Epilog

10 1 0
                                    

2021, Belanda

Satu Tahun Kemudian

Paramayoga Mahawira:

Menerima bukanlah hal yang mudah. Bagi sebagian orang, artinya perlu kembali membuka luka yang dikubur rapat dan memeluknya perlahan, bagi sebagian orang lainnya, artinya butuh waktu untuk memilih melupakannya saja dan menghindarinya. Menerima bahwa kita belum mampu untuk menerima pun sudah sebuah bentuk penerimaan. Yang saya lakukan adalah membuka luka itu dan membenahinya perlahan. Walau rasanya sulit untuk diterima dalam waktu cepat, tapi setidaknya, saya melihat kebenaran yang ingin saya ketahui. Dengan begitu, saya memprosesnya.

Otak manusia yang begitu luar biasa membantu saya untuk memahami keadaan, bukan hanya dari pihak saya, tetapi juga dari sudut pandang orang lain. Dengan memandang dari berbagai sisi, saya lebih mampu untuk menerima dan belajar bahwa orang lain pun pasti punya rasa sakit yang sama, dengan alasan yang berbeda.

Setelah menerima keadaan, rasanya hidup jadi berjalan lebih mudah, lebih damai dan rasanya lebih indah.

Seperti saat ini, saya berdiri di atas altar, memandangi seorang perempuan yang beberapa tahun lalu rasanya tak mungkin saya temui lagi. Saya pikir kehendak Tuhan sudah menggariskan kita tidak bersama, saya sudah siap melajang seumur hidup, tapi siapa yang tahu bahwa Tuhan Maha Membolak-balikkan keadaan?

Perempuan yang saya cari sampai gila selama bertahun-tahun karena pergi tanpa kata, bertemu kembali setelah kami sama-sama dewasa, mengurai takdir yang bagai benang kusut, dan pada akhirnya memilih untuk saling menggenggam impian yang sama, impian yang sederhana, membangun rumah tangga yang semestinya.

Tuhan tahu bagaimana masa kecil kami. Tuhan juga tahu sebesar apa keinginan kami untuk mewujudkan keluarga yang 'normal'. Sepertinya karena itu, Tuhan membersamai kami kembali.

Dengan demikian, saya pun mengucap janji di hadapan Tuhan untuk menjaga wanita yang saya cintai dan juga anak lelaki remaja yang hadir di antara kami.

Tuhan begitu baik menganugerahi saya cinta mereka.

Saya akan menjaganya. Itu saja prinsip yang berani saya kukuhkan.


Cecillia Nora:

Setelah menyimpan kisah pelik sendiri dan tak membaginya dengan orang yang sangat mampu menjadi tempat bersandar ini, aku jadi sadar bahwa itu adalah hal yang bodoh. Walaupun aku ingin lelaki di hadapanku ini menjadi seorang yang sukses dan ia pasti dibutuhkan oleh lebih banyak orang, tapi aku pun membutuhkannya, aku tidak naif.

Saat lelaki ini mengajakku menikah untuk pertama kalinya, sepertinya ia sedang terburu-buru dan aku pun terkejut. Ajakan yang sangat ingin kudengar jadi sebuah ajakan yang meragukan.

Namun, ia kembali dengan penuh persiapan. Saat ia mengajakku menikah untuk kedua kalinya, aku tidak mungkin menolaknya.

Aku tidak bisa mengelak bahwa aku sangat mencintainya, bahkan setelah lima belas tahun kami berpisah.

Rio mendorongku terus untuk membersamai lelaki ini sampai aku berpikir apakah ayah dan anak ini bersekongkol? Lucu sekali rasanya. Namun, itu berarti Rio membuka hati untuk Pram. Saat itulah aku yakin bahwa kami bisa bersama. Aku tidak bisa memungkiri bahwa keputusan Rio juga menjadi pertimbangan yang amat besar karena Rio adalah bagian dari hidupku.

Berikrar di hadapan Tuhan merupakan janji yang begitu sakral hingga aku menitikkan air mataku. Namun lelaki ini langsung menyekanya dan bilang padaku bahwa make-up ku akan luntur. Aku tidak punya pilihan lain selain terkekeh pelan. Ku pikir, hari pernikahanku akan begitu kaku, tapi bersama Pram rasanya menyenangkan.

Aku tidak tahu harus menggambarkan rasa bahagiaku seperti apa. Mungkin rasa bahagiaku amat jelas terpampang di wajahku saat ini.

Bersyukur sekali bertemu denganmu lagi, Pram. Terima kasih banyak sudah memilihku untuk bersamamu.

---

***

Semoga kisah Nora dan Pram menghibur teman-teman pembaca! Terima kasih banyak telah memilih kisah ini!

The Unrevealed Story [ ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang