Chapter 17: Tempat Rahasia

163 18 3
                                    

Baru saja Cakra selesai menyeruput minuman dinginnya, tiba-tiba seseorang datang dan menggebrak meja di hadapannya. Sosok tersebut adalah Anya. Raut wajahnya sulit untuk dijelaskan, namun sepertinya ia nampak kesal terhadap Cakra entah apa alasannya. Sedangkan Cakra yang terkejut, lantas tak sengaja menyemburkan minumannya dari dalam mulut.

"Kaget?"

"Cok, lo kenapa dah, gue ada masalah sama lo?" Cakra berusaha setenang mungkin, ia tidak mau ada keributan di kantin apalagi dengan dia dengan seorang cewek se-random Anya. Tanpa menjawab pertanyaan Cakra, Anya langsung duduk di depannya, menumpu dagunya menggunakan punggung tangan lalu menatap Cakra sembari memiringkan kepalanya.

"Lo inget kan kemarin waktu di taman pas kita ga sengaja ketemu, dan gue ngasih tau lo sesuatu. Lo udah lupa ya? Iyalah, otak lo aja cuma dipake buat ngafalin rumus doang." kalimat Anya membuat Cakra tak habis pikir, bisa-bisanya cewek tersebut berniat untuk mengomporinya.

Cakra masih mencoba menenangkan isi kepalanya agar tidak panas, "Gue nanya, gue ada masalah sama lo?"

Pertanyaan Cakra membuat Anya terkekeh, "Nope, lo gada masalah ama gue. Tapi kebalikannya, lo itu adalah masalah buat gue!"

Nada suara cewek itu mulai naik beberapa oktaf, alhasil beberapa murid yang kebetulan lalu-lalang di samping meja mereka melirik penasaran. Cakra betul tak tau apa maksud dari Anya, mungkinkah karena kecemburuannya terhadap hubungan ia dan Niklas yang sekarang sudah mengerat?

"Asal lo tau aja, gue ama Niklas cuma sebatas temen. Lo pikir gue ada niatan mau macarin dia? Otak lo dah sarap ya?"

"Pacar atau nggaknya, tapi dari cara lo memperlakukan Niklas seolah ga mencerminkan kalau kalian berdua temenan." jawab Anya, nada suaranya terkesan dingin.

"Maksud lo apa?"

"Lo ngira gue ga merhatiin gerak-gerik lo berdua selama ini?! Gue sering nemu lo ama Niklas lagi berduaan makan di kantin, atau sengaja berbaur di perpustakaan. Duduk deketan banget sampai dempet-dempetan segala, itukah yang lo sebut cuma sebatas teman? Tcih!"

Kedua mata Cakra terbelalak kaget begitu mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Anya. Jadi selama ini dia selalu menguntit segala kegiatannya bersama dengan Niklas? Memikirkannya saja sudah membuat bulu kuduk Cakra meremang. Selain aneh dan tidak jelas, ternyata Anya juga bosa menjadi semenyeramkan ini.

"Lo stalker in gue ama Niklas? Hebat banget ya berarti insting lo karena bisa tau, bahkan ke WC pun mungkin juga lo ikut kan? Itu mata atau CCTV berjalan?" Cakra tertawa remeh, membuat ekspresi Anya semakin terlihat tidak menyukai sosok cowok di hadapannya itu.

"Gausah deketin Niklas."

"Atau apa?" Cakra menantang balik.

"Gue ga mau sahabat dari kecil gue ternodai ama cowok problematik kayak lo."

"Prestasi lo bilang problematik? Apa kabar dengan lo, udah ga ada prestasi, hidup cuma buat ngurusin hidup orang. Kurang perhatian? Oh jadi gitu, lo sengaja ngelakuin ini karena lo lagi mencoba caper?"

Brak!

"Jaga mulut lo!" kecam Anya. Kupingnya sudah memanas. "Gak usah banyak bacot, lo ga tau siapa gue. Dan lo juga ga tau siapa Niklas. Ga usah berlagak seolah kalian itu teman dekat. Inget, awal-awal juga lo ama Niklas udah saling konflik, lucu aja gitu tau-tau sekarang malah seakan-akan dah kenal dari lama."

Cakra terdiam, memikirkan kalau apa yang diucapkan oleh Anya bisa dikata benar. Mungkin terlihat aneh, dua sejoli yang awalnya memang saling terlibat masalah ini dan itu malah tiba-tiba saling akrab satu sama lain hanya karena satu tim saat lomba. Tapi Cakra tidak peduli. Dia dan Niklas sejauh ini sudah baikan, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk musuhan lagi seperti sedia kala.

Rivals With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang