Pertemuan Tak Terduga di Persimpangan

1 0 0
                                    

Setelah berhasil melarikan diri dari petugas keamanan dan keributan dengan Fatih, Fajar berlari sekuat tenaga. Nafasnya tersengal, tubuhnya lelah, namun pikirannya tentang balas dendam membuatnya terus berlari tanpa henti. Jalan di depannya terasa panjang, dan di pikirannya, ia hanya ingin melarikan diri sejauh mungkin.

Namun, di sebuah persimpangan jalan yang tak jauh dari rumah sakit, langkah Fajar tiba-tiba terhenti ketika ia tak sengaja menabrak seseorang. Tubuhnya terempas ke belakang, dan suara marah langsung terdengar.

"Hey! Hati-hati kalau jalan!" suara seorang pria dewasa menggema. Fajar, yang masih dalam kondisi panik, mengangkat kepalanya dan melihat seorang pria paruh baya berdiri di hadapannya. Matanya mengeras, penuh dengan amarah karena benturan itu. Di sebelahnya, seorang wanita—istri dari pria tersebut—menatap Fajar dengan tajam.

Fajar mengerutkan kening, berusaha mengenali siapa orang yang berdiri di depannya. Namun, saat ia menyadari siapa mereka, darahnya seperti berhenti mengalir. Itu adalah ayah dan ibu Ilman.

"Fajar?!" suara ayah Ilman terdengar penuh keterkejutan sekaligus kemarahan. "Apa yang kau lakukan di sini?! Dan kenapa kau lari seperti ini?!"

Fajar, yang terkejut bertemu dengan mereka, tidak bisa langsung menjawab. "Aku... aku sedang buru-buru," jawabnya terbata-bata, mencoba mencari alasan. Namun, tatapan tajam dari ayah dan ibu Ilman membuatnya semakin merasa terpojok.

Ayah Ilman tidak membiarkan situasi itu berlalu begitu saja. "Buru-buru untuk apa? Kau terlibat dalam masalah lagi, ya? Ilman sedang koma di rumah sakit, dan sekarang kami mendengar tentang keributan yang terjadi denganmu! Kau tidak puas dengan semua ini?"

Fajar merasa darahnya mulai mendidih. Dia merasa disudutkan oleh mereka, seolah-olah seluruh kesalahan dunia berada di pundaknya. "Ini bukan urusan kalian! Semua ini karena Ilman! Dia yang membuat hidupku seperti ini! Kalian harus tahu itu!" Fajar membalas dengan nada keras, tak ingin terlihat lemah di hadapan mereka.

Mata ayah Ilman menyipit penuh amarah. "Kau pikir ini salah Ilman? Kau yang menyerang anakku secara licik di rumah sakit, dan sekarang kau bicara seolah-olah kau adalah korban? Kau sudah melampaui batas, Fajar! Kami sudah mendengar cukup tentang apa yang kau lakukan."

Suasana semakin tegang. Orang-orang di sekitar mulai memperhatikan adu mulut yang semakin memanas. Ibu Ilman, yang mencoba tetap tenang, mendekatkan diri kepada suaminya, mencoba meredakan situasi. "Fajar, anak muda, apa yang terjadi padamu? Kami kenal kau sejak kecil. Kenapa semua ini terjadi? Kenapa kau memilih jalan seperti ini?"

Fajar mengepalkan tangannya, hatinya teriris mendengar kata-kata itu. "Kenapa? Karena Ilman! Dia merusak segalanya! Dia mengambil Hikis dariku, dia merusak hidupku, dan sekarang semua orang memandangku seperti penjahat. Padahal aku hanya ingin membalas apa yang telah dia lakukan!"

Ayah Ilman menggelengkan kepala, kecewa. "Kau salah, Fajar. Ilman tidak pernah mengambil apapun darimu. Kau yang tidak bisa menerima kenyataan dan membiarkan rasa cemburu menguasaimu. Semua masalah ini kau ciptakan sendiri."

Kemarahan Fajar semakin memuncak. "Kalian tidak mengerti! Kalian hanya membela anak kalian karena dia tidak salah di mata kalian! Tapi kalian tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi! Kalian tidak tahu bagaimana perasaanku!"

Suasana menjadi semakin panas. Ayah Ilman menatap Fajar dengan tatapan tegas. "Kami tahu satu hal, Fajar. Kau adalah ancaman bagi keluarga kami. Kau harus bertanggung jawab atas apa yang telah kau lakukan."

Fajar merasa terdesak, dan dalam kebingungannya, ia berteriak. "Aku tidak peduli dengan tanggung jawab itu! Aku akan menyelesaikan ini dengan caraku sendiri!"

Keributan itu menarik perhatian lebih banyak orang, termasuk beberapa petugas keamanan yang sudah mencarinya sejak tadi. Fajar menyadari bahwa ia dalam situasi berbahaya, namun sebelum ia bisa melarikan diri lagi, salah satu petugas berhasil menangkap lengannya, menghentikan usahanya untuk kabur.

Ayah Ilman memandang Fajar dengan tatapan tajam. "Ini sudah cukup, Fajar. Kau harus mempertanggungjawabkan semua yang kau lakukan."

Dengan emosi yang masih meluap-luap, Fajar hanya bisa menatap ayah dan ibu Ilman dengan kebencian yang mendalam. Dalam hati, ia tahu bahwa ini bukan akhir dari semuanya. Dendamnya terhadap Ilman, dan sekarang orang tuanya, semakin membara.

cinta di balik pertemananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang