Part 13: I'm Not a Murderer

93 18 0
                                    

𝓘'𝓶 𝓝𝓸𝓽 𝓪 𝓜𝓾𝓻𝓭𝓮𝓻𝓮𝓻

۫ ꣑ৎ Happy Reading, Love ۫ ꣑ৎ

Tirta cakrawala mulai menyapa bentala, tak begitu lebat tapi cukup membuat beberapa orang memilih meneduh atau membuka payungnya. Seorang gadis dengan Chanel Wool Cahsmere Coat berwarna hitam yang membalut tubuh rampingnya berdecak kesal saat hujan tiba-tiba saja datang.

Baru saja hendak beranjak Bentley Mulsanne berwarna black sapphire berhenti di hadapannya. Dua orang pria berbadan tegap bergegas keluar membawa payung dan segera menghalau rintik hujan yang membasahi anak sang majikan, salah satu dari mereka membuka pintu mobil tersebut dan menaruh salah satu tangannya di atas roof rail mobil.

“Please forgive us, Miss. We're late picking you up,” sesal salah satu bodyguard.

Arletta hanya mengangguk singkat, ia sibuk memainkan I-padnya, sementara sang sopir mulai mengemudikan mobil. Tak lama kemudian, mereka akhirnya sampai di rumah mewah berlantai dua dengan gerbang yang menjulang tinggi.

Arletta melepaskan Chanel Wool Cahsmere Coat miliknya yang kemudian diambil oleh salah satu pelayan. Iris gelapnya menyapu seisi rumah yang sudah lama tidak ia kunjungi. Rumah megah itu tak lebih besar dari rumahnya yang berada di Indonesia, tapi rasanya ia lebih nyaman tinggal di sini.

“Let me take you to your room on the second floor,” tawar salah satu wanita dengan setelan jas rapi.

Arletta memperhatikan setiap anak tangga yang saat ini ia pijak, ada rasa gelisah bercampur rindu bergejolak di dada. Tidak sadar dia sudah sampai di anak tangga terakhir. Lantai dua dari rumah megah itu terdapat empat kamar. Dan kamar paling ujung itu adalah kamar miliknya.

“The pin of your room has never been changed, it is still the same as it was three years ago. Miss still remembers, right?”  Arletta menoleh ke arah kepala pelayan yang tadi mengantarkannya, ia mengangguk singkat kemudian mulai menekan nomor yang jelas ia ingat di luar kepala. Saat pintu kamar berhasil terbuka, pupil mata milik Arletta membesar.

“Miss can rest for now, if you need anything, you can call me on the walkie-talkie in Miss's room. I'll excuse myself,” pamit Matilda, kepala pelayan.

Sepeninggal Matilda, Arletta memutuskan untuk mengunci kamarnya. Tangan kanannya bergerak menyentuh setiap sudut ruangan, tidak banyak yang berubah semua barang-barangnya bahkan masih tertata rapi di sana. Hanya saja, beberapa pakaian miliknya telah diganti dengan yang baru.

Air matanya meluruh sendiri, melihat setumpuk kanvas dan meja yang berisi penuh cat air serta kuas yang ada di balkon kamarnya. Arletta duduk di depan kanvas berukuran 100 x 80 cm, melihat pemandangan lapangan golf yang membentang hijau nan adiwarna.

“Oma, Masyha rindu … “ lirih Arletta tak kuasa menahan air matanya.

ִֶָ 𓂃˖˳·˖ ִֶָ ⋆۫ ꣑ৎ⋆  ִֶָ˖·˳˖𓂃 ִֶָ

Last but Not Least Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang