17. jaga kebahagiaanmu yang berharga

143 14 0
                                    

Kedua kakak tirinya yang tidak menerimanya, mereka yang memperlakukannya dengan buruk. Dan tidak segan-segan untuk menyakiti Dertan. Namun, Dertan mencoba untuk sekali lagi bertahan. Menjadi sosoknya yang terkejut, dan tidak lagi terluka.

Lagian apa salahnya? Kenapa dia mesti disalahkan hanya karena dia di akui sebagai seorang anak. Ayah mereka juga merupakan ayahnya, maka tidak ada salahnya jika dia sempat merasa senang. Karena sempat diaku sebagai seorang putra.

Walaupun Dertan tahu sendiri, jika ayahnya pun bahkan tidak mau menatapnya. Entah untuk alasan apa, sehingga ayahnya pun selalu mengalihkan ke arah lain. Seakan-akan dia memang tidak mau menatap ke arah Dertan, yang sebenarnya sangat berharap diperhatikan oleh ayahnya.

"Kau minta apa aja sih ke ayah, dan kau pinter kali cari muka. Kenapa juga ayah sampai nanyak ke aku barang kesukaanmu, manalah aku tahu. Lagian ayah nggak harus ngasih kau hadiah apa-apa lho," ucap Sarel dengan ketus, dia juga menggebrak meja belajar Dertan.

Dertan yang mendengarnya justru tersenyum, ternyata ayahnya sempat peduli. Bahkan berniat membelikannya hadiah. Hanya saja, ayahnya kenapa tidak bertanya langsung padanya saja.

Dari pada bertanya pada Sarel, yang ada anak itu merasa iri. Apalagi yang terjadi saat ini, Dertan sudah merasa muak jika dia pun diam saja.

"Lagian apa salahnya kalau ayah kepengin belikan aku hadiah coba? Ayah juga salah sih. Kenapa mesti nanyak sama kakak, padahal nanyak ke aku langsung lebih baik," sahut Dertan tersenyum miring, sambil membuka lembaran buku miliknya.

Mendengar hal itu, membuat Sarel semakin marah. Dia mengepalkan tangannya, dan hendak melayangkan pukulannya pada Dertan. Beruntungnya Dertan bisa cepat menghindar, dia juga mengusir Sarel paksa untuk keluar dari kamarnya.

Tidak peduli jika Sarel sempat memberontak, karena dia benar-benar belum sepenuhnya melampiaskan amarahnya pada Dertan. Dia selalu seperti itu, salah Dertan juga karena selalu mengalah. Tapi kali ini, Dertan ingin menjadi kuat. Dia tidak boleh lemah, demi melindungi dirinya sendiri. Dertan harus menjadi lebih kuat lagi.

"Jangan harap kau mendapatkan apa yang nggak seharusnya kau dapatkan!" seru Sarel yang mengacungkan jari tengahnya pada Dertan.

"Kau lucu ya kak, sifatmu kekanak-kanakan juga."

Setelah mengatakan kalimat itu, Dertan langsung menutup pintu kamarnya. Sarel hanya bisa mengepalkan tangannya, dan langsung mengacak-acak rambutnya. Dertan sudah menjadi lebih berani dari sebelumnya. Jika seperti ini, yang ada Sarel akan merasa tersaingi.

Padahal sudah seharusnya juga jika Dertan mendapatkan kasih sayang yang serupa. Dia bukan orang lain, ataupun orang asing. Di sini Dertan merupakan anak kandung dari Sakta, yang sudah pasti akan diberikan kasih sayang.

Walaupun Dertan tidak tahu perihal kasih sayang dari ayahnya, karena dari awal dia tidak diberikan. Yang kemudian membuatnya tidak lagi berharap pada apapun.

•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•

K

emarin malam Sakta memberikan sebuah arloji couple untuk Dertan. Saat melihat arloji pada pergelangan tangan kiri Sakta, Dertan langsung tahu bahwa ayahnya membeli arloji pasangan dengannya.

Meskipun merasa senang, Dertan tidak benar-benar yakin jika ini bentuk kasih sayang. Apalagi saat Sakta tidak mengatakan apapun, dan hanya memberikan hadiah. Dertan sampai tidak yakin, bahwasanya sang ayah mulai peduli padanya juga.

Namun, Dertan menyukai arloji yang dibelikan oleh ayahnya. Dia juga langsung memakainya, hal itu diketahui oleh Sarta. Tentu saja dia merasa marah, baru kali ini ayahnya sampai membeli arloji pasangan. Padahal kan ayahnya tidak suka hal seperti itu.

"Jadi kata Sarel bener ya, kau ini pinter cari muka. Kenapa kau minta ayah buat pakai jam tangan pasangan gitu? Padahal ayah nggak pernah lho mau pasangan sama kami berdua," ucap Sarta sambil menatap arloji milik Dertan.

"Gila pada iri masalah jam tangan beginian. Kak jangan khawatir, ini harganya nggak semahal punya kakak kok. Jangan takut tersaingi," kata Dertan yang berlalu pergi begitu saja.

Bahkan Sarta tidak bisa mengatakan apapun untuk membalaskan perkataan Dertan yang membuatnya kesal. Dertan memang jauh lebih berani, dia tidak merasa takut padanya lagi. Setiap penuturannya pun penuh dengan penekanan.

"Oh iya kak, kayaknya aku harus minta dibelikan motor ya. Biar kalau ke sekolah nggak usah satu mobil sama kalian," ucapnya lagi yang tersenyum sinis.

Kurang ajar sekali, Sarta lagi-lagi tidak bisa berkata-kata apapun. Di saat Dertan semakin menekankan perkataannya, dan sedang memprovokasi nya secara terang-terangan. Anak yang dulunya diam saja, seolah-olah dia menerima segala perlakuan buruk yang diberikan.

Kini tiba-tiba menjadi sangat berani, bahkan tatapannya yang tajam itu begitu mengerikan. Padahal Dertan merupakan seorang anak yang membutuhkan kasih sayang, dia yang tidak diberikan kasih sayang itu. Seharusnya tidak seberani ini, Sarta hanya akan merasa puas, ketika Dertan merasa tidak berdaya dan tak memiliki kuasa.

"Kak, aku nggak bisa nahan diri lagi. Lihat aja nanti, aku nggak bakalan biarin Dertan tetap di sini," kata Sarta pada Sarel, sambil mengepalkan tangannya dengan kuat.

Saat itu Sarel tidak menanggapinya dengan serius, karena dia tahu. Bahwa keduanya tidak bisa melakukan apa-apa selain menerimanya saja. Apalagi ayah mereka pun sudah terlihat peduli pada Dertan, yang kemungkinan terbesar tidak akan ragu-ragu lagi untuk benar-benar memberikan kasih sayang.

Bahkan sebenarnya hal itu wajar saja terjadi. Di sini Dertan bukan orang asing, dia adalah seseorang yang layak akan di cintai. Ayahnya juga perlahan-lahan menunjukkan bahwa dia menyayangi Dertan, dan hal seperti itu tidak dapat terhindari sama sekali.

•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•

"Ini beneran hadiah dari ayahmu? Alasannya apa kok dia ngasih hadiah kau jam tangan sebagus ini coba!" ucap Nadaf yang berantusias, dan tidak menyangka sama sekali dengan apa yang dilihatnya itu.

Dertan hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan, dia juga tidak tahu alasan di baliknya. Sang ayah hanya memberikannya saja, tanpa mengatakan sepatah katapun. Tapi Fani sempat memberitahunya, bahwa Sakta menanyakan barang-barang kesukaan Dertan padanya.

Apakah ayahnya benar-benar berubah lebih baik lagi? Dertan tidak akan langsung mempercayainya. Hanya saja, dia ingin mengakui jika ayahnya mulai peduli padanya. Mungkin tidak apa-apa, jika hanya mengakui hal sesederhana itu saja.

"Kau bilang tadi jam tangan pasangan kan? Ayahmu niat banget ya. Jadi gimana sama perasaanmu?" tanya Erlan yang tersenyum lebar.

"Jangan ditanya lagi, pastinya aku senang kali lah. Bahkan kedua kakakku aja nggak pernah dapat jam tangan pasangan, mereka cuma minta dibelikan barang-barang mahal doang. Oh iya, aku malah ikut-ikutan kayak mereka. Aku minta sama ayah buat belikan motor," ucap Dertan, setelahnya dia justru tertawa lepas.

Bisa-bisanya dia meminta sang ayah untuk dibelikan motor, ayahnya saja tidak benar-benar peduli padanya. Dertan yang sekadar mengakuinya saja, walaupun dia tidak tahu sepenuhnya tentang kebenarannya.

"Aku seneng kalau kau bisa sebahagia ini, di jaga kebahagiaanmu ya. Cuma kau yang bisa menjaganya, aku sama Nadaf bakalan bantuin kau buat nyembuhin lukamu," kata Erlan dengan sangat tulus.

Atas perkataan itu, Dertan merasa sangat beruntung. Dia memiliki dua orang teman yang benar-benar peduli padanya. Dulu Dertan pernah berpikiran, bahwa memiliki banyak teman itu menyenangkan. Tapi Dertan tahu sekarang, memiliki beberapa teman saja sudah membuatnya merasa memiliki kebahagiaan yang luar biasa.

Lagian jika memiliki banyak teman, hanya suka mencari keburukan satu sama lain. Hal seperti itu sudah berkesan buruk. Jadi Dertan tidak menginginkan memiliki banyak teman. Tidak apa-apa jika hanya Nadaf dan Erlan, setidaknya mereka adalah orang yang baik.

━◦○◦━◦○◦━◦○◦━◦○◦━◦○◦━◦○◦━
TBC 💐

Ayah Lihatlah Aku [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang