7. Langkah Menuju Kebebasan

661 152 46
                                    

Setelah mengantarkan Freen ke kantor agensinya pagi itu, Becky kembali melajukan sepeda motornya menuju apartemennya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mengantarkan Freen ke kantor agensinya pagi itu, Becky kembali melajukan sepeda motornya menuju apartemennya. Meskipun masih sedikit mengantuk, ia berusaha tetap fokus di tengah hiruk-pikuk jalanan kota Bangkok yang ramai pada pagi hari itu.

Ring~ Ring~

Terdengar suara ponselnya berdering. Becky segera menepi dan memeriksa layar, penasaran siapa yang menelepon di jam seperti ini.

"Ayah? Tumben sekali ayah menelepon," gumamnya sebelum menggeser tombol hijau untuk menjawab.

"Ada apa Ayah? Tumben pagi-pagi menelepon?" tanyanya langsung tanpa basa-basi.

"Selamat pagi, putri kesayangan Ayah. Bagaimana kabarmu?" terdengar suara lembut ayahnya dari seberang.

Becky mendesah pelan. "Tidak usah basa-basi Ayah, ada apa sebenarnya?"

"Ayah ingin bertemu. Apakah bisa?"

"Maaf Ayah, aku sibuk. Lain kali saja—"

Belum sempat Becky menyelesaikan ucapannya, ayahnya tiba-tiba menyinggung soal penggunaan uang dalam jumlah besar dari tabungannya. Becky terkejut. Selama ini, ia memang tak pernah menyentuh uang pemberian ayahnya, dan jelas itu menimbulkan kecurigaan.

"Kamu kekurangan uang sayang? Ayah sudah bilang, menjadi penulis webnovel tidak akan membuatmu kaya. Lebih baik kamu meneruskan perusahaan ayah-"

"Tidak Ayah. Aku tidak mau duduk di ruangan dengan setumpuk pekerjaan itu," balas Becky dengan tegas, menahan rasa kesal.

"Pokoknya pagi ini temui Ayah di kantor. Tidak ada bantahan, atau kamu harus mengembalikan uang itu ke rekening semula," ancam ayahnya.

Becky menggigit bibir, tahu betul bahwa kali ini, ia tak punya pilihan untuk menghindar. Kemudian ia menutup telepon dengan perasaan campur aduk. Meskipun dirinya masih mengantuk dan ingin segera pulang dan tidur, namun ia tahu bahwa mau tidak mau dirinya harus menemui sang ayah, atau pria tua itu akan mulai mengomel dan mengadukannya pada ibunya.

Gadis itu menghela napas sebelum memutar arah sepeda motornya ke arah Armstrong Reality Group, perusahaan ayahnya yang terkenal di pusat kota Bangkok.

Gedung megah itu menjulang di hadapannya, mencerminkan kesuksesan dan kekuatan yang dibangun oleh keluarganya. Meskipun saat ini dirinya hanya mengenakan kaos lengan panjang abu-abu yang sedikit kusut dan celana jogger hitam, ditutupi dengan jaket denim oversized, ia berusaha tetap percaya diri. Rambutnya yang diikat sembarangan dan penampilannya yang sederhana tidak membuatnya minder dengan para karyawan disana yang berpenampilan rapi.

Lagipula ini salah ayahnya bukan? Yang memaksanya pergi ke kantor pagi-pagi sekali?

Setelah memasuki lobi yang sibuk, Becky merasa suasana formal kantor menyambutnya. Aroma kopi segar dan suara langkah kaki yang cepat memenuhi ruangan. Kemudian ia bergerak menuju lift dan memencet lantai 35 dimana ruang kerja ayahnya berada.

Fans With Benefit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang