Part 23: Reuniting After Longing

20 5 0
                                    

𝓡𝓮𝓾𝓷𝓲𝓽𝓲𝓷𝓰 𝓐𝓯𝓽𝓮𝓻 𝓛𝓸𝓷𝓰𝓲𝓷𝓰

۫ ꣑ৎ Happy Reading, Love ۫ ꣑ৎ

Baskara baru saja tenggelam di cakrawala, menyisakan sisa-sisa semburat jingga dan ungu di langit barat, sementara lampu-lampu bandara perlahan menyala, memberikan pancaran hangat yang menyinari setiap sudut terminal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baskara baru saja tenggelam di cakrawala, menyisakan sisa-sisa semburat jingga dan ungu di langit barat, sementara lampu-lampu bandara perlahan menyala, memberikan pancaran hangat yang menyinari setiap sudut terminal.

Seorang gadis dengan balutan Dior Mid-Length Blazer Dress berwarna hitam membungkus sempurna tubuhnya tengah menghela napas panjang saat udara lembap Jakarta menyambutnya begitu pintu pesawat terbuka. Di kejauhan, terminal Bandara Internasional Soekarno-Hatta tampak sibuk.

Suara roda koper beradu dengan lantai marmer yang mengkilap memenuhi ruang kedatangan, dipadukan dengan percakapan dalam berbagai bahasa dan suara pengumuman penerbangan yang terdengar berulang-ulang. Dengan tangan yang tenang namun cekatan, ia menggenggam pegangan kopernya, sebuah Louis Vuitton Horizon 80, yang meluncur mulus di belakangnya dengan roda yang nyaris tanpa suara.

Cahaya dari matahari yang perlahan menghilang masih bisa terlihat samar dari jendela kaca besar yang menghadap ke landasan pacu, sementara di kejauhan, pesawat-pesawat yang baru mendarat mengeluarkan suara lembut mesin yang perlahan mereda.

Kaki jenjang milik Arletta keluar dari area kedatangan dengan santai, pandangannya menyapu sejenak ke arah kerumunan orang-orang yang sedang menunggu. Tujuh meter dari tempatnya berdiri, seorang lelaki dengan balutan Ralph Lauren Pinpoint Oxford Shirt berwarna putih yang membalut tubuh atletiknya sempurna tengah menatap Arletta tulus.

Ketika Louis melihat Arletta, senyum kecil terukir sempurna di paras tampannya, matanya berbinar penuh kelegaan sekaligus kebahagiaan. Tanpa ragu, dia langsung bergegas menuju ke arah Arletta dengan langkah cepat. Di tengah keramaian yang terus bergerak, Louis seakan tak peduli dengan sekelilingnya. Satu-satunya fokusnya adalah gadis yang baru saja tiba, sosok yang begitu ia rindukan.

Saat jarak di antara mereka semakin dekat, tanpa berkata apa-apa, Louis langsung menarik Arletta ke dalam pelukannya. Tubuhnya terasa hangat, memberikan rasa nyaman untuk tubuh proporsional milik Arletta yang tampak mungil jika berada di dalam dekapannya. Louis menyembunyikan wajahnya di tengkuk milik Arletta.

Pelukannya terlampau erat, hingga Arletta sedikit merasa sesak karena pelukan Louis. Tapi perlahan, Arletta mulai merasa nyaman. Kedua tangannya mulai terulur untuk membalas pelukan Louis. Dari jarak sedekat ini, Arletta mampu mendengarkan degup detak jantung laki-laki itu yang ternyata berdetak begitu cepat.

"I’m missing you more than words can say, Dearest," bisik Louis dengan suara parau.

“Enough, okay? Aku sesak nafas lama-lama kalau kamu peluk kaya gini,” bujuk Arletta berusaha melonggarkan pelukan mereka.

“Sebentar, aku masih merindukanmu. Aku masih nyaman dengan posisi seperti ini,” pinta Louis.

Louis mulai merenggangkan pelukan mereka, tapi tidak dengan melepaskannya. Dalam pelukan itu, Louis menundukkan kepalanya sedikit, mendekatkan wajahnya ke puncak kepala Arletta. Dia membenamkan hidungnya ke dalam rambut Arletta yang lembut, menghirup dalam-dalam aroma floral yang begitu ia rindukan.

Last but Not Least Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang