Memandang pantulan diri dari cermin dihadapannya. Terlihat tubuh yang hampir dipenuhi luka lebam setelah kejadian kemarin malam.
"Non, bibi sudah belikan salepnya" ujar wanita tua. "Taruh di meja saja bi, nanti aku pakai" sahut Kathrina yang baru keluar dari kamar mandi.
"Bibi bantu olesin ya?" tanya bibi sembari duduk di salah satu sudut kasur. Kathrina menggeleng kecil, "Gak perlu bi, aku bisa sendiri."
"Gapapa, sudah sini bibi bantu. Lagipula tangan kamu masih sakit." Seraya menepuk sisi sebelahnya.
Kathrina akhirnya pasrah menurut. Lagipula tidak ada salahnya dibantu, karena ada beberapa luka lebam yang tidak bisa ia gapai. "Oles yang di punggung aku saja bi, sisanya aku sendiri nanti."
Duduk disisi kanan dari wanita tua, ia perlahan mengangkat bajunya menampakkan luka lebam yang cukup banyak di punggungnya. "Tahan ya~"
Beberapa menit berlalu, luka lebam Kathrina sudah sepenuhnya dioleskan. "Kamu nanti ada show kan?" celetuk bibi. Kathrina hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Kamu yakin bisa? Mending izin dulu, luka kamu banyak" lanjutnya memastikan kondisi Kathrina. "Hanya luka lebam kok bi. Dan kalau aku izin nanti susah cari penggantinya, apalagi ini mendadak" imbuh Kathrina.
Kathrina kembali menurunkan bajunya. "Bibi gak usah khawatir, percaya sama aku. Aku kan kuat 💪🏻" lanjut Kathrina dengan senyum yang lebar berusaha meyakinkan wanita yang ada di hadapannya ini.
Wanita itu hanya meresponnya dengan senyuman. "Ya sudah bibi percaya, sekarang kita sarapan ya? Bibi sudah siapkan salad buah kesukaan kamu." Seraya menepuk puncak kepala pelan.
•
Suasana teater mulai ramai diiringi para member yang mulai berdatangan. Tak hanya member, beberapa fans juga tampak hadir lebih awal hanya untuk sekedar menukar tiket.
Kathrina yang baru saja sampai memilih untuk menyendiri, melanjutkan pekerjaan yang sempat ia tunda. Sekedar info Kathrina memiliki perusahaan sendiri, namun ia tidak memberitahu siapapun.
Belum lama dalam posisinya, sebuah atensi mengambil alih perhatiannya. Terlihat seorang gadis berdiri di hadapannya, saling bertatap mata menunggu lawan bicara memulai.
Alih-alih berbicara, gadis di hadapannya itu mengalihkan tatapannya ke arah tangan Kathrina yang diperban. Perlahan berjongkok, diambilnya tangan Kathrina untuk melihat lebih dekat.
Tak berbicara, ia hanya menatap Kathrina untuk meminta penjelasan. Untungnya Kathrina peka akan hal itu, "Itu hanya tergores pisau."
"Pisau? Gak mungkin hanya tergores pisau lukanya sampai kamu perban." Hela nafas dihembuskan, ia tahu gadis di hadapannya ini berbohong. "Jujur kepadaku, apa yang terjadi?"
"Itu yang terjadi, aku hanya tergores pisau waktu memasak. Bibinya aja yang lebay." Kathrina menarik tangannya dari gadis itu.
Gita, ia hanya terdiam mendengar penjelasan Kathrina. Walaupun ada rasa tidak percaya dengan alasan gadis itu. Sepertinya gadis itu mencoba menutupi sesuatu.
"Sebaiknya kita bergabung dengan yang lain sebelum dimarahi staff" ujar Kathrina yang perlahan bangkit meninggalkan gadis yang ada dihadapannya.
Langit cerah dihiasi bintang-bintang berterbaran menemani bulan yang bersinar terang menebar cahaya. Jiwa-jiwa yang kelelahan terlelap dalam tidur malam, sementara beberapa nampak terbangun. Terdiam dalam indahnya malam.
Dalam tenangnya malam, terlihat seorang gadis sedang menikmati secangkir kopi di balkon kamar. Pikirannya di penuhi pertanyaan dan perasaan yang tidak ia mengerti.
Sejak show, Gita selalu memikirkan tentang kondisi Kathrina. Meskipun sudah diberi penjelasan, tetapi entah mengapa ia merasa bahwa itu bukan alasan sebenarnya. Terlebih ia melihat luka lebam di paha belakang Kathrina. Bukan berarti ia mesum, itu tidak sengaja terlihat olehnya.
"Ah!" Entahlah Gita pusing memikirkannya, dan kenapa juga ia harus peduli akan hal itu. Tetapi beberapa hari terakhir memang sikap Kathrina agak berubah, tepatnya setelah pulang dari teater sementara.
Seperti Kathrina yang berbeda? Ia terlihat lebih dewasa ketika latihan dan pengambilan keputusan. Apa jangan-jangan itu bukan Kathrina? Dan Kathrina yang sebenarnya tertinggal di sana?
Entahlah, ia tak mengerti apa yang terjadi dengan Kathrina. Tetapi ia berharap gadis itu baik-baik saja. Tak munafik ia rindu Kathrina yang selalu manja dengannya, selalu mengikutinya, dan juga pelukannya. Walaupun Gita seperti terpaksa menerima pelukan yang Kathrina berikan, tetapi percayalah itu pelukan ternyaman setelah ibunya.
Masih berlarut dalam kebingungan sebuah suara ketukan pintu terdengar. Perlahan terbuka memperlihatkan seorang wanita tua dengan balutan celemek di bajunya. "Kakak kenapa belum tidur?"
"Masih belum ngantuk bi" balas Gita yang kembali menyeruput kopi yang ia genggam.
"Jangan dibiasakan tidur malam, ga baik buat kesehatan kakak." Gita memang sudah biasa tidur larut malam, bahkan sedari remaja. Hal itu membuatnya khawatir akan kesehatannya. "Iya bi, sebentar lagi aku tidur kok."
"Oh ya, besok ibu sama ayah bakal ke sini. Nanti minta tolong pak Jejen siapkan kamar tamu, soalnya mereka akan nginap beberapa hari di sini" ujar Gita.
"Baik kak, adalagi?" ucapnya memastikan perintah. Gita hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Baik kalau gitu nanti bibi siapkan. Sekarang sudah larut malam lebih baik kakak istirahat."
Gita hanya merespon dengan mengangkat jari jempolnya saja. Perlahan pintu tertutup kembali menandakan sang wanita telah pergi.
Perlahan berjalan menuju kasur, mematikan lampu kamar yang sebelumnya menyala. Menjadikan ruangan itu minim penerangan dan hanya ada cahaya bulan menerangi.
Tubuhnya ia hempaskan begitu saja ke kasur yang nyaman dan empuk. Berlahan menutup mata, menikmati sunyi malam yang begitu menenangkan. Hingga hanya suara dengkuran kecil yang terdengar di ruangan tersebut.
•
Sang mentari menyapa pagi hari dengan senyumannya yang sangat mengagumkan hati. Senyumannya memancarkan kehangatan teriknya kala pagi hari yang sangat dingin. Suasana yang membuat enggan tubuh untuk bangkit, termasuk bagi gadis yang masih tertidur pulas.
Kreek.
Pintu perlahan terbuka, menunjukkan seorang wanita yang tidak terlalu tua.Berjalan perlahan menghampiri gadis yang masih terlelap dalam mimpinya itu. "Mentang-mentang sudah lulus kuliah, jadi bangunnya agak siang." Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya kecil.
Ia kemudian duduk di sisi kasur, berlahan mengguncang tubuh sang gadis. "Kakak, bangun sudah pagi" ucapnya berupaya membangunkan.
"Ngh~" lenguhan kecil terdengar, perlahan membuka mata lalu posisi ia bawa duduk. "Ibu? Kok sudah ada di sini?" sebuah pertanyaan terucap dengan nada yang masih serak.
Wanita itu hanya tersenyum, "Kenapa memangnya kalau ibu ada di sini?" balas bertanya. "Gapapa, cuman kaget aja pagi-pagi udah dateng."
"Tanya ayahmu sana tiba-tiba minta berangkat pagi." Wanita itu kemudian bangkit dari duduknya. "Sana kamu mandi, ibu tunggu di bawah kita sarapan bareng."
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
LADITAH
Fanfictionlangsung aja baca, intinya Gitkath GxG Disclaimer, ini hanya fiksi jangan dibawa ke real life