Demam

398 43 4
                                    

Pagi itu, Nara terbangun dengan kepala yang berat dan tubuh yang terasa panas. Rasa pusing menyelimuti dirinya, tetapi ia menolak untuk menyerah pada kondisi tubuhnya yang semakin lemah. Sebagai istri, ia merasa harus tetap menjalankan tanggung jawabnya, meskipun Archen mungkin tidak akan memperhatikan atau peduli.

Setelah bangkit dari tempat tidur dengan susah payah, Nara menuju kamar mandi. Ia melihat bayangannya di cermin—wajahnya tampak pucat, bibirnya kering, dan matanya terlihat lelah. Nara menghela napas panjang, menutupi kelemahan dirinya dengan senyuman tipis. Ia tahu bahwa Archen tidak akan peduli dengan kondisinya, dan ia tidak ingin membuat masalah atau menambah beban bagi Archen dengan menunjukkan kelemahannya.

Nara tidak mengoleskan lip balm seperti biasanya, dan ia membiarkan wajahnya tanpa makeup. Dengan langkah yang sedikit goyah, ia menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Setiap gerakan terasa berat, dan kadang-kadang ia harus berhenti sejenak untuk mengumpulkan tenaga. Namun, Nara tetap bertahan, berusaha sekuat tenaga agar tidak terlihat sakit di depan Archen.

Archen muncul di dapur beberapa saat kemudian, seperti biasa, dengan penampilan yang rapi dan ekspresi dingin. Ia melirik sekilas ke arah Nara yang sibuk dengan pekerjaannya di dapur. Ada sesuatu yang berbeda pada penampilan Nara pagi itu, tetapi Archen hanya berpikir bahwa mungkin Nara sedang malas berdandan atau mengoleskan lip balm.

"Selamat pagi," kata Archen datar, tanpa memberikan perhatian lebih.

"pagi," balas Nara dengan senyum yang dipaksakan, meskipun suara seraknya sedikit mengkhianati kondisinya.

Archen tidak memperhatikan perbedaan itu. Ia duduk di meja makan, memeriksa ponselnya dengan serius, seperti biasanya. Nara menyajikan sarapan di hadapannya, dan meskipun tubuhnya lelah dan demam, ia berusaha untuk tidak menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Ia bahkan mencoba untuk bercanda ringan, meskipun suara tawanya terdengar lemah.

"Kamu nggak pake lip balm hari ini?" tanya Archen tiba-tiba, meskipun suaranya tetap datar dan tanpa emosi.

Nara terkejut mendengar pertanyaan itu, tetapi ia hanya tersenyum kecil, menutupi rasa sakit yang semakin terasa di seluruh tubuhnya. "Oh, iya, tadi aku lupa," jawabnya santai, meskipun sebenarnya ia terlalu lelah untuk merawat penampilannya.

Archen mengangguk tanpa berpikir lebih jauh dan kembali fokus pada sarapannya dan ponselnya. Ia tidak menyadari bahwa Nara sebenarnya sedang berjuang melawan demam yang semakin tinggi, karena Nara sangat pandai menyembunyikan kelemahannya di hadapan Archen.

Setelah selesai sarapan, Archen segera pergi ke kantor tanpa berkata apa-apa lagi. Nara tersenyum pahit saat ia menutup pintu di belakang Archen. Saat itu, tubuhnya mulai gemetar, dan ia harus berpegangan pada meja untuk menjaga keseimbangan. Namun, ia tetap tidak mau menyerah.

Nara memutuskan untuk tetap melanjutkan pekerjaan rumahnya meskipun tubuhnya semakin lemah. Di sepanjang hari, ia membersihkan rumah, namun Nara terus merasakan mual, Setiap kali ia merasa ingin menyerah, ia mengingatkan dirinya bahwa Archen tidak boleh tahu bahwa ia sakit.

Namun, di dalam hatinya, Nara tidak bisa menahan rasa kesepian yang semakin menghantuinya. Meski ia berusaha keras untuk tetap menjalankan tugasnya sebagai istri, ada bagian dari dirinya yang merindukan perhatian, meskipun hanya sedikit, dari Archen. Tetapi Nara tahu bahwa harapannya itu mungkin tidak akan pernah terpenuhi.

Tubuh Nara semakin lemah. Setelah menyelesaikan sarapan dan melihat Archen pergi ke kantor, ia berusaha untuk menyelesaikan tugas rumahnya seperti biasa. Namun, demam yang semakin tinggi membuatnya merasa semakin tak berdaya. Pusing yang menyengat dan mual yang terus-menerus mengganggunya membuat setiap langkah terasa berat.

Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan, Nara akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak di kamar tamunya. Ia berjalan perlahan ke arah kamar, dengan tangan yang gemetar memegang gagang pintu. Sesaat setelah ia rebahkan tubuhnya di kasur, rasa lega sempat menyelimuti dirinya. Namun, baru saja ia memejamkan mata dan mulai tertidur, suara pintu depan yang terbuka terdengar.

CAN I ??? [Joongpond]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang