How Are You?

13 3 0
                                    

BAB I

Selain otak terkadang menyiksa dengan memunculkan memori lama, otak juga terkadang menyiksa melalui penafsirannya mengenai situasi.

•••

2021, Belanda

Maastricht University,

Faculty of Psychology and Neuroscience

Cecillia Nora hanya menatap lelaki di hadapannya tanpa bicara sepatah kata pun dalam beberapa detik, sepertinya. Tatapannya tidak dapat diartikan sebagai tatapan takut, tapi lebih kepada terkejut juga mungkin samar-samar menyiratkan rindu yang pelik. Perasaan yang sungguh aneh dan berwarna. Ia sudah lama tidak merasakan perasaan ini.

Ingatan mengenai kisah manisnya yang tadi tiba-tiba saja muncul tanpa aba-aba bukan lagi kisah yang terhubung dengan emosi bahagia, tetapi juga emosi pilu yang menyesakkan. Mungkin ini bisa menjelaskan mengapa ia merasakan rindu namun rasa perih juga menggerogoti jiwanya.

Jangan lupakan rasa bersalah yang mulai menjalar ke seluruh tubuh. Otak manusia yang luar biasa ini bisa membuat jiwa merasakan berbagai emosi dalam satu waktu dengan respon biologis yang mendukungnya. Respon biologis Nora adalah sesak, bungkam, ingin menitikkan air mata saat itu juga.

Untung saja kesadaran Nora segera mengambil alih. Tubuhnya kini mengikuti arahan dari Nora. Ia tidak boleh mengeluarkan air mata sedikit pun. Itu akan melukai harga dirinya.

"Aku baik."

Nora menjawab sembari tersenyum. Iya, tersenyum. Mungkin itu usaha besar yang ia lakukan saat ini. Mungkin ekspresi (pura-pura) tenangnya ini adalah pilihan terbaik pada saat ini.

Pria itu balas tersenyum pula. Senyuman yang sudah lama Nora tidak lihat. Oh, lupa. Tadi ia lihat, beberapa saat lalu ketika tuan ini menyapanya.

"Aku seneng untuk tahu kalau kamu baik-baik aja."

Sial, senyum pria itu semakin melebar. Bahkan tatapan matanya kini benar-benar mengarah pada mata Nora. Tatapan yang baru ia lihat lagi hari ini secara langsung. Tatapan yang meneduhkannya.

"Thanks. Kamu?"

Ditanya balik, pria itu mengangkat kedua pundaknya. "Bisa lihat? Kayanya aku banyak makan, jadi lebih terlihat sehat?" Tawa kecilnya terdengar.

Nora tidak bisa melepas tatapannya pada pria ini. Paramayoga Mahawira, bisa tidak dia diam saja? Bisa tidak, dia tak tertawa? Bisa tidak, dia pura-pura tidak kenal? Pertahanan diri Nora bisa sia-sia jika begini adanya.

Sudut bibir Nora terangkat. Katanya, emosi memang menular. Nora percaya akan hal itu. Lihat saja, ia kini tersenyum, sedikit merasakan lega. Rasa bersalah dan cemas turun sedikit, sementara rasa rindu meningkat tajam.

Nora tahu, perasaannya masih sama terhadap pria ini.

"You said you saw my name on the booklet. Are you perhaps-" Nora tidak menyelesaikan kalimatnya. Bukankah itu terdengar terlalu percaya diri? Tidak mungkin pria ini mencarinya. "I am sorry, I just-... Hm, please forget it."

Pram terkekeh geli. "I applied for journal submission and being a speaker. Salah satu tugas dari RS dan kampus." Jelasnya. "Aku lihat namamu waktu aku dapet booklet ini."

Duh. Sial. Gak perlu dijelasin! Jelas dong kamu lihat namaku pas dapetin booklet! Terus dapetin booklet kan baru aja kemaren pas daftar ulang!, begitulah bagaimana Nora berakhir memaki pria ini di dalam otaknya. Sejujurnya, hanya untuk membuat dirinya menghilangkan rasa malu saja. Nora, lo kok bisa-bisanya mikir dia nyariin lo! Bisa aja dia udah nikah, kan?

The Unrevealed Story [ ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang