Sejenak Kembali Ke Masa Lalu

1 0 0
                                    

Setelah serangan brutal di lorong sekolah, Ilman jatuh koma selama sepuluh hari. Keluarganya dan teman-temannya tak henti-hentinya menunggu di samping ranjang rumah sakit, berharap ia segera sadar. Waktu seolah berjalan lambat, setiap detik terasa seperti seabad bagi mereka yang menanti.

Di hari kelima, sesuatu yang tak terduga terjadi. Dalam keadaan koma, Ilman merasa dirinya terlempar ke dalam kegelapan, namun perlahan, bayangan masa lalu mulai muncul. Ia merasakan tanah di bawah kakinya, sinar matahari yang hangat, dan suara tawa yang sangat ia kenal. Ketika ia membuka mata, ia mendapati dirinya berada di tempat yang dulu sangat akrab—taman di mana ia sering bertemu dengan Hikis.

Di depannya, Hikis berdiri dengan senyuman yang menyejukkan. Seolah-olah waktu kembali ke masa di mana segalanya masih sederhana, di mana tidak ada kebencian atau dendam yang membayangi mereka. Hikis tampak bahagia, seperti yang dulu ia ingat.

“Ilman, ayo duduk,” kata Hikis sambil menunjuk ke bangku taman yang biasa mereka duduki bersama.

Ilman, yang masih terkejut dengan apa yang terjadi, hanya bisa menurut. Hatinya yang selama ini dipenuhi dengan luka dan kemarahan, perlahan mulai merasa tenang. Ia merasa damai, seolah-olah semua masalah yang menimpanya menghilang begitu saja.

“Kau ingat ini?” tanya Hikis, suaranya lembut. “Dulu, kita sering ke sini saat pulang sekolah. Aku suka duduk di sini bersamamu.”

Ilman tersenyum, meskipun di dalam hatinya, ia tahu ini hanyalah mimpi atau bayangan yang muncul dalam komanya. Namun, saat-saat itu terasa begitu nyata. Rasa bahagia yang ia rasakan bersama Hikis begitu kuat, seakan-akan semuanya kembali ke tempatnya.

“Aku ingat,” jawab Ilman pelan. “Aku rindu saat-saat seperti ini.”

Mereka berbicara, tertawa, dan untuk sejenak, Ilman melupakan segala hal yang menyakitkan. Namun, ia tahu bahwa kebahagiaan ini tidak akan bertahan lama. Seiring berlalunya waktu, Hikis mulai memudar, dan taman yang semula terang kini perlahan-lahan tenggelam dalam kabut.

“Jangan pergi…” bisik Ilman, berharap momen ini bisa bertahan lebih lama.

Namun, takdir berkata lain. Ilman menyadari bahwa ia harus kembali ke kenyataan, ke dunia di mana Hikis tidak lagi bersamanya, dan di mana Fajar masih menjadi bayangan kelam dalam hidupnya.

Saat bayangan itu lenyap sepenuhnya, Ilman merasa kesadarannya perlahan-lahan kembali. Saat ia membuka mata, ruangan rumah sakit mulai terlihat, dan suara mesin-mesin yang mengelilinginya terdengar kembali. Keluarganya dan sahabat-sahabatnya masih setia menunggunya.

Meskipun hanya sebentar, pengalaman itu memberi Ilman kelegaan yang mendalam. Ia mungkin tak bisa mengembalikan masa lalu, tapi untuk sejenak, ia merasakan kebahagiaan yang sudah lama hilang.

cinta di balik pertemananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang