28. Orang Tua

3 1 0
                                    

Setelah beberapa hari di rumah sakit, akhirnya Aya dan Arka diizinkan pulang. Aji mengatur semua keperluan untuk menyambut mereka di rumah. Begitu memasuki rumah, aroma segar dari bunga-bunga dan dekorasi sederhana yang Aji siapkan menyambut mereka.

“Aku merasa seperti ratu,” Aya berkata sambil menatap sekeliling, matanya berbinar bahagia.

“Karena kamu memang ratu di rumah ini, dan Arka adalah pangeran kita,” Aji menjawab dengan senyuman lebar. Ia merangkul Aya, membawa Arka dengan lembut.

Mereka berdua duduk di sofa, dengan Arka tertidur nyenyak di pelukan Aya. “Apakah kamu sudah memikirkan kapan kita akan mengadakan acara syukuran untuk Arka?” tanya Aji, memecah keheningan yang nyaman.

“Aku rasa kita harus mengundang keluarga dan teman-teman terdekat,” jawab Aya, penuh semangat. “Aku ingin mereka merasakan kebahagiaan yang sama seperti kita.”

“Aku setuju. Kita bisa merayakan semua yang telah kita lalui, dari perjuangan hingga kelahiran Arka. Ini adalah momen berharga yang perlu dibagikan,” Aji menambahkan.

Hari demi hari berlalu, dan kedatangan Arka membawa kebahagiaan baru dalam kehidupan mereka. Meski begitu, tantangan sebagai orang tua tidak berhenti di situ. Aya sering kali merasa kelelahan, terutama saat malam ketika Arka terbangun untuk menyusui.

Suatu malam, setelah beberapa jam terjaga, Aya menatap Aji yang sedang tertidur di sebelahnya. Ia merasa sedikit tertekan, kelelahan dan cemas. “Aji, bangun,” panggilnya lembut, tetapi Aji hanya menggerak-gerakkan badannya.

Akhirnya, dengan sedikit lebih keras, Aya mengguncang bahunya. “Aji, tolong bangun. Aku butuh bantuan.”

Aji membuka mata, terlihat bingung. “Apa yang terjadi?” tanyanya, masih setengah terlelap.

“Aku sangat lelah. Arka terus terbangun dan aku merasa tidak mampu. Bisakah kamu membantuku?” suara Aya bergetar, mencerminkan ketidakpastiannya.

Aji segera duduk, menyadari betapa putus asanya Aya. “Tentu, aku akan bantu. Apa yang bisa aku lakukan?”

“Aku hanya butuh sedikit waktu untuk beristirahat. Mungkin kau bisa menggendong Arka sebentar?” Aya meminta, berharap bisa meregangkan tubuhnya yang lelah.

“Baiklah, berikan padaku,” Aji berkata, dengan lembut mengangkat Arka dari pelukan Aya. Dia menggendongnya dengan hati-hati, merasakan kehangatan bayi itu. “Kau mau tidur sebentar?”

“Aku akan coba,” jawab Aya, tersenyum lembut. Ia merasa lega melihat Aji dengan penuh kasih sayang kepada Arka.

Setelah Aya beristirahat, Aji menyusui Arka dan mengganti popoknya. Meskipun awalnya merasa canggung, ia segera beradaptasi dan menemukan kebahagiaan dalam tanggung jawab barunya.

Setelah beberapa saat, Aya terbangun. Ia melihat Aji yang masih memegang Arka dengan tatapan penuh cinta. “Kau melakukannya dengan sangat baik,” puji Aya, merasa bangga.

“Terima kasih, tetapi aku tahu aku masih harus belajar banyak. Namun, melihat wajah kecil ini membuatku merasa semua usaha ini layak,” Aji menjawab, mengedipkan mata pada Arka.

Tiba-tiba, Aya merasakan dorongan untuk berbicara tentang perasaannya. “Aji, aku tahu ini semua sangat baru untuk kita. Kadang aku merasa cemas, takut tidak bisa menjadi ibu yang baik.”

Aji menatap Aya dengan serius. “Aya, kamu adalah ibu yang luar biasa. Jangan meragukan dirimu sendiri. Kita akan belajar bersama, dan yang terpenting adalah kita memiliki satu sama lain.”

“Mungkin kita perlu berbicara lebih banyak tentang perasaan kita,” kata Aya, mengungkapkan kerinduan untuk saling mendukung. “Aku ingin kita bisa terbuka dan saling membantu dalam menjalani peran ini.”

“Ya, kita harus berkomunikasi lebih baik. Setiap orang tua pasti menghadapi tantangan. Kita hanya perlu saling mengingatkan bahwa kita tidak sendirian,” Aji menegaskan.

Dengan semangat baru, mereka sepakat untuk lebih sering berbagi perasaan dan harapan mereka sebagai orang tua. Setiap malam, mereka akan duduk bersama setelah Arka tidur, berbicara tentang tantangan yang mereka hadapi dan merayakan setiap pencapaian kecil.

Hari-hari berlalu dengan kehangatan dan cinta yang tumbuh. Momen-momen kecil, seperti senyuman pertama Arka atau langkah-langkah pertamanya, menjadi kenangan tak terlupakan. Aji dan Aya menyadari bahwa meskipun perjalanan ini penuh dengan tantangan, cinta mereka adalah cahaya yang selalu membimbing jalan mereka.

Mereka terus merencanakan acara syukuran untuk Arka, menantikan momen ketika mereka bisa berbagi kebahagiaan dengan orang-orang terkasih. Mereka tahu, meski ada banyak hal yang harus mereka hadapi, mereka akan selalu bersatu dan saling mendukung. Dalam perjalanan menjadi orang tua, cinta mereka akan selalu menjadi kekuatan utama.

Pertemuan Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang