Akhirnya, setelah perjalanan yang terasa tak berkesudahan, Aisyah dan ibunya tiba kembali di rumah. Mobil berhenti di garasi, dan Aisyah merasa lega karena mereka akhirnya sampai. Namun, lega itu hanya sekejap. Tubuhnya masih dibebani oleh popok kotor yang menambah rasa tidak nyaman, dan ia masih harus menahan malu yang menyelimuti sepanjang perjalanan.
Ibunya keluar dari mobil lebih dulu, bergerak dengan tenang seperti biasa, seolah tak ada yang terjadi. Aisyah, di sisi lain, merasa setiap langkahnya semakin berat. Ia ingin segera membersihkan diri, mengganti pakaian, dan melupakan kejadian memalukan hari itu.
Ketika Aisyah masuk ke rumah, ibunya menyuruhnya untuk langsung ke kamarnya. “Istirahatlah, Aisyah,” ucap ibunya dengan suara yang tenang dan penuh kontrol.
Aisyah mengangguk lemah, tanpa berkata apa-apa. Ia melangkah menuju kamarnya dengan langkah tertatih, merasa seolah seluruh dunia berada di pundaknya. Begitu pintu kamar tertutup, Aisyah langsung merobek popok yang masih melekat di tubuhnya dan menggantinya dengan pakaian bersih.
Saat akhirnya ia duduk di tepi tempat tidur, rasa lega mengalir perlahan. Namun, ada juga rasa lelah yang mendalam. Bukan hanya lelah fisik, tetapi juga lelah emosional. Semua kejadian hari ini membuatnya merasa kecil, tidak berdaya.
Aisyah merenung dalam diam, mencoba memahami apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Kenapa semua ini terasa begitu berat? Kenapa ia harus melalui semua ini?
Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang ia tahu pasti—hidup bersama ibunya berarti tidak ada ruang untuk keputusan sendiri. Segala sesuatunya telah ditentukan, dan Aisyah hanya bisa mengikuti alur yang sudah ditetapkan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontrol Ketat Ibu Terhadap Aisyah
SpiritualCerita ini mengisahkan Aisyah, seorang remaja perempuan yang hidup di bawah kontrol ketat ibunya yang sangat religius dan disiplin. Sejak kehilangan suaminya, sang ibu bertekad untuk mendalami agama dengan sepenuh hati dan menerapkan aturan ketat da...