"Kenapa kamu terlambat, Rosa?" Tanya pria tampan yang merupakan seorang dosen tersebut.
"Tadi di jalan macet, Pak. Ada yang kecelakaan. Bapak kan tidak memperbolehkan siswa yang telat masuk ke kelas Bapak jadi Saya enggak masuk ke kelas bapak deh." Jelas wanita itu sambil menundukkan kepalanya.
"Lalu, kenapa kamu lesu begitu?" Tanya pria itu lagi.
"Saya lagi datang bulan, Pak." Jawabnya singkat.
"Jangan di jadikan alasan, lain kali berangkatnya lebih pagi." Ucap pria tersebut.
"Saya harus datang sepagi apa lagi atuh Pak? kalau saya datangnya lebih pagi lagi nanti saya tidak bisa bikinin sarapan dan bekal buat bapak dan sekaligus saya sendiri sih." Keluh nya.
Pria itu menghela nafasnya. "Ya sudah, jadi mau seperti apa?"
"Ya, tidak usah seperti apa-apa. Doakan saja supaya lain kali saat saya berangkat ke sini tidak ada kecelakaan ataupun kejadian lainnya yang akan membuat saya kembali terlambat masuk bapak lagi." Ucapnya.
Pria tersebut mengangguk. "Baiklah, kamu boleh pergi sekarang. Kamu masih ada kelas selanjutnya kan? Jangan sampai terlambat."
Rosa mengangguk, ia menjulurkan tangannya dan di balas dengan kerutan di dahi sang pria. "Aku mau salim." Ucap Rosa.
"Ah!" Sang pria pun langsung menjulurkan tangannya. Setelah salim Rosa berpamitan dan pergi meninggalkan ruangan dosen nya tersebut.
Pria tersebut merebahkan tubuhnya ke senderan kursi nya, ia menghela nafas panjang. "Gadis kecil itu." Gumam nya.
Tak lama ada yang mengetuk pintu ruang kerjanya kembali. "Ya, masuk." Ucapnya.
Seorang pria masuk dan berkata. "Selamat pagi, Pak Arthur."
Pria tersebut menampilkan ekspresi nya yang nampak kesal. "Kamu lagi, Za. Ada apa? Enggak perlu informal begitu dengan saya kalau tidak di depan murid-murid."
Zaidan tersenyum sembari duduk di kursi yang ada di hadapannya Arthur. "Saya hanya mencoba untuk menghormati senior saya yang paling tampan di seluruh universitas ini."
Arthur menggelengkan kepalanya. "Ada-ada saja kamu."
Zaidan terkekeh. "Tadi saya lihat Rosa baru habis keluar dari ruangan ini ya, pak? Kenapa dia, Pak? Setahu saya Rosa itu adalah murid berprestasi yang baik loh."
Arthur terdiam sejenak. "Ah, iya, saya tahu itu. Tadi dia terlambat masuk ke kelas saya, jadi saya bertanya alasannya Karena ini adalah keterlambatan pertamanya selama 5 semester terakhir."
Zaidan mengangguk paham. "Oh ya, saya ke sini dengan tujuan yang lain, ada yang ingin saya bahas dengan anda, Pak."
Arthur mengangguk. "Boleh saja, silahkan. Saya tidak ada kelas hingga siang nanti."
Zaidan mengangguk dia mulai berbicara dengan Arthur tentang apa yang ingin dia sampaikan, dia ingin mengetahui pendapat serta saran dari seniornya tersebut.
×××××
"Kamu kenapa, Sa?" Tanya Amanda yang merupakan seorang teman Rosa.
"Ini, aku lagi ngerjain tugas dari Pak Arthur Karena tadi aku telat masuk ke kelas nya." Jawab Rosa.
Amanda sedikit terkejut. "Wow, istrinya sendiri tidak luput dari hukumannya ya." Ucapnya sambil terkekeh.
"Dia itu orangnya profesional, kehidupan pribadi tidak boleh dicampur kan dengan kehidupan pekerjaannya, sekolah itu adalah sekolah dan rumah itu adalah rumah, jadi ya di sekolah aku adalah muridnya dan aku juga bisa mendapatkan hukuman." Jelas Rosa yang mengerti akan sikap suaminya itu.
"Baru juga 4 bulan nikahnya, udah tahu aja kebiasaannya." Goda Amanda.
"Itu tertulis di kontrak pernikahan kami." Jawab Rosa.
Amanda cemberut. "Ohh, begitu. Cih, tidak romantis sekali."
"Kamu tidak boleh terlalu berharap berlebih kepada orang sepertinya. Dia itu sangat apa ya istilahnya? 'Rasional'? Dia bukan tipe pria yang seperti itu, dia bukan tipe pria yang menjunjung tinggi perasaannya dan bertindak sesuai dengan perasaannya. Itu yang aku rasakan selama 4 bulan ini." Ucap Rosa.
"Ya-ya, baiklah, aku mengerti. Kalau begitu apakah kau ingin aku belikan sesuatu di kantin?" Tanya Amanda.
Rosa menggeleng. "Tidak perlu, aku membawa bekal."
"Baiklah kalau begitu aku ke kantin dulu ya, lanjutkan kerja kerasmu." Ucap Amanda sembari meninggalkan Rosa ke kantin.
×××××
To Be Continued 🌬️
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kecil Sang Dosen Tampan
Teen Fiction"Kamu enggak minta saya jadi dospem kamu?" "Enggak, Pak. Saya sudah minta Bu Maya buat jadi dospem saya." "Kenapa?" "Saya sudah cukup di bimbing sama Bapak di rumah setiap hari. Sekaligus, biar kita sama-sama lebih profesional saja sih, Pak."