Ditengah malam yang sepi tiba-tiba saja Solomon terbangun dari tidurnya, pria itu lantas bangkit dari sofa yang ia gunakan sebagai tempat tidur. Dari keremangan cahaya rembulan, Solomon dapat melihat dengan jelas Deolina tertidur pulas diatas ranjang. Ia kemudian mencari lentera untuk membantunya melihat seisi ruangan dengan jelas di kegelapan malam itu. Ia memutuskan kembali ke tempat dimana Deolina menunjukkan taman bunga mawar itu berada. Berjalan dan terus berjalan melewati setiap lorong yang dibuat bak sebuah labirin.
Hingga akhirnya ia tiba disana, tepat didepan dinding yang terbuat dari tumbuhan. Bunga-bunga mawar itu tertempel indah untuk menghiasi dinding tersebut. Dari kejauhan, sekilas Solomon melihat seorang perempuan yang mirip dengan Deolina tengah berdiri sambil menyentuh kelopak-kelopak bunga mawar. Untuk memenuhi rasa penasarannya, ia mencoba memanggil perempuan tersebut.
"Siapa kau? Apa yang kau lakukan disini?"
Perempuan itu terdiam dan menghentikan kegiatannya barusan, ia kemudian menoleh ke arah Solomon. Perempuan tersebut tersenyum ke arahnya, setelah itu ia menghilang bagaikan asap. Solomon yang melihat itu tak bisa berbuat apa-apa. Ia memandangi kepergian perempuan itu dengan berbagai pertanyaan berputar di otaknya.
Hingga sampailah otaknya mengingat perkataan Deolina tadi malam.
".. disinilah tempat kesukaan ibuku, ayahku menyuruh tukang kebun untuk selalu merawat taman ini sebagai salah satu kenangan yang ditinggalkan oleh beliau."
"Apakah aku baru saja melihat sesosok arwah?" Gumam Solomon sebelum ia kembali ke kamar Deolina untuk kembali tidur dan melupakan kejadian yang barusaja dialaminya.
Pagi hari pun tiba, Deolina sepanjang hari hanya mengamati gerak-gerik Solomon yang cukup berubah. Dari pagi hingga siang, pria itu sama sekali rak membuatnya kesal ataupun marah. Ia juga hanya berbicara seadanya dan menjawab pertanyaan seperlunya.
Agak mengherankan jika Solomon yang terkenal arogan dan suka membuat kesal orang, tobat dalam sehari semalam.
Deolina mencari cara agar haus akan penasarannya tentang Solomon sirna, ia memutuskan untuk mengajaknya bermain anggar. Deolina mencari keberadaan Solomon yang ternyata berada di taman mawar putih kepunyaan mendiang ibunya, pria itu tampak membelai kelopak-kelopak bunga tersebut tanpa tahu jika Deolina sudah berada dibelakangnya.
"Kau, aku mencarimu kemana-mana dan ternyata kau ada disini?" Solomon menoleh ke asal suara yang mengajaknya berbicara. Perempuan cebol yang selalu kesal saat ia mengerjainya.
"Kau terlalu kepo dengan urusan orang.." jawab Solomon dengan datar.
Oke, perspektif Deolina bahwa Solomon tidak membuatnya kesal seharian salah. Belum ada beberapa jam Deolina mengakui sifat Solomon yang berubah, namun pria itu kini kembali membuatnya kesal.
"Kau tidak meminta izin kepada ayahku bahwa kau akan menginjakkan kakimu si taman kesukaan ibuku!"
"Aku tidak perlu mendapatkan izinnya ketika ia sangat menyayangi calon menantunya ini." Pongah Solomon dengan menyeringai tipis.
'Ugh.. pria ini rasanya ingin kulempar ke jurang, bagaimana Tuhan bisa menciptakan sebuah makhluk yang membuat habis lautan kesabaran seseorang?' batin Deolina kesal setengah mati.
"Ah sudahlah, ikut denganku. Aku ingin mengajakmu bermain anggar, sudah lama kita tidak melakukan sparing." Ajak Deolina.
Solomon berpikir sejenak sebelum menjawab ajakan Deolina, "Ide bagus, sudah lama aku tidak membuatmu menangis dalam tantanganmu sendiri. Baiklah aku mau."
Deolina mengabaikan omongan pedas Solomon dan langsung menggeret pria itu ke arena anggar di bawah tanah.
Sesampainya di arena Anggar, Deolina langsung mengambil pedang dengan bentuk seperti jarum jahit namun dalam ukuran besar. Ia melemparkan pedang anggar itu kepada Solomon. Lalu, mengambil satu lagi untuknya. Sebelum memulai permainan, Deolina mengikat rambutnya, menyisakan poni dan beberapa helai rambut untuk menutupi sisi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Rivals Get Married
FantasySeorang duke berhati dingin harus pasrah dengan kemauan kedua orangtuanya untuk berjodoh dengan rival di masa remajanya. Sang Duke berpikir bahwa ia tidak mungkin mencintai seseorang yang menjadi pesaingnya untuk mendapatkan gelar kehormatan dari ra...