Aku mengetuk pintu rumah Guru Drona. Suara ketukanku terdengar jelas, menyatu dengan keheningan di sekitar. Aku mengetuknya beberapa kali, menunggu dengan sabar, tetapi tak ada jawaban. Waktu berlalu, menit demi menit, dan rumah itu tetap sunyi. Apakah Guru Drona sedang tidak ada di rumah? Aku memandangi sekeliling, berharap menemukan tanda-tanda kehidupan. Namun, tidak ada yang bergerak di dalam.Aku hampir menyerah, bersiap untuk duduk di teras. Belum sempat duduk, aku melihat Guru Drona di gerbang sanggar. Dia sedang berjalan perlahan, membawa sebuah keranjang kecil di tangannya, penuh dengan buah-buahan segar. Ketika dia melihatku berdiri di teras rumahnya, dia tersenyum ramah, lalu melangkah menghampiriku.
"Halo Raka, ada apa?" tanyanya sambil meletakkan keranjang buah itu di meja teras.
Aku menghirup napas dalam-dalam. "Aku ingin bertanya sesuatu, Guru." Tanpa basa-basi, aku langsung mengutarakan niatku.Guru Drona mengangguk pelan, memberi isyarat agar aku duduk di kursi teras. Dia menatapku dengan penuh perhatian, seperti tahu bahwa pertanyaanku kali ini bukan hal sepele. Setelah duduk, aku meraih kalung yang menggantung di leherku. Aku melepasnya, mengulurkan kalung itu ke tangan Guru Drona. "Benda apa ini, Guru?" tanyaku.
Ekspresi wajah Guru Drona langsung berubah saat melihat kalung itu. Matanya melebar, penuh keterkejutan, seolah dia tidak pernah menduga akan melihat benda ini. Dia meraih kalung itu dengan tangan yang sedikit bergetar, lalu memeriksanya dengan seksama. Beberapa menit berlalu dalam keheningan, hanya terdengar suara angin yang sesekali menghembus daun-daun di sekitar.
Akhirnya, Guru Drona menghela napas panjang, dan mengangkat wajahnya ke arahku. "Ini adalah potongan Suryaskar," katanya pelan, suaranya berat.
Aku memiringkan kepala, mencoba mencerna apa yang baru saja dia katakan. "Suryaskar? Apa itu?"
Guru Drona tersenyum, lalu menarik kalung yang dia kenakan dari balik jubahnya. Selama ini aku tidak pernah tahu bahwa dia juga memiliki kalung serupa. Kalung itu tampak hampir identik dengan milikku. Dia memperlihatkannya padaku, menyandingkannya dengan kalung Suryaskar di tangannya.
“Sebelumnya, kau tahu tentang Askar?" tanyanya, matanya menatap tajam ke arahku.
Aku mengangguk pelan. "Ya, aku mengetahuinya dari Rani," jawabku.
Guru Drona mengangguk kembali, seolah puas dengan jawabanku. "Baiklah. Suryaskar adalah jenis Askar di dunia ini. Ia merupakan salah satu dari dua Askar terkuat, bersama dengan Candraskar," jelasnya sambil menunjuk kalung yang ia kenakan. "Suryaskar adalah Batu Sihir Matahari, sementara Candraskar adalah Batu Sihir Bulan."Aku menatap kalungku lagi, merasa sedikit lebih paham, meski sebagian besar penjelasan itu masih samar bagiku. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku. "Kenapa Suryaskar ini disebut potongan, Guru? Apakah Suryaskar terpecah?" tanyaku, bingung.
Tatapan Guru Drona berubah menjadi lebih serius. Mata tuanya kini memancarkan kesedihan yang mendalam, seolah dia sedang mengingat sesuatu yang pahit. "Ya, Suryaskar terpecah tujuh belas tahun yang lalu. Saat itu, sebuah insiden besar terjadi... insiden..." ucapnya, suaranya terhenti mendadak, seperti terbawa oleh emosi yang sulit diungkapkan.
Aku menatapnya penuh tanda tanya. "Ada apa, Guru?"
Guru Drona menatapku dengan tatapan sayu, berbeda dari biasanya. “Kau tahu tentang insiden Phoenix?" tanyanya, pelan.
Aku terkejut mendengarnya. "Ya, aku tahu...," jawabku dengan suara yang hampir berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Askarayudha [Terbit]
FantasyNamaku Raka, dan usiaku 17 tahun. Aku hanyalah remaja laki-laki biasa, seperti kebanyakan orang. Bedanya, aku tinggal di hutan. Orangtuaku hilang saat aku lahir, jadi aku dibesarkan di sana oleh seseorang bernama Aidan. Namun, ada yang berbeda darik...