Hari itu, Aisyah bangun dengan perasaan berat. Ia tahu, setiap hari yang dilaluinya semakin penuh dengan pembatasan. Seperti biasa, ia melakukan rutinitas pagi sebelum dihampiri ibunya. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Ketika ia melihat ke cermin, ia terkejut melihat ibunya membawa setelan baru yang bahkan lebih tertutup dari sebelumnya.
Setelan baru ini adalah kombinasi dari beberapa lapis kain yang lebih tebal dan berwarna cerah. Wajah Aisyah nyaris tak bisa dikenali lagi, karena lapisan kain yang sekarang menutupi hampir seluruh wajahnya, hanya menyisakan lubang kecil untuk matanya. Hijabnya dipermanis dengan sedikit hiasan di bagian atas, namun ini tidak cukup untuk mengurangi rasa sesak yang Aisyah rasakan.
“Kenapa harus seketat ini, Bu?” Aisyah bertanya dengan suara yang hampir tak terdengar, terganggu oleh lapisan tebal yang menutupi wajahnya.
Ibunya menatapnya dengan tatapan penuh tekad. “Kita harus lebih waspada, Aisyah. Lingkungan semakin tidak aman, dan perlindungan ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa kau tetap aman dan terjaga.”
Aisyah merasa tercekik, tidak hanya oleh lapisan kain di tubuhnya, tetapi juga oleh tekanan mental yang semakin kuat. Ia tidak bisa lagi merasakan dirinya sendiri. Bahkan ekspresi wajahnya kini tidak bisa dikenali oleh orang lain.
Sepanjang hari, Aisyah merasa semakin jauh dari dunia luar. Setiap gerakannya terasa seperti beban berat. Namun, tidak ada lagi ruang untuk protes. Ia telah kehilangan harapan bahwa ibunya akan mendengarkan keinginannya. Kini, ia hanya bisa pasrah dan mengikuti kehendak ibunya, terperangkap dalam bayang-bayang perlindungan yang semakin menyesakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontrol Ketat Ibu Terhadap Aisyah
EspiritualCerita ini mengisahkan Aisyah, seorang remaja perempuan yang hidup di bawah kontrol ketat ibunya yang sangat religius dan disiplin. Sejak kehilangan suaminya, sang ibu bertekad untuk mendalami agama dengan sepenuh hati dan menerapkan aturan ketat da...