Setelah pengakuan Hikis, hari-hari Ilman dipenuhi oleh kesedihan yang tak tertahankan. Setiap sudut kota, setiap lagu yang ia dengar, bahkan pesan-pesan singkat di ponselnya, semuanya mengingatkan dia pada kenangan dengan Hikis. la merasa terjebak dalam pusaran rasa sakit yang tak ada habisnya, seolah tak ada jalan keluar dari luka yang terus membekas.
Semakin lama, Ilman tenggelam dalam kesendirian. la mulai menjauh dari teman-temannya, keluarganya, dan bahkan hal-hal yang dulu memberinya kebahagiaan. Malam-malamnya penuh dengan air mata dan pertanyaan yang tak terjawab: "Apa yang kurang dari diriku? Mengapa ini terjadi padaku?"
Pada suatu malam yang sunyi, Ilman duduk sendirian di kamar. Pikirannya kalut, tubuhnya lelah. la merasa tak ada lagi yang tersisa untuk diperjuangkan. Kesedihan yang begitu dalam berubah menjadi keputusasaan. Dalam benaknya, Ilman berpikir bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan rasa sakit ini adalah dengan mengakhiri segalanya. la mulai menulis sebuah surat perpisahan, berusaha menjelaskan apa yang ia rasakan, namun setiap kalimat terasa hampa. Dia merasa bahwa tidak ada yang bisa mengerti betapa besar beban yang dia tanggung.
Dengan tangan gemetar, Ilman berdiri di dekat jendela kamarnya. Pikiran gelap memenuhi kepalanya. Namun, di tengah kebisingan batinnya, ponselnya tiba-tiba berdering. la menoleh sejenak dan melihat sebuah pesan masuk. Itu dari sahabatnya, Fatih, yang selama ini sudah lama mencoba menghubunginya tanpa pernah mendapat jawaban.
Pesan itu singkat tapi menyentuh: "Bro, aku tahu kau sedang terluka. Aku nggak tahu bagaimana perasaanmu, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku selalu ada di sini. Jangan menyerah, kita bisa lalui ini bersama. Aku di sini kalau kau butuh."
Kata-kata itu menusuk hati Ilman. la terdiam sejenak, memegang ponsel erat-erat. Tiba-tiba, air matanya mengalir deras. Dalam keheningan malam, Ilman menyadari bahwa meskipun ia merasa sendirian, ada orang-orang yang peduli padanya, yang ingin melihatnya tetap bertahan. Rasa putus asanya sedikit demi sedikit tergantikan oleh rasa syukur-syukur bahwa ia masih memiliki orang-orang yang mencintainya dan tak ingin melihatnya menderita.
Ilman duduk kembali, kali ini dengan pandangan yang lebih jernih. la menangis keras, tapi bukan lagi karena rasa sakit semata, melainkan juga karena perasaan bahwa ia diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya. Fatih tidak tahu, tapi pesan singkatnya telah menyelamatkan hidup Ilman.
Hari itu, Ilman memutuskan untuk bertahan. Meski perjalanan penyembuhannya masih panjang, ia tahu bahwa ia tidak harus menghadapinya sendirian. Pelan-pelan, ia belajar membuka diri kembali pada orang-orang di sekitarnya, termasuk Fatih, yang selalu ada sebagai pendukungnya.
Ilman memahami bahwa kehidupan, meskipun penuh dengan luka, juga penuh dengan kesempatan untuk bangkit kembali. la memilih untuk hidup, tidak lagi untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri, dengan keyakinan bahwa di balik kesedihan, masih ada harapan yang menunggu untuk ditemukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta di balik pertemanan
Actionada seseorang yang ber inisial i yang sedang dekat dengan h, dan tiba tida sahabat si i datang yang bernama FAJAR, dan diam diam si h dan FAJAR sedang pacaran tanpa di ketahui i