"SELAMAT MEMBACA!"
.
.
.
"Pernikahan akan dilaksanakan bulan depan"[̲̅$̲̅(̲̅ ͡ಠ_ಠ)̲̅$̲̅]
Empat puluh hari itu akhirnya selesai juga. Nara dan kawan-kawan kembali ke kota setelah berpamitan pada warga dan anak-anak.
Mungkin bagi peserta KKN itu adalah waktu yang lama, namun bagi para warga itu adalah waktu yang sangat singkat. Kedatangan mereka banyak meninggalkan pelajaran yang baik di desa. Dari semua kalangan masyarakat, khususnya anak-anak, sangat berat harus ditinggal kembali oleh kakak-kakak tercinta mereka. Waktu yang singkat itu menyisakan kenangan yang hebat. Anak-anak akan selalu mengenangnya.
Lambaian tangan yang disertai dengan tangisan mengantarkan kepulangan para mahasiswa. Mobil marinir sudah menjemput, para peserta sudah siap menumpangi. Hanya ada dua peserta yang tidak masuk ke dalam mobil marinir, mereka adalah Mesya dan Nara.
Varen datang untuk menjemputnya bersama dengan Neithen. Inisiatif yang datang dari pikiran Varen sendiri, pikirnya, naik mobil pribadi akan lebih santai. Mereka bisa tidur atau semacamnya jika lelah dalam perjalanan. Masuk akal.
Pukul sepuluh pagi mereka hengkang dari tanah desa untuk kembali ke kota. Tugas yang diberikan kampus sudah selesai mereka jalankan, pelajaran yang dibalut menjadi sebuah kenangan sudah mereka tinggalkan di pedesaan. Saatnya kembali ke kota, menjalankan hidup yang sebenarnya tidak Nara inginkan.
"Di desa tuh udaranya lebih segar. Apalagi kalo malam, telinga dan pikiran tuh kayaknya tenang banget," ucap Nara, mereka sudah berada dalam mobil, di perjalanan.
"Tenang, sih, iya, tapi susah gue nyari makannya," Mesya menyahut. "Warganya masih primitif. Kalo untuk kunjungan semingguan masih oke, tapi untuk tinggal gue nggak dulu. Lebih enak Jakarta ke mana-mana. Mau makan apa aja ada, males keluar tinggal gofood."
"Lo mah enak, apa-apa tinggal beli tanpa mikir duitnya dari mana," Varen ikut berkomentar.
"Yee. Buat apa Bokap gue kerja kalo bukan buat gue. Selagi ada, kita cukup menikmati," balas Mesya, cukup santai.
"Bokap gue juga kerja, tapi gue gak kayak lo, Mey."
"Ya, nasib."
"Kurang bersyukur aja. Kurang cukup apa hidup kayak lo, Ren. Bokap lo baik begitu." Kali ini komentar terdengar dari Neithen yang duduk di sebelah Varen.
"Baik dari mana? Salah dikit gua kagak dikasih duit," Varen membalas.
"Ya, itu karena lo yang salah, bego!" Mesya menimpali, terdengar sedikit emosi. Neithen hanya tertawa, begitupun dengan Nara.
Menumpangi mobil pribadi membuat mereka lebih santai di perjalanan. Bisa berhenti untuk makan ketika lapar, bisa istirahat ketika merasa pegal duduk di mobil. Hingga perjalanan yang harusnya ditempuh sekitar enam jam, kali ini menghabiskan waktu selama delapan jam lebih.
Tepatnya pukul tujuh malam, Nara sudah tiba di rumah. Varen mengantarkan mereka ke rumah masing-masing, dan Neithen menjadi orang terakhir yang Varen antarkan di pukul delapan malam.
Tulang-belulang hampir saja remuk. Nara tak peduli apa pun lagi, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Kenikmatan yang tidak perlu diragukan ketika tubuh kembali merasakan empuknya kasur di kamar. Sungguh, Nara tidak menemukan kenikmatan ini selama sebulan lebih di desa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih) END
Romance"Dia taat pada Tuhannya, tapi Tuhan yang berbeda" -Narafa "Orang yang kucintai harus terluka karena orang yang mencintaiku. Aku terjebak dalam permainannya." -Narafa