2 bulan sudah pernikahan kami terlewat. Yang mungkin ditanyakan adalah apakah kami sudah tidur dalam satu ranjang? Jawabannya tentu saja belum. Aku belum berani meminta sebab merasa belum benar-benar jatuh cinta, sementara Cika juga agaknya tak berniat mengajakku berbaring di sebelahnya. Ia masih setia membiarkanku tidur di depan televisi beralaskan kasur selebar 120 x 200 cm. Marah? Tidak, sama sekali tidak. Aku paham kami masih dalam tahap menerima. Ada yang berpikir terlalu lama? Ya bagi sebagian orang, tapi bagiku dan Cika lain. Ini proses kami untuk benar-benar saling menerima dengan perasaan cinta yang suka rela, bukan memaksa karena status sudah ada.
Oh, mungkin sebagian orang berpikir betapa kurang ajarnya Cika sebagai istri. Bagaimanapun, aku memahami itu dan itu cukup. Dengan Cika yang mau menikah, mau menerimaku sebagai suaminya, mau berproses, mau mengenalku, mau belajar mencintaiku yang bahkan 9 tahun lebih tua darinya saja sudah cukup. Menuntut cinta? Tentu saja, baik Cika maupun aku saling menuntut untuk dicintai. Hanya kami butuh waktu, semua orang butuh waktu untuk saling mencintai dan waktu yang dibutuhkan setiap orang tidaklah sama. Aku masih mengerti selama tidak ada orang ketiga, proses kami akan kunikmati.
Akan tetapi, aku hanyalah manusia biasa yang minim pengalaman menjalin hubungan, dan sejujurnya karena pengalaman burukku dengan cinta pertamaku, aku menjadi cukup posesif. Seperti beberapa minggu terakhir ini, aku seperti tak suka melihat Cika bermain ponselnya. Ia akan banyak tertawa atau tersenyum dengan ponsel digenggamannya, entah selepas mengetikkan sesuatu atau menempelkannya di telinga. Aku sempat bertanya, "Apa yang seru dari ponselmu?" Cika akan menjawab bahwa tidak ada apa-apa di ponselnya, hanya video lucu dan ia akan meletakkannya lalu berbicara denganku.
Sialnya, pikiran kotorku ini terkadang membuat skenarionya sendiri. Bagaimana jika Cika masih berhubungan dengan Sandi? Bagaimana jika karena lelahnya ia dengan bab akhir skripsinya membuat Cika mencari laki-laki lain untuk menghiburnya? Yang selera humornya mirip dengannya, sementara aku cukup tua dan canggung untuk seperti laki-laki seumurannya. Ah, tapi pikiran semacam itu tidak baik, kan? Aku harus mempercayai istriku bagaimanapun keadaannya. Tidak mungkin perempuan dengan pemikiran seluas Cika bisa mempermainkan pernikahannya.
"Mas, besok aku habis bimbingan siang kan? Sorenya mau ke transmart boleh ya?" tanya Cika disela kesibukan kami menata rumah dinas. Ya, kami baru saja pindah kemarin dan belum selesai menata barang-barang yang kami punya. "Kan besok ndak ada kegiatan Persit juga. Mumpung, mau main bentar."
Menimang-nimang. Sebab esok aku ada tugas dari pagi hingga sore, tidak mungkin bisa menemani Cika ke salah satu mall di daerah Kartasura, Sukoharjo itu, cukup jauh dari Sragen. Mungkin 1 jam perjalanan dengan kondisi lalu lintas yang tidak akan macet berjam-jam.
"Ya, Mas, ya? Besok kalau di-ACC terus maju sidang sekaligus perayaan kecil deh lepas penat. Habis stay cation di Tawangmangu itu aku belum cari hiburan ke mana-mana, cuma kampus batalyon, kampus batalyon, rumah, suntuk!" keluhnya yang juga aku pahami. 2 bulan hanya melakukan aktivitas biasa tanpa hiburan, ah atau ia hanya menghibur diri denhan ponselnya itu.
"Tapi besok Mas nggak bisa nemenin, Dik. Bapak pulang ke Solo." Kata Bapak adalah untuk Presiden Indonesia saat ini. Aku biasa menyebutnya begitu, bagaimanapun beliau adalah panglima tertinggi di TNI. "Subuh aja Mas sudah harus berangkat pengamanan."
Cika terkekeh kecil. "Ya nggak masalah, aku emang mau sendiri aja. Me time, Mas."
Sejujurnya sedikit kecewa, seperlu itukah "me time" di saat kita bisa saja mencari waktu yang pas untuk berkencan, berdua, menumbuhkan perasaan satu sama lain. Ah, apa dia akan pergi dengan temannya dan tidak mau diganggu?
"Mas? Nggak boleh ya?" Ada sedikit wajah kecewa di sana.
Mengusak wajahku pelan. Aku harus menjauhkan pikiran burukku. Harus ingat pesan Mbak Ayu bahwa meskipun kami sekarang hidup berdua, akan ada masa masing-masing kami butuh waktu sendiri dan baik aku maupun Cika harus mengerti. Dengan Cika meminta izin padaku pun itu sudah sangat baik daripada ia pergi tanpa pamit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Neverland 408
RomanceNeverland, dunia dalam dongeng disney yang menghipnotis banyak penikmatnya. Tokoh PeterPan yang menyukai Wendy, tokoh TinkerBell yang menyukai PeterPan, hingga tokoh Terence yang secara tidak sadar jatuh hati pada TinkerBell. Mereka semua hidup di N...