16. Justice In Death

25 1 0
                                    

selama 1 jam lamanya mereka berdua menunggu kabar dari dokter yang telah mengoperasikan Reza, berbagai macam doa mereka lantunkan, berharap supaya Reza akan baik baik saja, terutama Jihan, ia ingin sang kekasih kembali dalam keadaan baik baik saja, karena hanya Reza satu satunya orang yang ia tunggu didunia ini setelah kedua orang tuanya, tapi sayangnya orang tuanya yakni sang ayah telah tiada pada 2 tahun yang lalu akibat serangan jantung.

"Tolong kembalikanlah dia kepadaku ya Tuhan" ucap Jihan sembari mempersatukan kedua tangannya, berharap Tuhan mengabulkan permintaannya

Ketika mereka berdua tengah sibuk berdoa, dokter pun keluar dari ruang operasi bersama para perawat lainnya, mata sang dokter tertuju kepada para rekan terutama kekasih dari sang pasien yang penuh dengan ketegangan dan juga harapan akan nasib sang pasien, sang kekasih pasien yakni Jihan menyadari keberadaan sang dokter, ia pun memutuskan untuk segera menanyakan kondisi dari Reza.

"Bagaimana hasil operasinya, dok?" tanya Jihan, wajahnya begitu penuh kekhawatiran dan perasaan gelisah yang menghantui pikiran dan hatinya

"Operasinya berjalan lancar" ucap sang dokter, mendengar hal itu, Jihan pun menghela nafasnya dengan lega

"Akan tetapi.." mendengar ucapan itu, mereka semua kembali menatap wajah sang dokter dengan penuh ketegangan

"Ada apa dok? Apa ada sesuatu yang terjadi pada pasien?" tanya Hari sembari terus mengenggam tangan Jihan

"Kami berhasil mengeluarkan peluru dari tubuh sang pasien, akan tetapi peluru tersebut" ucap sang dokter, wajahnya tampak kebingungan sembari mengingat kejadian ketika ia mengoperasi Reza

"Ada apa dengan pelurunya?" Tanya Jihan, ia merasa heran sekaligus tak paham dengan ucapan sang dokter

Tak lama rekan rekan Reza datang menghampiri mereka yang sedang berkumpul bersama sang dokter.

"Bagaimana operasinya?" Tanya Ryan sembari menyentuh bahu kanan Hari

"Operasinya lancar, tapi dokter merasa heran dengan peluru yang masuk kedalam tubuh kak Reza" ucap Hari sembari sesekali mencoba mencerna perkataan sang dokter

"Ada apa dengan peluru itu?" Tanya Ryan sembari menatap Hari dengan begitu serius

"Bolehkah saya melihatnya?" Tanya Dion sembari menatap sang dokter

Seketika semua orang disana menatap ke arah Dion, terutama Ryan dan Vio yang tampaknya begitu terkejut menatap Dion dengan wajahnya yang terlihat sangat serius saat itu.

"Ya, tunggu sebentar, saya akan membawanya untuk anda" ucap sang dokter sembari meminta para perawat untuk membawa peluru itu ke hadapan Dion

"Apa kau sakit?" Vio langsung meraba dahi Dion, ia memastikan bahwa rekannya itu dalam keadaan baik baik saja

"Apa yang kau lakukan? Tentu saja aku baik baik saja" ucap Dion sembari menepis tangan Vio

Hal ini membuat Vio begitu terkejut dengan tingkah Dion, bukan hanya Vio yang terkejut tapi semua orang disana juga merasa heran dengan sikap Dion saat ini.

Tak lama salah satu perawat membawa peluru itu beserta nampan dan penjepit, Dion pun langsung memakai sarung tangan berbahan karetnya dan mulai mencapit peluru itu.

Dengan teliti Dion terus mengidentifikasi peluru itu dengan wajah yang sangat serius.

"Bisa bungkus kan peluru ini dengan sebuah plastik zip lock? Saya akan membawa ini ke tim forensik untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi" ucap Dion sembari mengangkat peluru itu dengan pencapit dihadapan sang dokter

"Baik, saya akan membungkus ini dan memberikannya kepada anda" dengan sigap sang dokter memerintahkan sang perawat untuk segera membungkus peluru tersebut

Choose! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang