Chapter 26

5 2 0
                                    

~biasanya semua itu hanya bersifat sementara~


"Lo kenapa dipanggil ke ndalem?"  Tanya Karina dan diangguki oleh yang lain sambil menatapku lekat.

"Bunda nelpon aku." Jawabku sambil bersila didepan mereka.

"Ko bisa ya?" Tanya Sabrina curiga.

"Emangnya kenapa?" Tanyaku lagi.

"Padahal kalau santri yang baru itu dilarang berkomunikasi sama ortu kalau belum 40 haru, bertujuan agar santri itu tidak merasa sedih saat berkomunikasi kembali bersama orang rumah." Papar Nerfiya.

"Aku juga gak tau" Kataku tanpa dosa. Tapi ada benarnya juga, kenapa aku diizinkan? Padahal baru saja aku satu hari ini pesantren ini.

"Aelah! Ga usah heran lo pada! Kan Azizah ini Ning dari pesantren ternama. Jadi ya wajar lah, lagian kan sekarang itu jamannya apa-apa pake orang dalem!" Pekik Karina dengan santai. Tapi menurutku itu sebuah cacian karena aku dianggap seorang Ning yang dengan mudahnya mengandalkan privilage.

"Lisan mu Kar!" Tegur Jehan.

Dan, yang selama ini aku takutkan di dunia pesantren benar-benar terjadi. Aku dianggap dengan embel-embel 'Ning'. Itu sesuatu yang sangat aku benci!

"Aelah canda Zi! Baperan skip!" Pungkasnya Karina sambil menepuk bahuku lalu berjalan ke ranjangnya.

"Watados pisan sia mah!" Caci Jehan.

"Lambe mu Je!" Tegur Karina sambil memperagakan gaya Jehan sebelumnya.

"Emangnya kamu tau watados teh naon?" Tanya Jehan.

"Taulah!" Jawab Karina.

"Naon coba?" Tanya Jehan lagi.

"Wajah tanpa dosa! Kayak lu?!" Seru Karina. Semua terkekeh melihat interaksi dua cewek itu, termasuk aku. Namun, jauh dari lubuk hatiku terdalam, aku menyimpan tangis karena sindiran tadi.

***

"Besok malam kita uji mental ya di sekitar pesantren?" Tanya Jehan saat kami pulang dari sholat isya dan tadarus di masjid.

"Iya, emangnya kenapa?" Tanya Aisyah.

"Duh, izin aja boleh ga sih? Aku kan borangan!" Ujar Jehan sambil menggigit bibirnya.

"Borangan itu apa?" Tanya kami serempak.

"Sieunan nyaho!" Jawabnya kesal.

"Sieunan apa lagi? Kita kagak ngerti bahasa lo! Pake bahasa indo aja bisa kagak sih?!" Tukas Sabrina.

"Borangan atau sieunan itu artinya penakut!" Jawab Jehan sambil tersenyum paksa.

"Eh iya! di desa ini katanya ada mitos lho!" Sanggah Karina sambil mulai bersila dan kami pun berkumpul membuat lingkaran.

"Mitos apa?" Tanya Jehan penasaran.

"Katanya borangan!" Sindir yang lain terkecuali aku.

"Udah ah lanjut-lanjut!" Tegur Jehan.

"Katanya kalau kita ngelewatin sisi kanan pesantren ini harus permisi dulu! Untung aja kita kebagian kamar di sisi kiri!" Seru Karina.

"Emangnya kenapa?" Tanya Nerfiya.

"Ya kan sisi kanan pesantren itu kuburan!" Jawabnya tegas.

Kami serempak berkata "aelah" karena tak habis pikir dengan cerita Karina. Ya sudah jelas dong, kalau kita melewati kuburan harus permisi atau mengucapkan salam.

"Nu bener we atuh carita na!" Gerutu Jehan.

"Eh tapi tadi pas kita MATSAMA, gue denger kaka santriwati senior disini pada ngomongin kamar kita lho!" Sanggah Sabrina.

"Wah gimana tuh?" Tanya Jehan lagi.

"Jadi, kalau ga salah sih tadi gue denger dari si kakanya di kamar kita ada mbak kun sama nenek-nenek! Tapi mereka ini baik selama kitanya gak ngeganggu dia. Tapi gue juga gak tau itu asli atau palsu, tapi si Kaka tadi bilang, dia juga sebelumnya dikamar ini pas masih kelas Tsanawiyah, terus gak sengaja pas waktu mau tidur dia nyenggol benda gitu tapi gak taunya ternyata itu tuh si mbak!" Jelas Sabrina.

"Wey lah! Kita ngomongin mereka di tempat mereka sendiri! Mikir kagak sih?!" Tukas Jehan sambil memeluk ku.

"Eh bener juga!" Sahut Nerfiya.

"Udah ah jangan cerita yang kek gitu lagi! Merinding gue!" Cibir Karina.

"Ya sama lah! Gak kebayang aja, kita nyenggol si anu!" Seru Sabrina.

"Inget kata Ning Zizah aja! Derajat kita lebih tinggi daripada mereka!" Seru Karina sambil berdiri dan membuka mukenanya. Yang lain pun membuka mukena masing-masing kecuali aku dan Aisyah.

Entah kenapa, seruan Karina itu seperti sindiran yang mengingatkan bahwa aku ini Ning dari pesantren ternama.

Lantas kami terdiam, sementara aku beranjak dari posisiku dan melangkah ke arah ranjang hendak tidur dan  mukena dari tubuhku dan menggantinya dengan kerudung sport.





bantuu bagiin ke temen² kalian dong, biar cerita ini berkesan buat khalayak banyak.
jangan lupa juga vote, koreksi dan follow yaaaaa!

First Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang