Kesamaan

1 1 0
                                    

BAB VII

Emosi yang membuncah sebaiknya dikeluarkan dengan cara yang lebih sehat agar tidak menyakiti diri dan orang lain.

---

2021, Belanda

Maastricht University

Bila kau berjalan keluar dari gedung Fakultas Psikologi dan Neurosains, kau akan melihat hamparan jalan untuk berbagai kendaraan, termasuk sepeda. Orang-orang Belanda senang sekali menggunakan sepeda untuk bepergian, tidak terkecuali ke kampus. Kau akan melihat banyak mahasiswa mengendarai sepeda. Tidak hanya itu, tempat parkir sepeda pun selalu terisi penuh.

Pram melangkahkan kakinya sembari memperhatikan setiap orang yang lewat di sekitarnya, juga memperhatikan lingkungan di sana. Lingkungan di dalam universitas ini sangat bersih dan tertata rapi. Pram bisa melihat rerumputan yang hijau dan rapi, ia juga bisa melihat pepohonan yang membuat lingkungan ini terasa lebih segar. Pram memang hanya berjalan kaki untuk menemukan bus dan kembali ke hotel. Siapa sangka memperhatikan kendaraan, lingkungan, dan udara bisa menenangkan hatinya yang sedang kalut? Dia merasa lebih bisa mengendalikan emosinya saat ini.

. . .

Pram tidak langsung pergi ke hotel. Kehendaknya tak menginginkan dirinya untuk diam berada di dalam ruangan hotel sendiri. Ia perlu untuk menikmati pemandangan Kota Maastricht yang begitu asri, setidaknya menurut Pram, karena jarang sekali ia melihat berbagai pemandangan hijau di Jakarta.

Pram melangkahkan kakinya menuju sebuah kafetaria kecil di dekat hotelnya. Setelah takjub dengan bangunan tampak luar dari kafe ini, ia memutuskan untuk masuk ke dalamnya.

Jika kau penasaran, sebenarnya, kafe kecil ini biasa saja. Bangunannya khas Eropa bernuansa tua, agak menyeramkan, namun diberikan tenda berwarna perpaduan antara jingga pastel dan hijau toska sehingga menarik perhatian. Warna yang lumayan mencolok, bukan? Setidaknya, di antara kafe-kafe yang berwarna monokrom, hanya kafe ini yang memilih warna dengan berani. Kafe ini lumayan terisi, bila terlihat dari luar. Ada banyak pengunjung yang membuat Pram jadi penasaran.

Ketika Pram hendak masuk ke dalamnya, sebuah bola nyaris menghantam tubuhnya dari arah kanan. Refleks Pram masih sangat baik. Badannya langsung menoleh ke kanan dan kedua tangannya menangkap lemparan bola tersebut.

Pram terkejut bukan main. Pasalnya, bukan hanya terkejut seakan ia disambut oleh kawan lama, tetapi juga terkejut karena lemparannya begitu kencang.

"Nice catch, sir! Are you perhaps a basketball player from Asia?" Tanya seorang anak lelaki dengan paras rupawan. Bibirnya menyunggingkan senyum yang akan membuatmu ikut tersenyum juga. Rambutnya dicat berawarna blonde, sedangkan kulitnya putih langsat. Paras wajahnya tidak menandakan bahwa anak ini keturunan Eropa. Wajahnya sangat Asia dengan mata sipit yang semakin tidak kelihatan ketika ia tersenyum lebar.

Selepas mengamati, Pram tersenyum sopan kepada anak lelaki ini.

"Is it how you say 'hi' to the older here?" Tanya Pram yang masih terkejut dan bertanya-tanya.

Si anak remaja menggaruk kepalanya, memperlihatkan ekspresi wajah rasa bersalah seperti menyiratkan kalimat, sial, salah deh. Tingkahnya membuat Pram terkekeh. Bagi Pram, anak remaja ini menggemaskan.

Belum sempat si anak menjawab, Pram sudah memantulkan bola basket itu ke jalan. Ia melakukan dribble sembari menunggu jawaban dari sang anak.

"Well, I am so sorry for being unpolite." Tutur si anak sembari menundukkan badannya setara sembilan puluh derajat. Pram tersenyum lebar melihat respon sang anak.

The Unrevealed Story [ ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang