Chapter 14: Niklas Faulkner Pradirwana

178 20 2
                                    

"Dasar bocah ga berguna!"

Plak!

Pipi kiri Niklas memerah, rasa sakit yang perlahan berubah menjadi panas menjalar ke sebagian wajahnya. Namun ia masih berusaha agar tidak menangis, karena jikalau sampai itu terjadi maka situasi akan lebih parah; bisa saja perlakuan kasar yang ia peroleh dari sosok wanita paruh baya di hadapannya ini semakin menjadi.

Niklas hanya bisa terdiam, sekuat mungkin menahan perih di pipinya. Sedangkan wanita paruh baya yang berstatus sebagai ibunya itu berkacak pinggang, "Ibu kan sudah bilang, jangan pernah main di ruang tamu, sekarang liat! KERAMIK ANTIK IBU JATUH KAN?!"

Anak kecil bertubuh kurus itu tak mampu berkata-kata, seolah mulutnya dibungkam oleh amarah sang ibu yang menggebu. Memang salahnya yang sudah berani kabur dari guru pengajarnya, karena sebetulnya Niklas tengah menjalani home shcooling. Kedua orang tuanya merupakan pasangan profesor terkenal yang bekerja sebagai asisten NASA, tak ayal, popularitas mereka melunjak tidak hanya di dalam negeri melainkan sampai ke manca negara sekalipun.

Hal itu membuat Niklas yang notabenenya adalah anak sulung hidup bergelimang harta dan kemewahan. Tapi jika kau mengira hidupnya bisa berjalan nikmat seperti anak-anak lain sebayanya, maka kau salah. Tiap detik, berbagai cacian, makian, dan siksaan selalu anak malang itu dapatkan, tak lain dan tak bukan berasal dari kedua orang tuanya sendiri.

Pokoknya, Niklas selalu saja salah di mata mereka.

Mereka bahkan tidak pernah sekalipun mau meluangkan sedikit waktu untuk menemani Niklas di rumah sebab mereka hanya terpaku pada pekerjaan saja. Sampai-sampai Niklas hanya akan selalu menghabiskan sisa waktunya sendirian, dan terkadang cuma guru privat nya saja yang selalu mengajaknya mengobrol, itupun tidak lama karena beliau masih harus mengajar di tempat lain.

Ironis. Satu kata yang cukup untuk melukiskan bagaimana kisah hidup Niklas.

Ia memang bisa mendapatkan apapun yang ia mau, tak peduli seberharga atau semahal apa benda tersebut, pasti mampu dia beli. Tapi justru kenyataannya, bocah tersebut tak memerlukan hal semacam itu. Yang ia inginkan hanya sesuatu yang sangat sederhana, yaitu kasih sayang. Kasih sayang dari orang yang telah melahirkannya namun enggan untuk membesarkannya.

Sang ibu masih menatap murkah ke arah Niklas, "MASUK KE KAMAR KAMU DAN BELAJAR! Mau jadi apa kamu kalau kabur terus hah?! Mau hidup seperti pengemis-pengemis di pinggir jalan, yang jadi gembel karena kecilnya ga pernah mau sekolah, mau?!"

Niklas menggeleng pelan. Bibir kecilnya mulai gemetar menahan isak tangis yang tertahan.

"Kenapa lagi ini hah, ada apa?!"

Sang ayah yang sedaritadi disibukkan oleh komputer di ruang kerjanya, akhirnya keluar karena tak tahan dengan suara bising itu. Melihat suaminya datang, ibu lantas melapor bahwa Niklas sudah kabur dari guru privat nya, dan alhasil malah memecahkan keramik berharga miliknya yang sudah seharga mobil.

Mendengar penuturan itu, sang ayah tak mampu menahan emosinya. Ia mengambil sebuah vas bunga di atas meja lalu menghantamkannya tanpa ampun ke tubuh Niklas. Suara tangis yang merintih kesakitan seakan memohon ampun pun terdengar. Niklas menangis sejadi-jadinya begitu vas yang memiliki ujung cukup runcing tersebut menusuk serta mengoyak kulit dan dagingnya bertubi-tubi.

"Ayah!!! Ayah... Hiks, sakit ayah!! Sakit... Niklas mohon ampun, hiks... Niklas janji ga bakalan bandel lagi... Hiks, ayah udah..." Niklas menjerit, namun sang ayah tak mau ambil pusing mendengarkan permohonan maafnya. Pria berambut putih itu masih terus memukulnya menggunakan vas, sampai ketika Niklas berniat kabur, ia langsung menendangnya hingga terkapar.

Sang ibu juga malah keasyikan menyaksikan pemandangan mengiris hati itu tanpa perasaan dan ekspresi bersalah sedikitpun.

Usai badan Niklas membiru dan dipenuhi oleh luka serta darah yang mengalir di setiap inci kulitnya, barulah si pria bejat tersebut menghentikan aksi sadisnya. Ia lantas melepaskan Niklas untuk kabur dan masuk kembali ke kamarnya, mengabaikan sang guru privat yang nampak keheranan mengenai kejadian di luar kamar, sampai-sampai mengintip di balik tiang tangga.

Rivals With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang