11 | Trauma

6 3 0
                                    

Sora membuka sedikit pintu rumahnya dan mulai kesulitan mengatur napasnya sendiri ketika melihat seseorang yang mendatangi rumahnya. Orang itu, tak lain dan tak bukan, Lee Felix, yang datang seorang diri dengan wajah yang tak terlihat baik-baik saja.

Sora merasa iba melihat Felix yang sepertinya telah mendapatkan hukuman dari keluarganya. Namun, di sisi lain, Sora enggan membukakan pintu untuknya.

“Gue gak ada niat jahat lagi, gue buru-buru ke sini karena mau minta maaf ke lo di depan keluarga lo, sebelum orang tua lo sibuk kerja lagi.” Sora masih diam, hening menyelimuti suasana di antara keduanya.

Hingga Hyunjin datang memecah keheningan, “Ngapain? Masih berani nunjukin muka lo depan keluarga gua?” sarkas Hyunjin.

“Iya, gue mau minta maaf.”

Sora mendorong Hyunjin agar menjauh dari pintu, lalu kembali menatap Felix, “Gue maafin, tapi, jangan berani datengin gue dan nunjukin muka lo depan gue lagi,” ucap Sora dengan tenang, kemudian melenggang pergi.

Hyunjin menyusulnya dan tak terima dengan keputusan Sora, meninggalkan Felix yang tertunduk dengan rasa bersalah yang masih menjalar. Sang Kakak sepertinya berusaha membujuk, “Seol, kok gitu doang sih? Harusnya lo kasih hukuman kek biar setimpal.”

“Balas dendam bikin hati lo kotor. Gimana kalau gue kasih kalian berdua hukuman?” Hyunjin tak menjawab, sibuk menggigit bibirnya. Ia tak yakin jika hukuman dari Sora bisa dikatakan hal yang mudah di terima olehnya.

Sora sadar dengan raut wajah Hyunjin, namun memilih tak peduli dan melanjutkan ucapannya, “Usahain gimana pun caranya, bikin circle kalian kayak semula. Perbaiki hubungan antara lo, sama Felix, dan Kak Seungmin juga.”

Benar, 'kan, dugaannya. Raut wajah si sulung berubah kesal, tapi tak berani membantah permintaan si bungsu. Ditatapnya Sora lalu melayangkan protesnya, “Kok lo manggil Kakak ke Seungmin doang sih?”

Sora hanya mengangkat bahunya acuh dan kembali meninggalkan Hyunjin sendirian di depan kamarnya. Sora terdiam beberapa menit untuk memastikan tak ada lagi eksistensi Hyunjin di balik pintu.

Hyunjin akhirnya pergi, sementara tubuh Sora merosot ke lantai dan bersandar pada pintu. Pikirannya mulai melayang dan menunjukkan tanda bahwa dirinya tak baik-baik saja, meski wajahnya tetap tak berekspresi.

“Mama tuh stres! Bisa gak sih kamu ngertiin Mama? Gak usah nangis aja kerjaannya! Masih kecil udah jadi beban!” Tak lama kemudian terdengar sebuah vas bunga yang pecah, seorang pria datang menghampiri istrinya dengan amarah.

“Udah dibebasin di rumah, masih aja gak becus kerjaan kamu? Suami baru pulang kerja bukannya disiapin makan kek, air anget, ini malah berantakin rumah aja tiap hari! Cewek kayak apa gak bisa ngurus diri sendiri kayak gini? Mirip gembel.”

“Aku gak minta jadi pembantu! Udah kubilang dari awal kalau perjanjiannya, aku tetep mau kerja! Biarin aja anakmu urus diri sendiri!”

Keduanya bahkan semakin meninggikan suara, tak peduli ada seorang balita yang ketakutan, menangis dengan sebuah boneka dalam pelukannya, memerhatikan semua pertikaian yang terjadi.

“Diem, Sora! Diem! Bisa gak? Nangis aja kerjaan kamu tuh! Gak usah nambah beban orang!” Pria itu menyentak Sora yang mulai mengeluarkan suara tangisannya, buat gadis kecil itu semakin ketakutan dan akhirnya menangis tanpa suara.

Beberapa menit berlalu, keadaan rumah sudah seperti kapal pecah, semua berantakan, bahkan pecahan-pecahan kaca di mana-mana. Sepasang suami-istri itu saling memandang dengan tatapan tajam setelah saling meluapkan emosi.

“Hari ini makan malam bareng keluarga besar, kalau kamu sama manusia itu bikin ulah, awas aja,” geram pria itu, tungkainya melangkah menjauh setelah mendorong Istrinya hingga terjatuh dan terkena pecahan kaca.

Kejadian setelahnya sangat berbanding terbalik. Di hadapan keluarga besar, mereka terlihat baik-baik saja. Skenario yang dibuat membuat semua orang percaya, jika mereka adalah keluarga yang harmonis.

“Diem! Dibilang diem tuh, diem! Ngerti bahasa manusia gak?” Meski, sebelum tempat tujuan, wanita itu terus memarahi Sora yang terlihat tak nyaman.

Sora rupanya di bawa ke sebuah restoran, semua pelanggan di sana hanya berisikan orang-orang yang berasal dari keluarga besar Hwang. Dalam ketakutannya, Sora dapat terdiam menerima perlakuan sang Ibu.

“Hai.” Gadis kecil berusia empat tahun itu mendongakkan kepalanya, dengan mulut yang penuh dengan salah satu hidangan penutup, puding.

“Aku gak tau Kakek ada cucu cewek lain, kamu siapa? Aku belum pernah liat kamu. Namaku-” Seorang anak lelaki menyapanya, dan hendak memperkenalkan diri, namun terhenti karena panggilan dari Ibunya.

“Mama, aku mau kenalan sama Adik ini dulu! Jangan ganggu!” seru bocah itu dengan ekspresi kesalnya yang menggemaskan.

“Iya, boleh, tapi bersihin dulu muka sama tangan kamu, Hyun.” Sang Ibu akhirnya menghampiri anak lelaki itu, dan mengusap wajah serta tangannya yang kotor dengan tisu.

“Kak Hyun?”


Hyunjin kecil berteriak histeris, berlari ke segala arah mencari seseorang hingga ke penjuru ruangan. Rumah yang megah itu benar-benar ditelusuri setiap sudut.

“Adik di mana! Nenek, kenapa Adik gak kumpul di sini? Hyun mau Adik! Katanya Mama udah janji mau ketemu Adik!” Hyunjin yang kerap kali hiperbola, terlebih di situasi seperti ini mampu membuat Ibunya kelimpungan menenangkannya.

“Hyunjin, punya Adik itu gak gampang, kalau mau, sabar, ya? Nenek gak pernah bilang, hari ini mau kumpul bareng Adik kamu? Mending kamu main sama Ryujin aja tuh, sama aja, 'kan?” ujar Nenek Hwang membantu menenangkan cucunya.

“Maaf, Nek, Adik yang Hyun maksud itu anaknya Kakak sulung, kemarin ikut makan malam soalnya, dan Hyun tagih janji mau ketemu dia lagi,” terang Jisoo.

Jisoo memeluk Hyunjin sembari mengelus punggungnya dan memberikan kalimat penenang, “Hyun, sabar ya? Adik lagi di jalan sama Mama Papanya, sebentar lagi pasti sampe. Hyun datangnya duluan sih, jadi pas sampe di sini, Adik belum ada.”

Akhirnya, Hyunjin berhasil tenang. Namun rupanya, tak lama kemudian Adik iparnya, yang merupakan Ibu dari Ryujin datang dengan perasaan panik, “Kakak sulung kecelakaan! Mereka udah di bawa ke rumah sakit dan ... katanya yang gak selamat cuma Seola.”

Hyunjin, seorang bocah berusia enam tahun yang mendengar nama 'Adik' yang disebut oleh Bibinya itu lantas menatap orang-orang dewasa di sana dengan raut wajah sedih, “Mama? Adik mana? Tante bilang apa soal Adik?”

Jisoo tak mampu menahan keterkejutannya, pun tak mampu menjawab pertanyaan Hyunjin yang sepertinya sedikit lagi akan mulai menangis. Wanita itu tak ingin memperjelas keadaan Sora kepada anaknya, karena ia tahu bahwa Hyunjin akan sedikit mengerti ucapan orang dewasa.

Jisoo tak mengerti, mengapa Hyunjin bisa histeris mencari keberadaan saudarinya yang bahkan baru bertemu pada satu malam saja dengan waktu yang cukup singkat. Dan begitu histeris, ketika tahu bahwa 'Adik' belum datang di rumah keluarga besar Hwang.

Mungkinkah itu sebuah firasat seorang anak kecil?

Dan, tanpa disadari oleh seorang pun, Hyunjin rupanya ikut mengurung diri di kamarnya, lalu menangis seorang diri karena isi dari pikirannya sendiri.

✧✧✧

@fluffyxno
Have a nice day!

You're My Sister [Kim Seungmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang