Bab 7

2.8K 740 158
                                    

Bitha guling-guling di kasur karena bingung harus melakukan apa. Semenjak tinggal di rumah Galen, ia jadi rajin bangun pagi. Mulai dari jam empat pagi matanya sudah terbuka lebar. Tidak ada rasa kantuk lagi yang tersisa. Akhirnya ia memutuskan keluar dari kamar sambil membawa yoga matt ke ruang tengah. Kebetulan Bi Umah baru selesai mengepel lantai.

"Mbak Bitha sekarang bangunnya pagi terus."

Bitha tersenyum simpul. "Iya, Bi. Kalo pagi suka otomatis kebelet pipis, makanya selalu suka kebangun," sahutnya sambil menggelar yoga matt di lantai yang sudah setengah kering.

Bi Umah tersenyum.

"Bibi emang lebih sering beres-beresnya pagi ya?" Bitha duduk bersila di atas yoga matt sambil memandang Bi Umah

Bi Umah mengangguk. "Bibi emang lebih suka bersih-bersihnya pagi hari, Mbak. Nyapu, ngepel, habis itu lanjut bersihin dapur dan kamar mandi, terus siram-siram tanaman. Setelah semua pekerjaan selesai, Bibi bisa santai sebelum siangnya cuci dan jemur baju. Terus jemuran yang udah kering tinggal diambil dan disetrika."

"Makanya dari pagi sampai siang aku jarang lihat Bibi di area ruang tengah."

"Karena jam segitu Bibi emang lagi sibuk di belakang, Mbak."

"Capek nggak sih Bi Umah ngerjain pekerjaan rumah tiap hari?" tanya Bitha dengan wajah polosnya.

Bi Umah terkekeh, merasa lucu dengan pertanyaan yang ditujukan untuknya. "Capek, Mbak. Apa pun pekerjaan pasti bikin capek. Namanya juga lagi cari duit, harus mau capek."

Bitha manggut-manggut.

"Sebanding kok Mbak sama gaji yang saya dapat. Mas Galen itu nggak pelit kalo ngasih gaji. Sesuai dengan beban kerja yang diberikan."

"Diantara semua pekerjaan Bi Umah, yang paling ringan apa, Bi?"

"Siram-siram tanaman, Mbak."

Bitha manggut-manggut. Diantara pekerjaan yang sudah disebutkan oleh Bi Umah, menurutnya menyiram tanaman emang yang kelihatan paling gampang. "Mas Galen juga sering siram tanaman," gumamnya tanpa sadar.

"Bibi siram semua tanaman kecuali bunga mawar. Karena bunga mawar cuma boleh Mas Galen aja yang nyiram. Kecuali kalo Mas Galen lagi nggak ada di rumah, baru Bibi yang akan siram bunganya."

"Bunga mawar itu, bunga kesayangannya Mas Galen ya, Bi?"

"Iya, Mbak."

"Mas Galen belum keluar dari kamar ya, Bi?" tanya Bitha sambil memandang pintu kamar Galen.

Bi Umah menggeleng. "Saya belum lihat Mas Galen keluar, Mbak."

"Yaudah, Bi."

"Saya lanjut mau bersihin dapur dulu ya, Mbak."

Setelah Bitha mengangguk, kemudian Bi Umah meninggalkannya. Kini ia duduk sendirian di ruang tengah. Sekitar setengah jam melakukan  yoga, akhirnya Bitha merebahkan tubuhnya di atas yoga matt. Dulu ia paling rajin olahraga, tapi semenjak pindah ke sini ia jadi malas. Mungkin karena cuaca di sini dingin, membuatnya malas bergerak. Apalagi sehari-hari ia hanya lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan dan tidur. Pantas saja Mami mengatakan pipinya mulai gembul.

Begitu lelah melakukan yoga, Bitha menggulung yoga matt-nya dan segera mandi. Tak butuh waktu lama untuk mandi. Kebiasaan baru lagi semenjak tinggal di sini. Sekarang ia bisa mandi dalam waktu singkat. Kalau dulu, ia mandi bisa lebih dari satu jam karena harus berendam sambil meghirup lilin aroma terapi. Sedangkan kalau mandi di sini ia tidak bisa terlalu lama karena takut kedinginan. Karena di kamar mandinya tidak ada water heater, jadi ia harus bertahan mandi di bawah guyuran air dingin.

Bitha for the BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang