai lebih santai menanggapi hubunganku dan Julian pun memberi isyarat seperti untuk mengangkat saja teleponnya tanpa ragu.

"Mau kujemput?" Suara yang setajam sebilah pisau langsung menyambut indera pendengaranku.

Entah kenapa, perasaanku tidak enak mendengar suara Julian yang sudah tidak bersahabat sejak awal.

"Emmm.... tidak perlu. Aku akan pulang nanti saat makan malam. Katanya Olla juga ikut, kan?" Aku mencoba sedikit mengalihkan topik pembicaraan.

"Hm, jangan terlambat." Ia langsung mengakhiri telepon, tanpa sempat aku memberi respon apa pun.

Mataku melirik ke arah jam yang berada di sudut layar telepon.

Sudah pukul 5.30 sore. Biasanya kami makan malam saat jam 7 malam. Kupikir sudah seharusnya aku pulang, jika tidak ingin menimbulkan kecurigaan pada Kaiden atau Julian.

"Kurasa aku harus segera pulang."

Walau sekilas terlihat Shin enggan melepas kepergianku, untunglah lelaki itu tetap membiarkanku pulang.

Sebuah kecupan singkat ia jadikan kompensasi karena aku tidak mengizinkannya mengantar sampai depan rumah.

'Kuharap kamu mengerti, Shin. Aku hanya masih ingin menghindari pertengkaran.' Pikirku saat mulai meninggalkan Shin.

COOKIES & HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang