Chapter 12: Tragedi

207 27 7
                                    

"Jadi, jika bilangannya dikali dengan tiga pangkat lima maka hasil didapatkan..."

Cakra memandang kosong keluar ke arah jendela di samping tempat duduknya tanpa memperdulikan pemaparan materi matematika dari guru bernama Gani di depannya itu. Jari-jemarinya malah sibuk bermain dengan pena, seakan memang ia tidak tertarik untuk memperhatikan pelajaran yang dibawakan oleh sang guru.

Sadar akan tingkah Cakra yang malah mengabaikannya, bu Gani pun menegurnya, "Kamu kenapa toh Cakra, daritadi ibu perhatiin ga pernah fokus ke papan tulis. Kamu sakit? Mau ibu suruh temen kamu buat anterin kamu ke UKS?"

Maura dan Ian yang melihat Cakra ditegur, lantas melirik ke arah meja cowok itu.

"E-eh, ngga bu, saya cuma lagi... Anu, m-mungkin kurang tidur aja, hehe..."

"Makanya pas malem tuh jangan begadang, ga biasanya loh ibu liat kamu kayak gini, seringnya selalu antusias kalau belajar, apalagi matematika." ucap bu Gani. Cakra hanya bisa menggaruktenguknya yang tidak gatal karena menahan malu. "Ya udah saya mau kamu fokus ya, karena materi yang saya bahas ini pasti akan masuk ke soal ujian kalian minggu depan."

"Ba-baik bu..."

Bing!

Sebuah suara notifikasi pelan masuk ke ponsel pintar milik Cakra yang sengaja ia sembunyikan di kolong meja. Saat di cek, ternyata itu pesan chat dari Maura yang menanyakan ada apa dengannya.

---

[GRUP CHAT KHUSUS MANUSIA TERKENAL]

Maura: lo kenapa jir? Ga enak badan?

Me: gue masih overthinking ama kompetisi debat nanti, gue takut ga bisa menang... Apalagi lo tau sendiri gue ama si Niklas gimana

Ian Botak: keknya gue ama Maura harus buat kesepakatan untuk bikin kalian berdua akur deh sebelum hari-h nya. Ya minimal kalo ga akur, ada chemistry dikit lah walau secuil kek upil

Maura: boleh tuh, tumben saran lo bener, biasanya ngaco

Me: lo pada yakin? Niklas aja semalem keliatan marah ama gue...

Maura: udin lo tenang aja, serahin ke gue ama Ian

---

Cakra berbalik sekilas, dan melihat Maura mengacungkan jempolnya serta Ian yang mengedipkan sebelah matanya. Rasa sedikit ragu bercampur aduk dengan ketidak-yakinan di dalam hatinya membuat Cakra merasa kalau ide ini hanya akan berakhir sia-sia saja. Dia dan si pengganggu Niklas itu tidak akan pernah akur, ujung-ujungnya pasti malah berargumen lagi dan berakhir saling cekcok.

Sejujurnya keinginan Cakra hanya satu, ia mau mengembalikan posisinya sebagai siswa paling berprestasi di peringkat satu seperti semula. Ia sungguh tidak terima namanya digeser oleh pendatang baru. Niklas benar-benar pengganggu yang hanya akan menghalanginya.

Singkat cerita setelah pelajaran bu Gani selesai, saatnya pak Owi yang mengajar mapel pendidikan jasmani pun masuk. Bagi kebanyakan murid cowok pasti menyukai pelajaran yang satu ini karena tidak jauh dari kegiatan di luar ruangan kelas dan tak perlu repot-repot memikirkan soal, tapi bagi Cakra sendiri, ia sangat membenci olahraga.

Sebut saja; keringat, debu, terik matahari, dan penat, membayangkannya saja sudah membuatnya lelah duluan.

"Yok manteman buruan ganti baju biar pak Owi ga kelamaan nungguin kita di swimming area." pinta Nabil si ketua kelas kepada teman-temannya.

Rivals With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang