Chapter 1 [Bab 1; Fox]

254 42 1
                                    

  Aku ditelanjangi. Jelas sekali dia—Lujei tertidur di sisi jendela. Hujan deras bertarung dengan petir yang menyala-nyala di langit, hatiku hampa, jiwaku merana. Tak tahu apa salahku, aku hanya dapat merenungi nasib yang tengah menghujat.

"Ternyata begini rasanya menjadi manusia," ucapan yang terasa seperti bisikan itu keluar dari mulutku.

Aku tersenyum mengingat apa yang terjadi kemarin malam. Sama seperti hari ini, hujan kala itu bergaung-gaung di langit. Aku mendapati tubuhku direndam disebuah tempat yang penuh air, mengenakan kain tipis yang basah.

Waktu aku melihat kearah cermin, aku memelentingkan tubuhku ke tembok marmer ditempat penampungan air itu. Kaget. Seorang manusia laki-laki yang tampan tengah melihatku dari balik cermin, tetapi, saat itu juga aku sadar; yang berada di cermin adalah aku.

Bulu-bulu halus milikku telah hilang digantikan kain jelek ini, petani tua itu juga kerap menggunakan kain jelek ini. Apa namanya? Baju?

Aku tidak suka. Dingin. Tempat penampungan air ini ... Aku juga pernah melihatnya, manusia sering berendam di dalam tempat penampungan air ini sembari memasukan wewangian dan bunga-bunga.

Mata merotasi hingga aku menemukan jika air ini tercium aroma darah yang pekat dan airnya sudah agak memerah, rasa sakit di dadaku benar-benar membuat aku paham satu hal jika dadaku tertembak peluru. Apa lukanya berpindah ke dalam tubuh manusia ini?

Berjalan tertatih-tatih aku berusaha berjalan, kain yang disebut baju itu berwarna putih tadinya kini berwarna merah. Baju yang dipakai di kaki belakang berwarna hitam panjang itu mengimpasi rasa dingin.

Aku berjalan—merangkak. Menuju ke tempat yang lebih hangat, disudut ruangan terdapat sebuah kotak berlubang-lubang kecil yang berisi banyak baju. Pastinya itu adalah tempat yang hangat, kan?

BRAK!

Pintu terbuka dengan keras dan aku dapat melihat seorang manusia laki-laki bernafas panik hingga terlihat asap samar-samar disekitar mulutnya, dia melihat kearahku dalam hitungan detik dan segera mengangkat tubuhku ke ruangan lain yang tidak basah.

Jelas sekali aku memberontak! siapa manusia laki-laki ini? Minggir! "Hisss!" aku mendesis marah.

Sayangnya gerakan yang aku lakukan kalah dengan tenaganya yang jauh lebih kuat. Manusia itu merentangkan ku di kasur, baju yang bernoda darah itu dibuka paksa dan sedetik setelahnya manusia itu berteriak. "HANSON! GABRIEL! BAWA SI BRENGSEK ITU SEKARANG!!"

Teriakan itu memecahkan gendang telingaku! dasar manusia jelek! bisa-bisanya dia berteriak tak waras begitu.

Derap langkah tergesa-gesa terdengar dari balik pintu putih, aku menggerakkan tubuh ini. Berusaha untuk kabur, tapi, sebelum aku turun dari kasur manusia itu tiba-tiba merantai kaki serta tenggorokanku di besi panjang.

"HIISSS!!"

"DIAMLAH DULU PAPA!!" brengsek. aku tidak tahu kenapa dia memanggilku 'papa' tapi  Bisa-bisanya dia membentakku seperti itu.

"Kung ...." aku menciut seketika waktu matanya menatapku tajam. Derap langkah yang tadi terdengar jauh kini mendekat, lalu dari pintu terlihat banyak manusia.

"Sembuhkan papaku! awas saja jika kalian macam-macam," ucap si manusia jelek pada manusia lainnya.

Manusia-manusia lain menyentuh tubuhku, mereka menelanjangiku lalu mengoleskan sesuatu ke arah tempat peluru bersarang di dada. Si manusia jelek mendekat, tanpa aba-aba aku menariknya dan dengan keras mengigit leher si manusia jelek hingga lidahku merasakan darah yang yang mengalir.

Dia meringis tapi tidak pergi, membiarkan aku mencari punggungnya dan membiarkan aku menggigit lehernya. Mati kau! Mati kau kehabisan darah!! "Hisss!!"

"Tuan, tolong tenang."

"Biarkan papa melakukan apa yang dia inginkan.

Dan ya ... Itulah sebabnya aku bertelanjang dengan perban di dadaku sekarang. Pria yang aku gigit bernama Lujei. Sekarang aku mengurung diri didalam kain besar dan hangat ini, sarang yang empuk ini benar-benar nyaman dan membuatku ingin terus bergelung di dalamnya. Sedangkan Lujei tertidur di samping jendela yang terbuka apakah udara tidak dingin?

Jangankan untuk datang ke arah Lujei, menggerakkan tubuhku saja rasanya enggan. Sarang ini sangat hangat empuk dan nyaman, sangat cocok ditinggali dengan pasanganku nanti. Aku harus membawa sarang ini bahkan jika aku perlu mencurinya.

Aku menyembulkan kepalaku keluar kain tebal lalu pandangan beralih pada lukisan yang sangat cantik di meja, aku mengenal dua orang di dalamnya. Itu adalah aku yang menempati tubuh ini dan Lujei, tapi aku tidak tahu siapa dua manusia lainnya.

Lujei terbangun lalu langkahnya mendekat ke arahku, mau apa dia? dia menaikan lutut kanannya di sarang dan naik ke sarang yang kini menjadi milikku. Aku marah!

"Hisss!!" menjauh kau manusia! Ini sarangku dengan pasanganku nanti!!

"Papa, kenapa tingkahmu aneh sekali? apa si brengsek itu memukul kepalamu terlalu keras—Hup!"

Dia memeluk tubuhku yang terbalut kain tebal ini, tapi sebelum sempat merespon si Lejei berucap dengan nada mengancam. "Jangan bertingkah, papa."

Aku jelas langsung menciut, kenapa manusia menyeramkan sekali!

Lujei memelukku dengan erat, lalu dia menciumi kepalaku. Apa pula ini? "Papa ... Aku sangat mencintaimu."

"A-aku ... !"

Bisa! aku bisa berbicara seperti manusia. Sangat keren ... Mataku melihat Lujei yang menatapku bingung. "Aku apa, papa? apa ada yang sakit?"

"Aku ingin berburu! aku lapar!"

Be papa || Crt Ke 5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang