Chapter 08: Rivalitas Dimulai

166 22 11
                                    

"Eh lo pada tau ga, si Cakra dah turun tahta loh! Disenggol ama Niklas, katanya sih pendatang baru tapi mampu menang cerdas cermat kemarin!" tutur seorang siswi cewek berjilbab putih kepada teman-teman satu mejanya. "Niklas si kapten basket itu? Keren ya dia, padahal ga ada catatan prestasi apapun selain menang pertandingan bola. Itupun cuma sekali waktu masih kelas sepuluh." balas salah seorang dari mereka.

"Gue rasa Cakra ga sepinter itu sih, buktinya ada yang bisa ngalahin dia."

"Alah masih kicik juga, baru kelas sebelas. Nanti pas udah naik kelas dua belas kek kita, bisa jadi angkatan selanjutnya ada juga yang lebih unggul otaknya."

"Tapi jujur, Niklas tuh ganteng juga sih kalau di liat-liat. Manis gitu loh walau jarang senyum aja sih..."

Beragam komentar Cakra bisa dengar di ujung pendengarannya begitu orang-orang mulai membicarakan dirinya dan membanding-bandingkannya dengan Niklas. Jujur ia tidak terlalu terganggu akan hal itu, tapi setiap mendengar nama 'Niklas' disebut, entah kenapa selalu membuatnya jengkel. Cakra sangat membenci nama tersebut, seolah mengharamkannya agar terdengar olehnya.

Kini, tiga sejoli itu yaitu Cakra, Maura, dan Ian tengah berada di kantin sekolah menikmati makan siang mereka. Walaupun desas-desus kekalahan Cakra masih sangat baru--kemarin--tapi Maura berlagak seakan tidak ada yang terjadi. Ia berusaha agar terlihat profesional di hadapan Cakra, begitupun dengan Ian, semata-mata agar sahabatnya itu tidak merasa down terus-terusan.

Namun nampaknya, Cakra masih saja memikirkannya.

Bayangkan saja, reputasi yang telah ia bangun sebagai siswa paling berprestasi di sekolah, direnggut oleh seorang pendatang yang bahkan belum pernah ia kenali sebelumnya. Dan alasan pendatang tersebut mengikuti lomba dan menang, hanya karena berniat merubah sikapnya. Lucu sekali bukan? Padahal ia merasa tidak ada yang salah dengannya. Hanya orang-orang overthinking saja beranggapan kalau ia angkuh atau sejenisnya.

"Eh, udah mau ujian tengah semester loh. Kira-kira soalannya gimana ya..." Maura berusaha untuk mencairkan suasana yang canggung diantara mereka bertiga. Ian pun membalas, "Ya paling yang udah lalu-lalu diulang lagi, bener ga Cak?"

"..."

Cakra hanya berdiam diri saja, membuat Maura dan Ian ikutan jenuh melihatnya seperti itu.

Tak lama setelahnya, seorang cowok gendut, pendek, berkacamata bulat, dan berambut belah tengah muncul dari belakang dengan membawa segelas es jeruk. Ia nampak menahan senyum malu-malu, apalagi saat Cakra sempat melirik malas kearahnya.

"E-em, a-anu... Ma-maaf kalau nge-ngeganggu. A-aku cuma ma-mau ngasih i-ini... Ke-ke Ca-Cakra..." cowok itu tergagap, sepertinya kaku karena mengetahui bahwa Cakra merupakan idolanya. Maura yang menyadari bahwa Cakra terlihat mengabaikan cowok malang itu lantas segera berucap, "Eh makasih ya, lo simpen aja minumannya di samping Cakra. Nanti juga di minum kok ama dia. Cakranya lagi ga enak badan soalnya jadi ga bisa banyak ngomong."

"O-oh... Gi-gitu ya, y-yaudah a-aku taruh sini aja y-ya..."

Cowok itu menaruh gelas jus jeruk tersebut di sudut meja di mana Cakra duduk sebelum akhirnya perlahan berjalan menjauh dari sana. Tidak berselang lama, Cakra dikejutkan dengan kehadiran Niklas bersama Anya dan beberapa teman tim basketnya di kantin. Rahangnya mengeras begitu ia melihat sosok Niklas.

"Mau, Ian, cabut, ayo."

Prak!

Antara sengaja atau tidak, ketika Cakra berniat beranjak dari duduknya, ia malah menyenggol es jeruk tadi di sampingnya, membuat minuman itu jatuh dan sepenuhnya tumpah ke lantai. Si cowok gemuk yang melihatnya tak dapat menahan kesedihan, ia lantas berlari kecil untuk memunguti sisa-sisa es batu yang berada di dekat sepatu Cakra.

Rivals With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang