Bab 15 - Merindukanmu

561 28 5
                                    

Aku terkejut mendapati sosok yang kukenal, begitu melangkah masuk ke dalam cafe. 

"Yo!" Ryu malah tampak santai menyambutku dengan senyuman lebar sambil melambaikan tangan. 

"Ryu? Bukankah kamu pegawai kantoran?" ucapku yang berusaha mengkonfirmasi kalau apa yang ia ucapkan waktu itu bukanlah sebuah kebohongan.

Senyuman Ryu tampak semakin lebar. "Memang pegawai kantoran tidak boleh mengambil cuti?" Candanya. "Aku harus ke dokter tadi pagi untuk memeriksa sesuatu. Karena terlanjur senggang, jadi aku memutuskan untuk mengecek cafe sekalian."

Ah, jadi ini cafe milik Ryu...

Mataku langsung memandang sekeliling. Interiornya cukup nyaman. Tidak banyak ornamen aneh yang mengganggu. Selain pencahayaannya yang terasa nyaman untuk membaca buku, meja dan kursi cafe ini bahkan terlihat pas untuk ditempati selama berjam-jam sambil mengerjakan sesuatu dengan laptop.

"Kamu mengincar konsumen yang produktif ya," gumamku yang tampaknya disadari oleh Ryu.

"Omong-omong..." Kulihat pandangan matanya beralih pada laki-laki di sebelahku. "Ruangannya sudah kusiapkan. Kalian bisa mengobrol lebih nyaman di sana."

Shin terlihat mengangguk. Ia langsung merangkulku untuk menuju ruangan yang dimaksud Ryu.

Apa ini? Kenapa mereka tampak akrab?

"Ryu teman dekatku," ujar Shintarou.

Seperti biasa. Laki-laki itu terlihat mampu membaca apa yang ada di pikiranku saat ini.

Tak lama setelah sampai di ruangan, ada seorang barista yang mengetuk pintu untuk mengantarkan minuman dan beberapa makanan ringan.

"Jadi, kita bisa bicara sekarang?" tanya Shin setelah memastikan kalau tidak akan ada siapa pun yang datang untuk memotong percakapan kami.

Aku mengangguk, di sisi lain juga gugup. Aku bahkan tidak bisa menatap ke arah Shin langsung. Mataku hanya memandangi dua es cokelat, beberapa cookies yang tampak dipanggang sempurna, serta croissant yang terlihat berkilau.

Tubuhku sedikit tersentak, tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut. Saat Shin yang duduk di seberangku malah kini berpindah duduk tepat di sebelah. Membuatku merasa terperangkap karena dihimpit oleh dinding di sebelah kanan dan tubuh tinggi tegap Shin di sebelah kiri.

"Apa selama ini hanya aku yang merindukanmu seorang diri?" 

Bulu kudukku meremang saat suara rendah Shin berbisik di telingaku.

"Kenapa berbisik seperti itu?" Aku terpojok. Tidak ada ruang lebih untuk menjauh dari Shin yang berhasil membuat jantungku berdebar tidak karuan.

Senyum tipis itu merekah di bibirnya. "Aku merindukanmu," ucapnya lembut.

"Aku... juga."

Sebelah alis Shintarou terlihat naik. Ia seperti tampak tidak percaya dengan apa yang kukatakan.

"Sungguh... aku benar-benar merindukanmu."

Kurasakan belaian lembut di pipi. "Lalu kenapa kamu menghilang? Aku bahkan tidak bisa menghubungimu sama sekali."

Kalau boleh jujur, aku sangat... sangat... ingin menghubungimu, tapi sahabatku yang tidak waras ini bahkan tidak mengizinkanku untuk memegang ponselku sendiri.

"Kejadiannya... terlalu cepat sampai aku sedikit bingung harus menceritakannya dari mana." Dengan perasaan ragu, kulirik pria di sebelahku. Aku penasaran, reaksi seperti apa yang akan ia berikan saat mendengar respon konyol seperti ini.

Kupikir setidaknya Shin akan memandangku dengan tatapan aneh. Tapi sorot matanya tampak menyiratkan kalau ia ingin serius mendengar apa yang akan aku sampaikan.

COOKIES & HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang