Namanya Salma, remaja cantik berparas putih bersih dan berambut panjang ini sering kali menjadi perbincangan para siswa-siswi di sekolahnya. Bukan hal negatif, namun positif vibes yang dia bawa buat mereka untuk menjadi teladan tanpa menggurui. Tak heran, banyak yang kagum dengannya. Tidak mengandalkan kecantikannya untuk menjual namanya, namun dengan prestasinya. Dia duduk di bangku kelas 2 SMA dimana sekarang dia menduduki posisi ketua organisasi OSIS sekaligus ketua kelas di kelas 11 IPS. Selain cantik, Salma dikenal humble ke adek kelas maupun teman seangkatannya.
Hari ini, Salma berangkat lebih pagi karena dia harus prepare untuk menyiapkan acara Agustusan di sekolahnya. Berjalan menuju ruang makan menemui Bu Rahma dan Pak Erwin yang lagi makan bersama Bimo, adeknya yang duduk di kelas 2 SMP.
"ma, pa, Salma berangkat duluan ya. Mau prepare buat acara tujuh belasan hari ini di sekolah." Ucap Salma sambil mencium tangan Bu Rahma dan Pak Erwin.
"Iya, Nak. Hati-hati." Jawab Bu Rahma.
"Jangan ngebut-ngebut dijalan, pakai helm juga." Lanjut Pak Erwin.
"Siap, Mama, Papa. Bye bye. Assalamualaikum."
Salma berjalan keluar rumah, tak lupa sebelum itu usil ke Bimo, mengusap rambut dan mencubit pipinya.
"Ih, apaan sih, Kak."
Salma hanya menjawab dengan senyuman puas.
Salma juga anak yang mandiri, dia tidak mau bergantung kepada orang lain. Membawa sepeda sendiri adalah keinginan Salma dari lama. Bukan ingin bebas, namun dia ingin belajar tanggung jawab dan mandiri.
🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎
Sesampainya di sekolah, Salma berjalan cepat menuju ruang OSIS. Disana sudah ada beberapa anak OSIS lainnya yang tengah mempersiapkan untuk perlombaan hari ini.
"Sorry ya, aku datangnya telat."
Arthur menjawab,
"Enggak kok, Sal. Baru 15 menitan kita disini.""Iya, Sal. Udah siap semua tinggal cek sound dan panggung aja di lapangan. Kalo yang lain udah siap ini." Ujar Melisa, teman sekelasnya Salma.
"Oke. Aku ke lapangan aja kalo gitu ya?"
"Oke, Salma."
Salma pun berjalan ke kelasnya dulu untuk menaruh tas setelah itu mengecek panggung kecil dan sound.
Sesampainya di lapangan, memang ada beberapa kakak kelas membantu memasang sound sistem dan panggung kecil di kanan lapangan ditemani 2 guru. Sepertinya sudah selesai.
"Selamat pagi, Bapak." Ucap Salma dan mencium tangan Pak Broto, guru matematika di kelas 10.
"Selamat pagi, Salma. Gimana? Semuanya sudah selesai? Jadi 2 hari kan acaranya?" Tanya Pak Broto.
"Sudah selesai semua, Pak. Abis ini langsung disiapkan disini dan acaranya 2 hari, Pak."
"Ohh, iya iya. Semangat ya, Salma."
"Terima kasih, Bapak."
Dia tak lupa mengucapkan terima kasih kepada 4 kakak kelas laki-laki yang membantu menyiapkan panggung kecil dan sound sistem nya,
"Terima kasih ya, Kak.""Sama-sama, Salma."
Cukup lega karena acara kali ini dia dibantu dan disuport banyak orang, bukan hanya dari kalangan OSIS saja. Salma menjadi lebih semangat.
🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎
Acara berjalan dengan lancar, ada 4 jenis lomba yang diadakan hari ini seperti balap karung, bakiak berkelompok, estafet karet sama estafet Kelereng. Acara berlangsung dari jam 07.30 sampai jam 11.30. Seru.
Setelah acara selesai, para siswa dipulangkan kecuali OSIS untuk membantu membereskan lapangan dan menyiapkan untuk lomba besok. Dibilang capek, iya. 20 anggota OSIS berkumpul di depan ruang OSIS untuk beristirahat, minum es ataupun makan. Begitu juga dengan Salma. Di sekolah, Salma lebih akrab dengan Melisa, wanita berambut sebahu ini adalah sahabat Salma sejak SMP dan sekarang mereka juga sekelas, ditambah sekarang Melisa menduduki jabatan sekretaris di organisasi OSIS. Seimbang.
Salma dan Melisa duduk di samping ruang OSIS sambil makan bekal. Sambil memakan bekalnya, Melisa berkata,
"Eh, Sal. Tadi ada adek kelas gak tau kelas IPA apa IPS, mau minta nomormu ke aku.""Eumm, terus-terus?"
"Ya gak aku kasih lah, Sal. Ntar kamu digombalin mereka, mana gombalan cowok sekarang tuh lebay-lebay gak sih?"
Salma tertawa kecil,
"Gak lebay lagi, yang ada ngeri-ngeri, Mel."Ditengah obrolan mereka, tiba-tiba ada kakak kelas yang Salma dan Melisa kenal. Dia adalah Gio, anak IPA di kelas 12 yang terkenal jago rumus. Secara fisik, Gio bisa digambarkan sebagai cowok dengan nilai plus. Badannya sedikit berisi, tinggi, memakai kacamata dan berkulit putih bersih.
"Siang, Mel, Sal." Sapa Gio sambil melambaikan tangan.
Melisa memang sedikit extrovert, jadi dia lebih aktif dari segi bicara maupun yang lain,
"Siang, Kak. Ada apa?""Ini, ada titipan dari temenku buat Salma."
Gio memberikan box kotak kecil yang sudah ditutup kertas kado dan pita,
"Tapi, kata dia jangan dibuka disini. Malu."Salma menerima box kecil itu dengan perasaan penasaran, penasaran dengan orangnya dan isi boxnya,
"Oh, iya, Kak. Tolong sampaikan terima kasih ya. Aku terima box nya.""Kenapa gak dia nya sendiri yang ngasih, Kak." Tanya Melisa.
"Dia bilang malu mau ngasih, takut juga."
"Oalah. Yaudah, Kak."
"Aku balik ke kelas dulu ya." Pamit Gio, melemparkan senyum manis ke mereka berdua.
Gio berjalan santai menuju kelasnya. Sedangkan Salma dan Melisa saling tatap,
"Ciee, dapet penggemar baru nih.""Ishh, apaan sih, Mel. Ntar aja aku lihat, siapa tau didalamnya dia ngasih nama jelasnya."
"Buka sekarang aja."
"Ya jangan dong, Mel. Kan pesannya kak Gio tadi apa? Dibukanya jangan di sekolah."
Melisa hanya mengiyakan, karena dia tau, Salma tidak suka dipaksa dalam hal apapun.
Mereka melanjutkan makan.
🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎🌎
KAMU SEDANG MEMBACA
NUMB
RomancePerasaan yang tumbuh secara berlebihan memanglah tidak baik, hingga membuat diri sendiri merasa lelah dan mati rasa. Kisah Salma semoga menjadi pengalaman baru buat kalian para pembaca.