Chapter 06: D-Day

161 16 4
                                    

Pagi hari itu, Cakra terbangun dengan wajah sumringah tidak seperti biasanya. Disingkirkannya selimut tebal yang menutupi tubuh bagian bawahnya lalu menyenderkan bokongnya di tepi tempat tidur sambil mengedip-ngedipkan kedua matanya beberapa kali, mencoba menerima pantulan cahaya mentari dari luar jendela yang cukup menyilaukan pandangan.

Setelah lima menit diam terduduk, Cakra pun beranjak, mengambil handuk yang tergantung di belakang daun pintu kamarnya, dan mulai membersihkan dirinya sebelum menjalani serangkaian kegiatan menyenangkan nantinya di sekolah.

Aroma sabun berwangikan valina, menyerbak keluar sesaat setelah cowok itu selesai dari mandi paginya. Memakai seragam sekolahnya dengan rapih, sebagai sentuhan terakhir Cakra menyisir rambutnya dan mengenakan jaket serta tasnya kemudian segera turun ke lantai bawah untuk sarapan bersama kedua orang tuanya.

"Wih, anak bunda nih? Kok tumben cakep, biasanya juga 'b aja' tuh gayanya. Ada gebetan ya?"

"Bukan lah bund. Masa lupa sih, aduh emang deh kalo orang tua mah..."

"Pagi-pagi jangan bikin gue kesel deh. Gue paling sensitif sama kata tua." ujar Bunda, menatap sinis kearah Cakra.

"Loh kan bunda emang udah tua, sadar dong." cibir Cakra lagi ngebuat bunda semakin kesal.

Bunda menatap Cakra dengan tatapan devil, "Ah, duit jajan gue potong deh."

"Udah-udah, kalian tuh loh. Gini, Cakra kan lagi ada lomba cerdas cermat hari ini bunda, makanya dia well grooming begini, iya ga Cak?" papi bertanya dan langsung diiyakan oleh Cakra. "Tuh papi aja inget, masa bunda ngga."

Bunda berdecak, "Yaudin maapin bunda, jarang-jarang gue orangnya mau minta maaf. Nih piring, makan yang bener ya awas keciprat kena baju lo." bunda menyerahkan piring kepada Cakra. Menu makanan di hadapannya terlihat menggugah selera; ada ayam goreng mentega, tumis morning glory, sop buntut, dan tempe orek. Aduh, nikmatnya surga dunia.

"Pih, hari ini papi yah yang anterin Cakra ke sekolah. Bunda lagi ada urusan mau ke tempatnya bu Rose buat bantu-bantu orang masak, anaknya kan baru aja lahiran semalem." tutur bunda. Sebelum mengiyakan, papi sempat bertanya sejenak pada Cakra, putra semata wayangnya itu, "Kamu udah gede loh Cak, ga mau apa belajar buat bawa kendaraan pribadi?"

Cakra yang tadinya asyik mengunyah, tiba-tiba terdiam sejenak.

"Cakra udah sering kok mau latihan bawa motor, tapi... Ya gitu, ujung-ujungnya juga pasti bakalan berakhir kalo ga di aspal ya pagar rumah tetangga."

"Itu karena kamu latihannya ga bener. Coba kalau ada inisiatif, pasti papi beliin kamu motor keluaran terbaru." tawar papi, dan malah membuat bunda bereaksi terhadap pernyataan tersebut. "Wih enak bener. Bunda juga mau dong pi, tapi mobil sport ya, biar bisa dipake buat ke pasar sama acara arisan."

"Yeu gaya doang mah bunda, biasanya juga kan make ojol kalau ga becak, haha." gurau Cakra, alhasil bunda langsung mengetok pucuk kepalanya menggunakan sendok teh.

"Kalau udah siap ayo buruan, papi juga mau ada meeting sama boss jam delapan."

"Udah kok pi. Bunda, salim dulu~" Cakra mengulurkan tangan kanannya kepada sang bunda. "Yang bener ya lombanya, awas kena kecoh lo. Gue udah nyiapin slot kosong buat medali lo, sama jangan lupa hadiahnya dibagi-bagiin ya, jangan dipake sendiri aja. Lo ga liat nih kuku gue menter pengen diganti baru cat-nya."

Cakra tersenyum masam, "Iya-iya, aduh punya bunda kok gaul banget. Cakra pamit ya, assalamualaikum."

"Walaikumsalam, hati-hati anak q sayang."

***

Sesampainya Cakra di pekarangan sekolah, nampak sudah lumayan ramai dipatadi oleh murid-murid lain. Dan sesuai janji mereka kemarin, Cakra bertemu Maura juga Ian di taman baca terlebih dahulu sebelum bersama berjalan ke belakang panggung, namun saat Cakra tiba di taman baca tersebut, bukannya kedua sahabatnya yang ia temukan malah bu kantin yang sedang asyik berpacaran dengan satpam.

Rivals With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang